Kamis, 24 Desember 2015

Chapter 07 Matematika (Prespektif Filsafat Ilmu)


Depdiknas (2003) Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya‘lamu, ‘ilman yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia (pengetahuan).





Chapter 07
MATEMATIKA (PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU)
By: Trio Ardhian, S.Pd dan Siti Nurhaeni, S.Pd

Definisi Ilmu
Depdiknas (2003) Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya‘lamu, ‘ilman yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia (pengetahuan). Dalam kamus besar bahasa Indonesia Ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan.
Ada orang yang menamakannya ilmu, ada yang menamakannya ilmu pengetahuan, dan ada pula yang menyebutnya saint. Keberagaman istilah tersebut adalah suatu usaha untuk melahirkan padanan (meng-Indonesiakan) kata science yang asalnya dari bahasa Inggris.
Menurut Bakhtiar (2004), pengertian ilmu sepanjang yang dibaca dalam pustaka menunjukkan pada sekurang-kurangnya ada tiga hal: pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, Ilmu senantiasa berarti pengetahuan. Diantara fara filsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistimatis dari pengetahuan yang dihimpun dengan perantaraan metode ilmiah.
Pengetahuan sesungguhnya hanyalah hasil atau produk dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian dapatlah dipahami bilamana ada makna tambahan dari ilmu sebagai aktivitas. Menurut Harold H. Titus (dalam Suriasumantri, 2005) banyak orang telah mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang objective dan dapat diperiksa kebenarannya.
Pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan aktivitas itu menghasilkan pengetahuan yang sistimatis.

Definisi Filsafat
Dalam filsafat ilmu pengetahuan kita harus mempelajari esensi atau hakikat ilmu pengetahuan tertentu secara rasional. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan salah satu cabang yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
Dalam filsafat ilmu dipelajari mengenai ilmu dan matematika. Ilmu tanpa matematika  tidak berkembang, matematika tanpa ilmu tak ada keteraturan. Dengan pengetahuan manusia dapat mengembangkan mengatasi kelangsungan hidupnya, memikirkan hal-hal yang baru dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang khas di muka bumi ini.
Untuk melihat hubungan filsafat ilmu dengan matematika untuk terlebih dahulu penulis paparkan  pengertian filsafat, ilmu, pengertian matematika, dan terakhir pada makalah ini dibahas peran filsafat dalam pembelajaran matematika.
Menurut Depag (2001), kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab  فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani ;  Φιλοσοφία  philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Jadi Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Harold H. Titus (dalam depag, 2001) mengemukakan 4 pengertian falsafat sebagai berikut: 1) Filsafat ialah ilmu suatu sikap tentang hidup dan tentang dunia atau alam semesta (philosophy is an attitude toward life and the universe); 2) Filsafat ialah satu metode pemikiran reflective dan penyelidikan akliyah (philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry); 3) Filsafat ialah satu perangkat atau kumpulan masalah (philosopy is a group of problem); 4) Filsafat ialah satu perangkat teori atau system pemikiran (philosopy is a group system of thought).
Berdasarkan uraian pendapat diatas, maka penulis dapat menyimpulkan filsafat adalah satu kesatun dari perjalanan hidup manusia secara sadar yang mempelajari pola kehidupan yang terjadi dialam dunia dengan berpijak kepada kebijaksanaan dan kebenaran dalam pengambilan keputusan.

Definisi Matematika
Matematika diambil dari bahasa Yunani, (μαθηματικά – mathēmatiká) Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science), secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan,dan ruang: tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.
Menurut Suriasumantri (2003), beberapa aliran dalam filsafat matematika: 1) Aliran Logistik, dipelopori oleh Immanuel Kant (1724 – 1804), berpendapat bahwa matematika merupakan cara logis (logistik) yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Matematika murni merupakan cabang dari logika, konsep matematika dapat di reduksikan menjadi konsep logika; 2) Aliran Intuisionis, dipelopori oleh Jan Brouwer (1881 – 1966), berpendapat bahwa matematika itu bersifat intusionis. Intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang matematika bilangan. Hakekat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung; 3) Aliran Formalis, dipelopori oleh David Hilbert (1862 – 1943), berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang . Kaum formalis menekankan pada aspek formal dari matematika sebagai bahasa lambang dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang. Kaum Formalis membantah aliran logistik dan menyatakan bahwa masalah-masalah dalam logika sama sekali tidak ada hubungan dengan matematika  
Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika adalah cara berpikir yang digunakan untuk memecahkan semua jenis persoalan. Matematika bila ditinjau dari segi epistemology ilmu  bukanlah ilmu. Ia lebih merupakan artificial yang bersifat eksak, cermat dan terbebas dari rona emosi. Matematika adalah logika yang telah berkembang, yang memberikan sifat kuantitatif kepada pengetahuan keilmuan.
Matematika merupakan sarana berfikir deduktif yang amat berguna untuk membangun teori keilmuan dan menurunkan prediksi-prediksi, dan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil kegiatan keilmuan dengan benar dan jelas serta secara singkat dan jelas. Matematika adalah bahasa  yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika mempunyai “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.

Hakikat Matematika
Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika dikenal dengan ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaan matematika harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian (deduktif). Meskipun demikian untuk membantu pemikiran pada tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris.
Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam, apalagi dengan ilmu pengetahuan umum. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif.
Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil itu belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. Sebagai contoh, dalam ilmu biologi berdasarkan pada pengamatan, dari beberapa binatang menyusui ternyata selalu melahirkan. Sehingga kita bisa membuat generalisasi secara induktif bahwa setiap binatang menyusui adalah melahirkan.
Generalisasi yang dibenarkan dalam matematika adalah generalisasi yang telah dapat dibuktikan secara deduktif. Contoh: untuk pembuktian jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap. Pembuktian secara deduktif sebagai berikut : andaikan m dan n sembarang dua bilangan bulat maka 2m+1 dan 2n+1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan (2m+1) + (2n+1) = 2(m+n+1). Karena m dan n bilangan bulat maka  (m+n+1) bilangan bulat, sehingga 2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap. 

Matematika Bersifat Terstruktur
Menurut Ruseffendi (Tim MKPBM, 2001:25) matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Hal ini dimulai dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan kemudian pada unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.
Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun rumah, maka fondasi harus kokoh. Contohnya konsep bilangan genap. Bilangan genap adalah bilangan bulat yang habis dibagi dua. Sebelum membahas bilangan genap, siswa harus memahami dulu konsep bilangan bulat dan pengertian habis dibagi dua sebagai konsep prasyarat.
Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi itu selanjutnya dapat dibentuk unsur-unsur matematika yang terdefinisi. Misalnya segitiga adalah lengkungan tertutup sederhana yang merupakan gabungan dari tiga buah segmen garis. Dari  unsur-unsur yang tidak terdefinisi dan unsur-unsur yang terdefinisi dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat. Misalnya:  melalui sebuah titik sembarang hanya dapat  dibuat sebuah garis kesuatu titik yang lain.
Tahap selanjutnya dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi, unsur-unsur yang terdefinisi, dan aksioma atau postulat dapat disusun teorema-teorema yang kebenarannya harus dibuktikan secara deduktif dan berlaku umum. Misalnya: jumlah ukuran ketiga sudut dalam sebuah segitiga adalah 180 derajat.

Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu
Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain dan pada perkembangannya tidak tergantung pada ilmu lain. Dengan kata lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Sebagai contoh banyak teori-teori dan cabang-cabang dari fisika dan kimia yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus, teori mendel pada Biologi melalui konsep pada probabilitas, dan teori ekonomi melalui konsep fungsi dan sebagainya.
Dari kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan matematika selain tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan lainnya dalam pengembangan dan operasinya. Cabang matematika yang memenuhi fungsinya seperti yang disebutkan terakhir itu dinamakan dengan matematika terapan (applied mathematic).

Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanyalah merupakan kumpulan unsur-unsur yang mati. Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu karena terkadang mempunyai lebih dari satu arti.
Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling pada matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara ”artifisial” yakni baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan. Dan bersifat individual yaitu berlaku khusus untuk masalahyang sedang kita kaji.

Matematika Bersifat Kuantitatif
Matematika mempunyai kelebihan lain di bandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila kita bisa membandingkan dua objek yang berlainan umpamanya  gajah dan semut, maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar daripada semut, kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut, maka kita mengalami kesulitan dalam mengemukakan hubungan itu, bila ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa.
Matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan berapa besar pertambahan panjang logamnya.
Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran, maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya bila dipanaskan, Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak umpamanya : P1 = Po (1+n), dimana P1 adalah panjang logam pada temperatur t, Po merupakan panjang logam pada temperatur nol dan n merupakan koefisien pemuai logam tersebut.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari ilmu. Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial, agak mengalami kesukaran dalam perkembangan yang bersumber pada problema teknis dan dalam pengukuran. Kesukaran ini secara bertahap telah mulai dapat diatasi, dan akhir-akhir ini kita melihat perkembangan yang menggembirakan, dimana ilmu-ilmu sosial telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.

