Selasa, 08 Januari 2013

“Raden Saleh Syarif Bustaman”



Raden Saleh adalah salah seorang pelukis terkenal dari Indonesia yang dilahirkan sekitar 1811 di Terboyo (Semarang). Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda.
Ia dianggap saingan berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti, beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden saleh menyingkir.
Ketakmunculannya selama berhari-hari membuat teman-temannya cemas. Muncul praduga, pelukis Indonesia itu berbuat nekad karena putus asa. Segera mereka ke rumahnya dan pintu rumahnya terkunci dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan didobrak. Tiba-tiba mereka saling jerit. "Mayat Raden Saleh" terkapar di lantai berlumuran darah. Dalam suasana panik Raden Saleh muncul dari balik pintu lain. "Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan kupu-kupu, tetapi gambar saya bisa menipu manusia", ujarnya tersenyum. Para pelukis muda Belanda itu pun kemudian pergi.
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh tinggal lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti, ukur tanah, dan pesawat), selain melukis. Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya Dresden, Jerman. Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda. Di Jerman Raden Saleh di elu-elukan sebagai seorang Bangsawan dari Jawa dan menjadi Tamu kehormatan dari Ernst I, Grand Duke dari Saxe-Coburg-Gotha. Para Ningrat Belanda, Jerman dan Belgia, mengagumi pelukis RS, yang selalu tampil unik dengan berpakaian adat bangsawan Jawa lengkap dengan blangkon. selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout. Krusseman adalah pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan. Dari Schelfhout-lah Pangeran Raden Saleh mempelajari ketrampilan menjadi seniman lukis lansekap.
Pada tahun 1839, Raden Saleh melukis satu dari karya agungnya berjudul “Singa dan Ular”, yang merupakan simbolisasi peperangan abadi antara yang baik dan jahat. Raden Saleh juga beberapa kali berkunjung ke Paris, antara lain pada saat berlangsung Revolusi Februari 1848.
Pada tahun 1851 Raden Saleh pulang ke Hindia (Indonesia) bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya dan di Batavia Raden Saleh melukis potret keluarga keraton dan pemandangan. Ia bercerai dengan istri terdahulu lalu menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo. Raden Saleh membangun sebuah rumah di kawasan Cikini, dengan gaya neo gothic. Tahun 1875 ia berangkat lagi ke Eropa bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa tahun 1878. Selanjutnya, ia menetap di Bogor sampai wafatnya pada 23 April 1880 siang hari, konon karena diracuni pembantu yang dituduh mencuri lukisannya. Namun dokter membuktikan, ia meninggal karena trombosis atau pembekuan darah. Tertulis pada nisan makamnya di Bondongan, Bogor, "Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wolanda". Kalimat di nisan itulah yang sering melahirkan banyak tafsir yang memancing perdebatan berkepanjangan tentang visi kebangsaan Raden Saleh.
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Wajar bila muncul pendapat, meski menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak sungkan mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Ini diwujudkannya dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Meski serupa dengan karya Nicolaas Pieneman, ia memberi interpretasi yang berbeda. Lukisan Pieneman menekankan peristiwa menyerahnya Pangeran Diponegoro yang berdiri dengan wajah letih dan dua tangan terbentang. Hamparan senjata berupa sekumpulan tombak adalah tanda kalah perang. Di latar belakang Jenderal de Kock berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta tahanan seolah memerintahkan penahanan Diponegoro.
Berbeda dengan versi Raden Saleh, di lukisan yang selesai dibuat tahun 1857 itu pengikutnya tak membawa senjata. Keris di pinggang, ciri khas Diponegoro pun tak ada. Ini menunjukkan, peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan. Maknanya, Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik. Namun, perundingan gagal. Diponegoro ditangkap dengan mudah, karena Jenderal de Kock tahu musuhnya tak siap berperang di bulan Ramadhan. Di lukisan itu Pangeran Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris keras tampak menahan marah, tangan kirinya yang mengepal menggenggam tasbih.
Lukisan tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jendral De Cock pada tahun 1830 yang terjadi di rumah kediaman Residen Magelang. Dalam lukisan itu tampak Raden Saleh menggambarkan dirinya sendiri dengan sikap menghormat menyaksikan suasana tragis tersebut bersama-sama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain. Jendral De Kock pun kelihatan sangat segan dan menghormat mengantarkan Pangeran Diponegoro menuju kereta yang akan membawa beliau ke tempat pembuangan. Pada saat penangkapan itu, beliau berada di Belanda. Setelah puluhan tahun kemudian kembali ke Indonesia dan mencari informasi mengenai peristiwa tersebut dari kerabat Pangeran Diponegoro.
DAFTAR PUSTAKA

Katherina Achmad. 2012. Kiprah, Karya, dan Misteri Kehidupan RADEN SALEH. Pustaka Narasi
Harsja W. Bachtiar, Peter B.R. Carey & Onghokham. 2009. Raden Saleh Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme.
http://lisadybud.blogspot.com/. Diakses hari sabtu, 1 November 2012 pukul 19.50  WIB.
http://mengenangradensaleh.wordpress.com/mekanisme-menulis/. Diakses sabtu, 8 November 2012 pukul  20.00 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Raden_Saleh_Syarief_Bustaman. Diakses hari minggu, 9 November 2012 pukul 11.00 WIB

Diusun Oleh: Dian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...