A. MAKNA
MENUNTUN
Menurut
KBBI menuntun (me·nun·tun) adalah membimbing dan menunjuk (mengarahkan) ke
jalan yang benar. secara umum menuntun adalah mendampingi dan mengantar anak ke
sebuah tujuan dengan bimbingan. sedangkan menurut Deswati, M.Pd dalam (https://www.gurusiana.id/)
Menuntun dalam proses pendidikan yaitu, berkolaborasi dengan anak, memberikan ruang berpikir kritis, anak
melakukan refleksi dengan komunikasi yang kreatif dan inovatif.
Menuntun
menurut pemikiran KHD dalam relevansi pembelajaran di kelas dan di sekolah
adalah berkolaborasi dengan siswa, memberikan ruang berpikir kritis, siswa
melakukan refleksi dengan komunikasi yang kreatif dan inovatif. “menuntun” dalam konteks
sosial budaya berorientasi pada tiga semboyan KI Hadjar Dewantara. Yaitu dalam
“Ing Ngarso Sung Tuladha” yang bermakna guru memberikan teladan yang baik kepada peserta didik. Sebagai
teladan harus senantiasa sadar terhadap pikiran, perkataan, dan tindakannya.
“Ing Madya Mangun Karso” yaitu guru berperan
sebagai pelopor atau pemrakarsa. Artinya
guru bertindak sebagai pelopor mencetuskan ide-ide kepada muridnya. Guru
di tengah memberikan motivasi, menggugah semangat, kemauan dan niat. “Tut wuri
Handayani” artinya guru berupaya penuh memberi dorongan dan arahan kepada
peserta didik.
B. SISTEM
AMONG
Sistem
Among Ki Hadjar Dewantara merupakan metode yang sesuai untuk pendidikan karena
merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan
asuh (care and dedication based on love). Pendidikan sistem Among
bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan
dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat
untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat
hidup mandiri. Sistem
Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi: Tut Wuri Handayani, Ing madya
mangun karsa, Ing ngarso sung tuladha. Asas ini telah banyak dikenal
oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota
masyarakat yang belum memahaminya.
C. MAKNA
MERDEKA
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yakni (1) bebas dari perhambaan,
penjajahan, dan sebagainya; (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; dan (3)
tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa.
Menurut Mabruri Pudyas Salim, Selain terkait dengan kebebasan sebuah
bangsa, merdeka juga mengacu pada sikap mandiri, berdiri sendiri, dan tidak
tergantung pada orang lain. Dengan kata lain, merdeka tidak hanya dapat melekat
pada hal-hal seperti negara atau bangsa. Bahkan merdeka juga bisa menjadi
atribut dari manusia. (https://www.liputan6.com/).
Apa
yang dimaksud manusia merdeka menurut Ki Hajar Dewantara sangat terkait dengan
konsep pendidikan yang diusung pahlawan pendidikan Indonesia ini. Pendidikan
memiliki tujuan untuk mencetak generasi yang cerdas dan memiliki karakter yang
berbudi. Asas kemerdekaan
dalam pendidikan memiliki arti bahwa manusia merdeka adalah manusia yang telah
diberi kebebasan oleh Tuhan yang Maha Esa untuk mengatur kehidupannya dengan
tetap sejalan dengan aturan yang ada di masyarakat. Maka dari hal itu,
diharapkan seorang peserta didik harus memiliki jiwa merdeka dalam artian
merdeka secara lahir dan batin serta tenaganya.
D. BERMAIN
ADALAH BELAJAR
“Pengaruh
pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedangkan
merdekanya hidup batin itu terdapat dari Pendidikan.” (KHD. Prasarab #5
Kongres PPPKI ke-1, Surabaya, 31 Agustus 1928) “Maksud pengajaran dan
pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia
sebagai anggota persatuan (rakyat)” – Ki Hajar Dewantara (Laman BP PAUD dan
Dikmas NTT). Bermain
merupakan kodrat anak yang sudah diberikan sejak ia lahir. menurut KHD,
Permainan anak itulah pendidikan. Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, halaman 241).
