Terdapat penjelasan yang perlu digarisbawahi mengenai teori belajar Thorndike, yaitu: 1) Belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba; 2) proses pembeajaran akan menghasilkan sebuah keterampilan yang harus diasah; 3) pembelajaran yang akan memberikan dampak positif akan memotivasi siswa untuk belajar lagi.
Oleh: Faisal Azmi Bakhtiar, M.Pd. Gr.
Sebelum membahas tentang teori belajar dari Thorndike, sangat penting untuk mengenal siapa tokoh yang memunculkan teori tersebut. Edward Lee "Ted" Thorndike (31 Agustus 1874 - 9 Agustus 1949) adalah seorang Psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh kariernya di Teachers College, Columbia University. Karyanya di bidang Psikologi Perbandingan dan proses pembelajaran membuahkan teori koneksionisme dan membantu meletakkan dasar ilmiah untuk psikologi pendidikan modern.
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edwar L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Thorndike belajar belajar pada hewan (biasanya kucing). Dia menyusun eksperimen klasik di mana dia menggunakan kotak puzzle (lihat gambar 1) untuk menguji secara empiris hukum pembelajaran.
Gambar 1: Edward Lee Thorndike
Sumber: Wikipedia
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edwar L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Thorndike belajar belajar pada hewan (biasanya kucing). Dia menyusun eksperimen klasik di mana dia menggunakan kotak puzzle (lihat gambar 1) untuk menguji secara empiris hukum pembelajaran.
Gambar 2: Grafik sederhana dari hasil percobaan kotak puzzle.
Berdasarkan eksperiman mengenai perilaku belajar hewan tersebut kemudian Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”.3 Terdapat dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar pada seekor kucing. Jika diterpkan pada manusia, hal yang sangat vital agar manusia tersebut dapat belajar adalah dengan melihat teori kebutuhan dari Abraham Maslow. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Tingkatan dari kebutuhan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3: Teori kebutuhan Maslow
Gambar di atas menunjukan urutan individu dalam memuaskan kebutuhan dari tingkat paling bawah menuju tingkat yang paling atas. Dapat diartikan jika individu tersebut sudah terpenuhi kebutuhan tingkat dasar maka individu akan memenuhi kebutuhan pada tingkat berikutnya, kegiatan tersebut akan terus berlasung sampai pada tingkatan puncak dan akan perlungsung seumur hidup. Kelima kebutuhan tersebut dapat disebut sebagai bagian vital agar seorang individu berusaha untuk belajar dan terus belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut. Seorang individu yang berusaha untuk memuaskan kebutuhan hidupnya sesuai teori Maslow akan berusaha belajar baik secara mandiri maupun kelompok baik lewat study maupun pengalaman. Seseorang individu akan terus belajar agar semua kebutuhan tercapai secara pertahap. Manusia akan memiliki lebih besar motivasi untuk belajar karena memiliki lebih banyak kebutuhan ketimbang makhluk lain di dunia ini.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap respon menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut: S → R → S1 → R1 → dst.
Gambar 4: Cat in Puzzle Box
Sumber : https://id.pinterest.com/anoree74/
Hasil percobaan yang dilakukan oleh Edward Lee Thorndike terhadap kucing dan Puzzle Box mendapatkan teori sebagai acuan untuk melihat tingkah laku individu dalam belajar. Adapun dari hasil percobaan Thorndike maka dikenal 3 hukum pokok, yaitu :
- Hukum kesiapan (law of readiness) Hukum utama pembelajaran pertama, menurutnya, adalah 'Hukum atau Kesiapan' atau 'Tendensi Tindakan Hukum', yang berarti bahwa pembelajaran terjadi ketika kecenderungan tindakan 'timbul melalui penyesuaian persiapan, pengaturan atau sikap. Kesiapan berarti persiapan untuk bertindak. Jika seseorang tidak siap untuk belajar, belajar tidak dapat secara otomatis ditanamkan dalam dirinya, misalnya, kecuali juru ketik, untuk belajar mengetik mempersiapkan dirinya untuk memulai, ia tidak akan membuat banyak kemajuan dalam cara yang lesu dan tidak siap.8
- Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) Law of Use: Jika ada tindakan yang diulangi oleh suatu organisme dalam kondisi tertentu, pembelajaran terjadi; b) Law of Disuse: Jika tindakan tidak diulangi oleh suatu organisme, tidak akan ada pembelajaran.
- Hukum akibat (law of effect) yaitu tanggapan yang menghasilkan efek memuaskan dalam situasi tertentu menjadi lebih mungkin terjadi lagi dalam situasi itu, dan tanggapan yang menghasilkan efek yang tidak menyenangkan menjadi lebih kecil kemungkinannya terjadi lagi dalam situasi itu (Gray, 2011, hal 108-109).
- Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response), Individu diawali dengan proses trial and error yang menunjukkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
- Hukum sikap (law of attitude), Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
- Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element), Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
- Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy), Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer akan semakin mudah.
- Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting), Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar