Minggu, 02 April 2023

EKSPLORASI KONSEP - MERAMU HASIL BELAJAR

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.




A.   MAKNA MENUNTUN

Menurut KBBI menuntun (me·nun·tun) adalah membimbing dan menunjuk (mengarahkan) ke jalan yang benar. secara umum menuntun adalah mendampingi dan mengantar anak ke sebuah tujuan dengan bimbingan. sedangkan menurut Deswati, M.Pd dalam (https://www.gurusiana.id/) Menuntun dalam proses pendidikan yaitu, berkolaborasi dengan  anak, memberikan ruang berpikir kritis, anak melakukan refleksi dengan komunikasi yang kreatif dan inovatif.

Menuntun menurut pemikiran KHD dalam relevansi pembelajaran di kelas dan di sekolah adalah berkolaborasi dengan siswa, memberikan ruang berpikir kritis, siswa melakukan refleksi dengan komunikasi yang kreatif dan inovatif. “menuntun” dalam konteks sosial budaya berorientasi pada tiga semboyan KI Hadjar Dewantara. Yaitu dalam “Ing Ngarso Sung Tuladha” yang bermakna guru memberikan teladan  yang baik kepada peserta didik. Sebagai teladan harus senantiasa sadar terhadap pikiran, perkataan, dan tindakannya. “Ing Madya Mangun Karso” yaitu guru berperan   sebagai pelopor atau pemrakarsa. Artinya  guru bertindak sebagai pelopor mencetuskan ide-ide kepada muridnya. Guru di tengah memberikan motivasi, menggugah semangat, kemauan dan niat. “Tut wuri Handayani” artinya guru berupaya penuh memberi dorongan dan arahan kepada peserta didik.

B.   SISTEM AMONG

Sistem Among Ki Hadjar Dewantara merupakan metode yang sesuai untuk pendidikan karena merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Pendidikan sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi: Tut Wuri Handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarso sung tuladha. Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya.

C.   MAKNA MERDEKA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yakni (1) bebas dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya; (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; dan (3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa. Menurut Mabruri Pudyas Salim, Selain terkait dengan kebebasan sebuah bangsa, merdeka juga mengacu pada sikap mandiri, berdiri sendiri, dan tidak tergantung pada orang lain. Dengan kata lain, merdeka tidak hanya dapat melekat pada hal-hal seperti negara atau bangsa. Bahkan merdeka juga bisa menjadi atribut dari manusia. (https://www.liputan6.com/).

Apa yang dimaksud manusia merdeka menurut Ki Hajar Dewantara sangat terkait dengan konsep pendidikan yang diusung pahlawan pendidikan Indonesia ini. Pendidikan memiliki tujuan untuk mencetak generasi yang cerdas dan memiliki karakter yang berbudi. Asas kemerdekaan dalam pendidikan memiliki arti bahwa manusia merdeka adalah manusia yang telah diberi kebebasan oleh Tuhan yang Maha Esa untuk mengatur kehidupannya dengan tetap sejalan dengan aturan yang ada di masyarakat. Maka dari hal itu, diharapkan seorang peserta didik harus memiliki jiwa merdeka dalam artian merdeka secara lahir dan batin serta tenaganya.

D.   BERMAIN ADALAH BELAJAR

“Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedangkan merdekanya hidup batin itu terdapat dari Pendidikan.” (KHD. Prasarab #5 Kongres PPPKI ke-1, Surabaya, 31 Agustus 1928) “Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat)” – Ki Hajar Dewantara (Laman BP PAUD dan Dikmas NTT). Bermain merupakan kodrat anak yang sudah diberikan sejak ia lahir. menurut KHD, Permainan anak itulah pendidikan. Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, halaman 241).

Dalam hal ini pendidik harus memahami bahwa kodrat anak adalah bermain sehingga kegiatan pembelajaran bisa diintegrasikan dengan permainan-permainan yang menarik dan sesuai usianya atau sering disebut dengan belajar sambil bermain. Dengan memasukkan unsur-unsur permainan dalam pembelajaran maka diharapkan siswa akan senang dan tidak mudah bosan. Namun yang perlu digaris bawahi adalah permainan yang mendidik dan budaya tradisional daerah. Dengan menggunakan permainan-permainan tradisional yang ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan, juga mendidik dan mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.

E.   MENGHAMBA PADA ANAK

“Pokok pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu bapak karena hanya dua orang inilah yang dapat “berhamba pada sang anak” dengan semurni-murninya dan se-ikhlas-ikhlasnya sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas”.(KHD. Pendidikan halaman 382-Buku Kuning).

Pendidikan yang menghamba pada anak lebih menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu. minat dalam artian kesukaan anak pada mata pelajaran atau kegiatan tertentu, kebutuhan lebih kepada apa yang dibutuhkan anak pada saat itu guru harus memenuhinya, dan terakhir adalah kemampuan individu, yaitu apa yang seharusnya anak tersebut kuasai di usianya. Menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk membangun kebiasaan anak menjadi pembelajar sejati, selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan, suka dan senang membaca.

F.   BUDI PEKERTI

“Budi pekerti, watak, karakter adalah bersatunya atau perpaduan antara gerak, pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga/semangat” (KHD.1936. Dasar - Dasar Pendidikan, hal.6).

‘budi pekerti’ atau ‘watak’ diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu jiwa yang berlandaskan hukum kebatinan. Orang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti pada setiap manusia, sehingga dapat dengan mudah membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran perasaan-kemauan, sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga.