Peran Filsafat dalam Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika sejak dini siswa sudah di didik untuk menggunakan logika sehari-hari yang tentunya akan menjadi lebih mudah bagi siswa dalam menerima dan memahami pelajaran matematika. Penyampaian materi pelajaran matematika menjadi sangat menarik dan lebih diutamakan dengan bimbingan guru. Dengan ini siswa mampu menemukan konsep dan rumus-rumus matematika dasar sehingga siswa sangat menyukai dan menumbuhkan semangat eksplorasi dunia angka, bilangan dan konsep matematika yang lebih rumit.
Penyampaian suatu materi pelajaran matematika akan menjadi sedikit lebih lama dibandingkan penyampaian materi dengan metode biasa (konvensional). Namun, dengan implementasi filsafat sebagai latar belakang lahirnya suatu konsep matematika, maka setiap siswa diharapkan mampu dan mau mempelajarinya sampai tuntas dan mencintai matematika dengan lebih mendalam. Menurut Bakhtiar (2004) manfaat yang ditimbulkan dari implementasi filsafat matematika pada pelajaran matematika di sekolah yaitu nilai pelajaran matematika akan meningkat. Bukan itu saja, kecintaan siswa pada pelajaran matematika menjadi lebih nyata dan jauh dari abstrak (bisa menjawab soal tapi tidak memahami konsepnya).
Anak dari berbagai usia berpikir sesuai dengan tingkat usianya. Matematika adalah subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berpikir anak dimulai dari usia dini, usia pendidikan kelas awal (pendidikan dasar), pendidikan menengah, pendidikan lajutan dan bahkan sampai mereka berada di bangku perkuliahan. Hal ini diberikan untuk mengetahui dan memakai prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari baik itu mengenai perhitungan, pengerjaan soal, pemecahan masalah kehidupan di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.
Khusus untuk siswa, matematika sangat berguna sekali bagi mereka untuk mengembangkan proses berpikir mereka mulai dari hal-hal yang sederhana sampai kepada hal-hal yang rumit. Tahapan dimana siswa sudah bisa mempraktekkan matematika dalam kehidupan sehari-hari yang tentunya juga ditunjang oleh berbagai cara serta metode pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan tingkat perkembangan anak kelas yang cenderung bermain dan belajar.
Tidak bisa dipungkiri, siapapun akan bangga jika punya anak pintar matematika atau paling tidak nilai matematikanya selalu bagus. Sehingga orang tuapun tidak segan-segan untuk memberikan atau mengikutkan anak-anak mereka les tambahan untuk mata pelajaran matematika dengan harapan anak-anak mereka mendapatkan nilai yang bagus. Padahal nilai bagus yang didapatkan oleh anak-anak mereka dalam berhitung saja tidak cukup kalau tidak bisa menganalisis atau merubah dari soal cerita ke bahasa matematika dan mengembalikan lagi ke dalam soal cerita atau kalau tidak bisa menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Problem Solving). Maka tidak jarang anak-anak yang bagus nilainya di kelas awal akan mengalami kesulitan atau turun nilainya pada tahap kelas tinggi, menengah, atas dan kuliah.
Matematika merupakan cabang mata pelajaran yang luas cakupannya dan bukan hanya sekedar bisa berhitung atau mensubtitusikan ke rumus saja tetapi mencakup beberapa kompetensi yang menjadikan siswa tersebut dapat memahami dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Belajar matematika juga membutuhkan kemampuan bahasa, untuk bisa mengerti soal-soal atau mengerti logika, juga imajinasi dan kreativitas. Dan sekiranya dipergunakan dalam lingkungan sekolah , yaitu antara guru dan siswa maka kuncinya adalah mengambil contoh dalam hidup sehari-hari dan dibuat semenarik mungkin.
Agar tercapainya semua itu maka peranan guru sangat penting dalam pembelajaran ini. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi professional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ada delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil atau perorangan.
Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus untuh dan terintegrasi. Dipandang dari segi lain seorang guru harus mempunyai pendekatan dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dan memilih metode-metode pembelajaran yang efektif serta berusaha memberikan variasi dalam metode pembelajaran agar tidak kelihatan atau menyebabkan siswa atau peserta didik jenuh. Jika hal ini diterapkan, maka dituntut sekali inisiatif guru untuk melakukan variasi dan kreativitas guru. Guru merupakan seorang figur yang menjadi tauladan dan pedoman bagi siswa dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Guru merupakan nara sumber yang akan memberikan dan menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa, terutama sekali dalam hal pemahaman dan penyelesaian mata pelajaran matematika. Tetapi hal tersebut kemungkinan besar tidak sampai pada tahap yang diharapkan. segala macam bentuk persoalan yang akan diberikan kepada siswa harus menggambarkan persoalan yang ditemui sehari-hari atau dengan kata lain yang berdekatan dengan pengalaman empiris peserta didik di lapangan. Jadi dengan adanya kegiatan pembelajaran yang mengaitkan langsung dengan kehidupan nyata peserta didik akan dengan mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik.
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari semua yang ada di dunia ini. Filsafat mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga banyak sekali yang dapat kita pelajari di dalam filsafat. Ketika kita melakukan aktivitas sehari-hari, kita tak luput dari belajar tentang filsafat. Menurut Depag (2001) filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atutan-aturan atau norma dalam kehidupan. Mempelajari filsafat adalah belajar tentang hidup, bagaimana hidup kita bisa berguna untuk diri sendiri dan juga orang lain.
Di perguruan tinggi filsafat menjadi salah satu maka kuliah yang dipelajari. Menurut Bakhtiar (2004) filsafat di perguruan tinggi berbeda dengan filsafat dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat yang dibahas di sini  filsafat bersifat lebih khusus. Misalnya dalam pendidikan matematika, filsafatnya adalah filsafat pendidikan matematika. Dalam pendidikan matematika, belajar filsafat adalah belajar pikiran para filsuf. Dengan kita mempelajari pikiran para filsuf, kita akan memahami tentang filsafat itu. Selain itu berfilsafat adalah berpikir dalam koridor spiritual, etik dan estetika. Setinggi-tinggi orang berfilsafat adalah sopan santun terhadap ruang dan waktu. Dalam filsafat yang kita pelajari mencakup yang ada dan yang mungkin ada.
Filsafat yang dipelajari di perguruan tinggi akan membantu guru untuk dapat menerapkan filsafat dalam pembelajaran di sekolah. Menurut Ebbutt dan Straker (1995) hakekat matematika sekolah mencakup 4 hal yaitu: 1) Kegiatan penulusuran pola atau hubungan; 2) Kegiatan problem solving; 3) Kegiatan investigasi; 4) Kegiatan komunikasi.
Penerapan hakekat matematika sekolah tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam pembelajaran di sekolah. Dengan hakekat matematika sekolah tersebut diharapkan siswa akan dapat membangun matematikanya sendiri. Siswa dituntut untuk lebih kreatif dan aktif dalam proses pembelajaran sehingga guru hanya berperan sebagai pendamping dalam pembelajaran, sedangkan siswa mengkonstruksikan matematikanya sendiri.
Filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu, maka penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah menjadi salah satu hal yang menarik perhatian. Mengapa demikian? Karena biasanya filsafat hanya ada di perguruan tinggi, namun pada zaman sekarang filsafat juga ada di sekolah. Walaupun hanya sebagai pelengkap dalam pembelajaran, namun filsafat memberikan pengaruh yang besar dalam pembelajaran di sekolah. Filsafat adalah kegiatan berpikir, sehingga dalam setiap pembelajaran siswa melakukan kegiatan filsafat.
Dengan penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah, maka proses belajar mengajar akan berjalan dengan efektif dan efisien. Filsafat memberikan keuntungan bagi guru dan juga siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat, maka guru akan lebih memahami karakter dari siswa-siswanya. Belajar filsafat adalah berpikir, sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pola pikir siswa-siswanya dalam memahami matematika. Pada pelajaran filsafat, pendidikan karakter juga tercakup di dalamnya. Pendidikan karakter meliputi material, formal, normatif dan spiritual. Dan dalam pembelajaran di sekolah, keempat faktor tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam pembelajaran di sekolah.
Bagi siswa, filsafat memberikan pengetahuan yang baru. Mungkin sebelum-sebelumnya mereka belum pernah mendengar dan mengetahui tentang filsafat dan pada kesempatan ini siswa belajar tentang filsafat. Dengan belajar filsafat, siswa menjadi pribadi yang mandiri. Siswa belajar untuk mengkonstruksikan matematikanya sendiri dengan bantuan guru. Dengan demikian pemahaman siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama, tergantung dari kemampuan mereka masing-masing.

Hubungan Ilmu dan Matematika
Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi matematis.
Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan di antaranya kalkulus dan statistika, meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai penerapannya, bahkan bidang “murni” seperti teori bilangan dan topologi.
Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti  pada tahap kualitatif yang tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalaran lebih jauh. Oleh karena maka dapat dikatakan bahwa ilmu tanpa matematika tidak berkembang.Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan bahwa pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan.
Sebagian yang lainnya tidak menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna untuk menggambarkan atau menjelaskan alam semesta telah menjadi isu utama bagi filsafat matematika.

Hubungan Filsafat dengan Matematika
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya ilmu pengetahuan. Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Jujun S. Suriasumantri (2003), dengan meminjam pemikiran Will Durant, menjelaskan hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang berhasil merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu, ada baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992).
Ilmu
Filsafat
§ Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
§ Obyek penelitian yang terbatas tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai tertentu.
§ Bertugas memberikan jawaban
§ Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban.
§ Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan.
§ Keseluruhan yang ada menilai obyek renungan dengan suatu makna, misalkan, religi, kesusilaan, keadilan dsb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...