Senin, 26 Oktober 2015

Chapter 01 Cabang-cabang Filsafat



Seiring berjalannya waktu, filsafat berkembang menjadi beberapa cabang yaitu epsitemologi, metafisika, logika, etika, estetika, filsafat ilmu, jalinan ilmu antara filsafat dengan agama. Dapat dijabarkan cabang dari filsafat sebagai berikut:





Chapter 01
ILMU DAN FILSAFAT: STRUKTUR ILMU
By: Fitria Rosmi, S.Pd dan Deddy Mulyono. S.Pd
 Cabang-cabang Filsafat

 Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari dua buah kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti kata, pikiran, dan ilmu. Jadi epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas pengetahuan. Dalam hal ini, yang dibahas asal mula, bentuk atau struktur, validitas, dan metodologi, yang secara bersama-sama membentuk pengetahuan manusia, adapun permasalahan yang berkaitan dengan pokok bahasan tersebut berupa pertanyaan yang mendasar "apakah sumber dan dasar pengetahuan?"  "apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti?". Sebagai contoh, kita mengetahui sesuatu, berarti kita memiliki pengetahuan tentang sesuatu itu. Kita adalah subjek, dan sesuatu itu adalah objek dari pengetahuan. Manusia tidak dapat mengetahui semua aspek dan objek karena keterbatasan kemampuannya. Socrates pernah berkata bahwa apa yang saya ketahui adalah bahwa saya tidak mengetahui apa-apa. Hal ini menegaskan bahwa ada pengetahuan yang pasti.

Metafisika
Istilah ini juga berasal dari Yunani yaitu kata metaphysika yang artinya "setelah fisika". Cabang filsafat ini diperkenalkan oleh Andronikos dan Rhodes dari kumpulan buku-buku yang ditulis oleh Aristoteles tentang hakikat benda-benda yang kita lihat pada dunia nyata ini. Oleh Andronikos kumpulan tulisan itu ditempatkan setelah kumpulan tulisan tentang fisika. Metafisika dibagi dalam metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum juga sering disebut ontologi. Secara umum dapat dikatakan bahwa metafisika adalah cabang atau bagian filsafat yang membahas seluruh realitas atau segala sesuatu yang ada secara komprehensif.

Logika
Logika adalah cabang atau bagian filsafat yang menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, sturan-aturan formal dan prosedur-prosedur normatif, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional (Rapar, 1996). Sebagai ilmu, logika berasal dari pandangan Aristoteles meski ia tidak menyebutnya logika tetapi filsafat analitika. Istilah logika digunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) dari kata logikos dan kata ini berasal dari kata logos yang artinya yaitu akal atau pikiran, sedangkan logikos mempunyai arti sesuatu yang diutarakan dengan akal.

Etika
Etika seringkali dinamakan filsafat moral karena cabang filsafat ini membahas baik dan buruk tingkah laku manusia, jadi dalam filsafat ini manusia dipandang dari segi perilakunya. Dapat pula dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat. Jadi dalam filsafat ini manusia juga dipandang dari segi peranannya sebagai anggota masyarakat. Pada hakikatnya, nilai tindakan manusia terikat pada tempat dan waktu , di samping itu baik dan buruknya perilaku manusia ditentukan oleh sudut pandang masyarakat. Sebagai contoh, perilaku yang dianggap wajar dalam suatu masyarakat di daerah tertentu dapat dianggap kurang oleh kalangan masyarakat di daerah lain.

Estetika
Seni dan keindahan merupakan persoalan yang ditelaah oleh cabang filsafat estetika ini. Adapun yang ditelaah atau dibahas mengenai keindahan ialah kaidah maupun sifat hakiki dan keindahan; cara menguji ke indahan dengan perasaan dan pikiran manusia; penilaian dan apresiasi terhadap keindahan. Meskipun pada dasarnya estetika sudah di telaah sejak 2500 tahun yang lalu di berbagai daerah seperti Babilonia, Mesir, India, Cina dan Yunani, istilah estetika sendiri baru di kemukakan oleh Baungarten seorang filsuf jerman pada tahun 1750.
Plato mengemukakan pendapatnya bahwa seni adalah keterampilan memproduksi sesuatu. Jadi apa yang disebut hasil seni adalah suatu tiruan. Dikemukakan sebagai contoh bahwa lukisan tentang suatu pemandangan alam sesungguhnya adalah tiruan dari pemandangan alam yang pernah dilihat oleh pelukisnya. Aristoteles sependapat dengan Plato tetapi ia mengangggap bahwa seni itu penting karena seni berpengaruh besar bagi kehidupan manusia sedangkan Plato berpendapat bahwa seni itu tidak penting meskipun karya-karya yang berupa tulisan hingga sekarang dinyatakan orang sebagai karya seni sastra yang terkenal. Sebagai cabang filsafat, estetika mengalami perkembangan dari jaman Yunani kuno, jaman Romawi, abad pertengahan hingga abad ke 20. Bisa dikatakan bahwa setiap periode sejarah dan masyarakat menampilkan pemikiran tentang estetikanya sendiri. Ahli estetika islam yang terkenal ialah Abu Nasr al Farabi yang membahas terutama mengenai estetika di bidang musik, karena selain filsuf dan ahli ilmu kealaman dia juga seorang ahli musik.

Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu kadang disebut sebagai filsafat khusus yaitu cabang filsafat yang membahas hakikat ilmu, penerapan berbagai metode filsafat dalam upaya mencari akar persoalan dan menemukan asas realitas yang dipersoalkan oleh bidang ilmu tersebut untuk mendapatkan kejelasan yang lebih pasti. Dengan demikian, penyelesaian masalah ilmunya menjadi lebih terarah. Jadi sesungguhnya setiap disiplin ilmu memiliki filsafat ilmunya sendiri misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa, filsafat ilmu kealaman, dan filsafat matematika.

Jalinan ilmu, Filsafat dan Agama
Filsafat dibangun berbasis hal-hal yang konkrit yang ada secara material dan yang ada secara ide menyeluruh. Filsafat berusaha menjawab segala keberadaan yang tidak terbatas berdasarkan daya nalar manusia yang terbatas. Ilmu dibangun berbasis hal-hal yang konkrit yang ada secara material dan yang ada secara ide secara parsial. Ilmu menjelaskan secara kritis-dialektis berdasar sebab akibat keberadaan secara parsial yang bisa diobservasi dan dinalar. Religi atau agama dibangun berbasis hal-hal yang konkrit yang ada secara material yang ada secara ide parsial. Religi menjelaskan keyakinan benar-salah atas sebab akibat keberadaan secara parsial yang bisa diobservasi dan bisa dinalar.
Ilmu berdasarkan pemikiran filsafat, (ilmu pengetahuan) digolongkan menjadi dua golongan yaitu: ilmu pengetahuan real dan ilmu pengetahuan formal. terbentuknya ilmu pengetahuan real dimuali dari observasi fakta atau kenyataan obyektif. Ilmu pengetahuan formal mempelajari struktur-struktur tertentu yang tidak berdasarkan inderawi tetapi berdasarkan kemampuan kerja otak. Filsafat memahami dan menghayati unsur-unsur ilmu, religi dan agama. ia berusaha memberi penjelasan yang kritis, dialektis dan radikal terhadap aspek-aspek religi. Dalam manusia berilmu atau ilmuan dijelaksn secara rasional dalam batasan wilayah ilmu, dimana manusia harus berfikir empiris dan rasional. bukan dalam batasan wilayah religi. Agama merupakan pengetahuan dari wahyu yang disajikan dalam kitab suci. Wahyu itu dari Tuhan diturunkan kepada manusia melalui Nabi. Pengetahuan itu dipercayai kebenarannya oleh para penganut atau pengikut agama, karena nabi adalah orang-orang yang jujur, berjuang untuk kaumnya dan keberadaannya nabi dinyatakan oleh Wahyu (kitab suci) sebagai utusan Tuhan. Agama menunjukan hubungan manusia dengan sumber keberadaannya atau dengan penciptanya. Setiap manusia yang mengakui Tuhan sebagai pencipta alam semesta atau pencipta segala sesuatu yang ada atau disebut manusia agamis. Maka agama hakikatnya adalah kesadaran manusia terhadap eksistensinya dan Tuhannya, kesadaran yang demikian ini disebut kesadaran agamis. Asas pokok adanya agama adalah iman yaitu percaya dan yakin bahwa semesta alam diciptakan oleh Sang Pencipta. Manusia yang agamis adalah manusia yang percaya kepada Tuhannya. Unsur agama yang lainya ialah bahwa ia tidak terbatas dengan waktu, jadi agama itu kekal.
Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan ‘sesuatu’ yang terpisah; di mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat keyakinan. Menurut Muhammad Iqbal dalam Recontruction of Religious Thought in Islam sebagaimana dikutip Asif Iqbal Khan (2002), “Agama bukan hanya usaha untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi”. Bagi Iqbal, agama dalam bentuk yang lebih modern, letaknya lebih tinggi dibandingkan puisi. Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia. Agama memperbesar klaimnya dan memegang prospek yang merupakan visi langsung realitas. (Asif Iqbal Khan, 2002: 15)
Menurut Asif (2002: 16), sekalipun diekspresikan dalam jargon filsafat kontemporer, tetapi mempunyai tujuan yang sama dengan para ilmuwan Islam pada abad pertengahan yaitu menyeimbangkan agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan modern dan filsafat utama sebagaimana tertuang dalam pendahuluan buku rekonstruksinya, yaitu “untuk merekonstruksi filsafat religious Islam sehubungan dengan tradisi filsafat Islam dan perkembangan lebih lanjut berbagai bidang ilmu pengetahuan manusia”. Iqbal menegaskan dengan optimis, “waktunya sudah dekat bagi agama dan ilmu pengetahuan untuk membentuk suatu harmoni yang tidak saling mencurigai satu sama lain”.
Untuk lebih adilnya dalam menilai hubungan ketiganya, patut dicermati pandangan Endang Saifuddin Anshari (Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979) yang menyebutkan di samping adanya titik persamaan, juga adanya titik perbedaan dan titik singgung. Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. (Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979: 169). Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya.
Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman. Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab oleh masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...