Dalam soal watak atau budi pekerti manusia, jangan dilupakan bahwa tiap-tiap manusia mendapat pengaruh dari yang menurunkan. Jadi, sama pula dengan menurunnya sifat-sifat jasmani dari tiap-tiap orang (sifatnya roman muka, rambutnya, warna kulitnya, pendek tingginya badan, dan lain-lain). Jangan dilupakan juga bahwa seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, pendidikan dan segala pengalaman tersebut berpengaruh besar pada tumbuhnya budi pekerti.

G.  BUKAN TABULA RASA

“ Anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa” Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar” (KHD. 1936. Dasar -  Dasar Pendidikan).

Teori ini mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik, agar kelak tampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi tebal, bahkan makin suram.

Cara-cara mendidik beragam banyaknya, akan tetapi pada dasarnya cara tersebut dapat dibagi seperti berikut:

1.    Memberi contoh (voorbeld);

2.    Pembiasaan (pakulinan, gewoontervorming)

3.    Pengajaran (wulang-wuruk, leering)

4.    Perintah, paksaan dan hukuman (regearing en tucht);

5.    Tindakan (laku, zelfberheersching, zelfdiscipline);

6.    Pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).

Untuk keperluan Pendidikan, umur anak didik dibagi menjadi 3 masa, masing-masing dari 7 atau 8 tahun (1 windu):  a) waktu pertama (1-7 tahun) dinamakan masa kanak kanak (kinder periode); b) waktu kedua (7-14 tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa pikiran (intillectueele periode); dan c) masa ketiga (14-21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi pekerti (sociale periode). Apabila alat-alat atau cara-cara Pendidikan di atas dihubungkan dengan umur anak-anak, maka berikut dapat disajikan penggunaan cara sesuai dengan umur tersebut: a) Masa kanak-kanak: cara no.1 dan no.2; b) Masa ke-2: cara no. 3 dan no. 4; c) Masa ke-3: cara no. 5 dan no.6.

H.   PETANI DAN GURU

…seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memeliharanya tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur yang mengganggu hidup tanaman dan lain sebagainya.” (KHD. 1936, Dasar  -Dasar Pendidikan, hal. 2).

Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. lahan di sini adalah sekolah atau tempat anak menimba ilmu Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam di sana. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur artinya sekolahnya baik dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan (fasilitas) yang baik maka biji jagung adalah bibit jagung yang kurang berkualitas dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta 'tangan dingin' pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal. kemanusiaan yang dapat atau tidak.

I.     METODE MONTESORI, FROBEL DAN TAMAN ANAK

Di Eropa, metode pengajaran dengan bermain juga diakui. Orang yang pertama mendidik anak dengan cara demikian ialah sang pujangga pendidik, Dr. Frobel. Selain itu, juga ada sang pujangg wanita, yakni Dr. Maria Montessori di kota Roma (Italia). Metode Frobel dan Montessori in mempunyai perbedaan yang cukup besar, tetapi ini yang dimiliki sebenarnya sama, yaitu mencari jalan lahir untuk mendidik batin. Dalam proses pembelajarannya, ternyata tidak hanya mengonsentrasikan pada pelajaran (latihan) Panca indra saja, tetapi permainan anak juga dimasukkan pada pembelajaran di sekolah sebagai kultur. Metode tersebut tidak bisa dibandingkan antara metode Frobel, Montessori dan Taman Siswa tentang pengaruh tenaga lahir pada batin seperti berikut:

1.    Montessori mementingkan pelajaran Panca indra, hingga ujung jari pun dihidupkan rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan Panca indra dan semua itu bersifat pelajaran. Anak diberi kemerdekaan dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan.

2.    Frobel juga menjadikan Panca indra sebagai konsentrasi pembelajarannya, tetapi yang diutamakan adalah permainan anak-anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran Panca indra juga diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak. Namun, dalam proses pembelajarannya anak masih diperintah.

3.    Taman Siswa bisa dikatakan memakai kedua metode tersebut, akan tetapi pelajaran Panca indra dan permainan akal itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu. Sebab, salam Taman Siswa terdapat kepercayaan bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala alat-alat yang bersifat mendidik si anak.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa tidak perlu mengadakan barang tiruan jika memang sudah mempunyai barang tersebut sendiri. Sebagai, barang tiruan tidak akan dapat menyamai barang yang murni seperti kepunyaan sendiri. Yang boleh di pakai sebagai alat penghidupan yaitu barang-barang yang tidak di miliki. Namun, waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat, yang dapat menambah kekayaan dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu. Maksudnya, disesuaikan dengan rasa dan keadaan hidup. Inilah yang dinamakan “menasionalisasikan”.

Penjelasan singkat tentang permainan anak sebagai alat pendidikan dan juga tentang asas-asasnya ‘Taman Anak’ dalam Taman Siswa yang disesuaikan dengan metode Montessori dan Frobel tersebut bertujuan agar kaum pendidik dan ibu-ibu dapat mengadakan metode sendiri yang selaras dengan kehidupan bangsa.

J.    FILOSOFI DAN PRINSIP

Kaitan filosofi dan prinsip pendidikan yang memerdekakan dengan tujuan pendidikan untuk membentuk profil Pelajar Pancasila, Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. (profil-pelajar-pancasila @ ditpsd. kemdikbud .go.id, n.d.). Profil Pelajar Pancasila yang di dalamnya berisi karakter-karakter yang merujuk pada Pancasila, memberikan implikasi terhadap ketahanan pribadi siswa, Profil Pelajar Pancasila ini mengarahkan siswa menjadi pribadi yang berkarakter sesuai dengan Pancasila yang terangkum dalam sebuah Profil Pelajar Pancasila. (Rusnaini, Raharjo, Suryaningsih, & Noventari, 2021).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...