Dalam hal ini pendidik harus memahami
bahwa kodrat anak adalah bermain sehingga kegiatan pembelajaran bisa
diintegrasikan dengan permainan-permainan yang menarik dan sesuai usianya atau
sering disebut
dengan belajar sambil bermain. Dengan memasukkan unsur-unsur permainan
dalam pembelajaran maka diharapkan siswa akan senang dan tidak mudah bosan.
Namun yang perlu digaris bawahi adalah permainan yang mendidik dan budaya
tradisional daerah. Dengan menggunakan permainan-permainan tradisional yang
ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan, juga mendidik dan
mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.
E. MENGHAMBA
PADA ANAK
“Pokok
pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu bapak karena hanya dua orang
inilah yang dapat “berhamba pada sang anak” dengan semurni-murninya dan
se-ikhlas-ikhlasnya sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang
cinta kasih tak terbatas”.(KHD. Pendidikan halaman 382-Buku Kuning).
Pendidikan
yang menghamba pada anak lebih menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan
individu. minat dalam artian kesukaan anak pada mata pelajaran atau kegiatan
tertentu, kebutuhan lebih kepada apa yang dibutuhkan anak pada saat itu guru
harus memenuhinya, dan terakhir adalah kemampuan individu, yaitu apa yang
seharusnya anak tersebut kuasai di usianya. Menghadirkan model dan metode
belajar yang menggali motivasi untuk membangun kebiasaan anak menjadi
pembelajar sejati, selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan, suka
dan senang membaca.
F. BUDI
PEKERTI
“Budi
pekerti, watak, karakter adalah bersatunya atau perpaduan antara gerak,
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan
tenaga/semangat” (KHD.1936. Dasar - Dasar Pendidikan, hal.6).
‘budi
pekerti’ atau ‘watak’ diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa
asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu jiwa yang berlandaskan hukum
kebatinan. Orang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa
memikirkan dan merasakan serta memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang
pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti pada setiap
manusia, sehingga dapat dengan mudah membedakan orang yang satu dengan yang
lainnya. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran perasaan-kemauan, sedangkan
pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai
angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga.
Dalam
soal watak atau budi pekerti manusia, jangan dilupakan bahwa tiap-tiap manusia
mendapat pengaruh dari yang menurunkan. Jadi, sama pula dengan menurunnya
sifat-sifat jasmani dari tiap-tiap orang (sifatnya roman muka, rambutnya, warna
kulitnya, pendek tingginya badan, dan lain-lain). Jangan dilupakan juga bahwa
seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, pendidikan dan segala pengalaman tersebut
berpengaruh besar pada tumbuhnya budi pekerti.
G. BUKAN
TABULA RASA
“ Anak
bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa” Anak
lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar” (KHD. 1936. Dasar
- Dasar Pendidikan).
Teori ini mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik, agar kelak tampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi tebal, bahkan makin suram.
Cara-cara
mendidik beragam banyaknya, akan tetapi pada dasarnya cara tersebut dapat
dibagi seperti berikut:
1.
Memberi contoh (voorbeld);
2.
Pembiasaan (pakulinan, gewoontervorming)
3.
Pengajaran (wulang-wuruk, leering)
4.
Perintah, paksaan dan hukuman (regearing en
tucht);
5.
Tindakan (laku, zelfberheersching,
zelfdiscipline);
6.
Pengalaman lahir dan batin (nglakoni,
ngrasa, beleving).
Untuk
keperluan Pendidikan, umur anak didik dibagi menjadi 3 masa, masing-masing dari
7 atau 8 tahun (1 windu): a) waktu
pertama (1-7 tahun) dinamakan masa kanak kanak (kinder periode); b)
waktu kedua (7-14 tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa pikiran (intillectueele
periode); dan c) masa ketiga (14-21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi
pekerti (sociale periode). Apabila alat-alat atau cara-cara Pendidikan
di atas dihubungkan dengan umur anak-anak, maka berikut dapat disajikan
penggunaan cara sesuai dengan umur tersebut: a) Masa kanak-kanak: cara no.1 dan
no.2; b) Masa ke-2: cara no. 3 dan no. 4; c) Masa ke-3: cara no. 5 dan no.6.
H. PETANI
DAN GURU
…seorang
petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang
menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat
memperbaiki kondisi tanah, memeliharanya tanaman jagung, memberi pupuk dan air,
membasmi ulat-ulat atau jamur yang mengganggu hidup tanaman dan lain
sebagainya.” (KHD. 1936, Dasar -Dasar
Pendidikan, hal. 2).
Anak-anak
itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak
tukang kebun di lahan yang telah disediakan. lahan di sini adalah sekolah atau tempat
anak menimba ilmu Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam di
sana. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur artinya sekolahnya baik
dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan (fasilitas) yang baik maka biji
jagung adalah bibit jagung yang kurang berkualitas dapat tumbuh dengan baik
karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun
biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan
yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta 'tangan
dingin' pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
kemanusiaan yang dapat atau tidak.
I. METODE
MONTESORI, FROBEL DAN TAMAN ANAK
Di
Eropa, metode pengajaran dengan bermain juga diakui. Orang yang pertama
mendidik anak dengan cara demikian ialah sang pujangga pendidik, Dr. Frobel.
Selain itu, juga ada sang pujangg wanita, yakni Dr. Maria Montessori
di kota Roma (Italia). Metode Frobel dan Montessori in
mempunyai perbedaan yang cukup besar, tetapi ini yang dimiliki sebenarnya sama,
yaitu mencari jalan lahir untuk mendidik batin.
Dalam
proses pembelajarannya, ternyata tidak hanya mengonsentrasikan pada pelajaran
(latihan) Panca indra saja, tetapi permainan anak juga dimasukkan pada
pembelajaran di sekolah sebagai kultur. Metode tersebut tidak bisa dibandingkan antara metode
Frobel, Montessori dan Taman Siswa tentang pengaruh tenaga lahir
pada batin seperti berikut:
1.
Montessori
mementingkan pelajaran Panca indra, hingga ujung jari pun dihidupkan rasanya,
menghadirkan beberapa alat untuk latihan Panca indra dan semua itu bersifat
pelajaran. Anak diberi kemerdekaan dengan luas, tetapi permainan tidak
dipentingkan.
2.
Frobel juga menjadikan Panca
indra sebagai konsentrasi pembelajarannya, tetapi yang diutamakan adalah
permainan anak-anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran Panca indra juga
diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak. Namun, dalam proses
pembelajarannya anak masih diperintah.
3.
Taman Siswa bisa dikatakan memakai kedua metode
tersebut, akan tetapi pelajaran Panca indra dan permainan akal itu tidak
dipisah, yaitu dianggap satu. Sebab, salam Taman Siswa terdapat kepercayaan
bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak tersebut sudah
diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala alat-alat yang bersifat
mendidik si anak.
Dengan
demikian, sangat jelas bahwa tidak perlu mengadakan barang tiruan jika memang sudah
mempunyai barang tersebut sendiri. Sebagai, barang tiruan tidak akan dapat
menyamai barang yang murni seperti kepunyaan sendiri. Yang boleh di pakai sebagai alat penghidupan yaitu
barang-barang yang tidak di miliki.
Namun, waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat, yang dapat menambah
kekayaan dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya
barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu. Maksudnya, disesuaikan dengan
rasa dan keadaan hidup. Inilah yang dinamakan “menasionalisasikan”.
Penjelasan
singkat tentang permainan anak sebagai alat pendidikan dan juga tentang
asas-asasnya ‘Taman Anak’ dalam Taman Siswa yang disesuaikan dengan metode Montessori
dan Frobel tersebut bertujuan agar kaum pendidik dan ibu-ibu dapat
mengadakan metode sendiri yang selaras dengan kehidupan bangsa.
J. FILOSOFI
DAN PRINSIP
Kaitan filosofi dan prinsip pendidikan yang memerdekakan dengan tujuan pendidikan untuk membentuk profil Pelajar Pancasila, Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. (profil-pelajar-pancasila @ ditpsd. kemdikbud .go.id, n.d.). Profil Pelajar Pancasila yang di dalamnya berisi karakter-karakter yang merujuk pada Pancasila, memberikan implikasi terhadap ketahanan pribadi siswa, Profil Pelajar Pancasila ini mengarahkan siswa menjadi pribadi yang berkarakter sesuai dengan Pancasila yang terangkum dalam sebuah Profil Pelajar Pancasila. (Rusnaini, Raharjo, Suryaningsih, & Noventari, 2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar