Jumat, 09 Oktober 2020

ARGUMEN PASAL BERMASALAH TENTANG KETENAGAKERJAAN DI RUU CIPTA KERJA

Dimuat dari website tirto.id yang berjudul Daftar Pasal Bermasalah dan Kontroversi Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Yang ditulis oleh Yuanita Debora dan di publish pada tanggal 05 Oktober 2020.

 

 

UU Cipta Kerja Kontroversi 1

UU Cipta Kerja menambahkan pasal 77A yang memungkinkan peningkatan waktu kerja lembur untuk sektor tertentu. Pasal ini akan berdampak pada Pengusaha yang dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.

Faktanya:

Pasal 77 ayat (2) berbunyi: Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu.

Pasal 77A ayat (1) berbunyi: Pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.

Perlu diperhatikan Pasal 77A ayat (2) yang berbunyi: Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan skema periode kerja.

Skema periode kerja dimuat dalam Pasal 77A Ayat (3) yang berbunyi: Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu serta skema periode kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Artinya pengusaha tidak dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan tanpa dasar. Pengusaha harus memperhatikan jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu serta skema periode kerja yang diatur oleh Peraturan Pemerintah. UU Cipta Kerja juga menjelaskan maksud dari sektor usaha tertentu.  Yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan tertentu dalam ayat ini misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan.

 

UU Cipta Kerja Kontroversi 2

Pasal 88C RUU Cipta Kerja juga menambahkan pasal 88C yang menghapuskan upah minimum kota/kabupaten (UMK) sebagai dasar upah minimum kerja. Hal tersebut akan berdampak pemerataan upah minimun di semua daerah tanpa memperhatikan harga kebutuhan di tiap daerah.

Faktanya:

Dalam undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003 tentang upah minimum ditetapkan oleh gubernur.

Pasal 89 UU Ketenagakerjaan tahun 2003

1)    Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  88  ayat (3)   huruf  a   dapat  terdiri atas :

a.    upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b.    upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

2)    Upah  minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada   pencapaian kebutuhan hidup layak.

3)    Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

4)    Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Sedangkan Pasal 88C UU Cipta kerja berbunyi:

(1)  Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.

(2)  Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi. 

Yang perlu diperhatikan adalah Pasal 88D Cipta Kerja yang berbunyi:

(1)  Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum sebagai berikut: UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt).

(2)  Untuk pertama kali setelah berlakunya UndangUndang tentang Cipta Kerja, UMt sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan terkait pengupahan.

(3)  Data yang digunakan untuk menghitung upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Perhatikan juga pasal Pasal 92A UU Cipta Kerja yang berbunyi:

Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

UU Cipta Kerja menjelaskan maksud dari jaring pengaman, formula perhitungan upah minimum, dan maksud peninjauan terkait pengupahan, yang berbunyi:

Pasal 88C, Yang dimaksud dengan “jaring pengaman” adalah batas upah terendah yang wajib dibayar pengusaha kepada pekerja/buruh.

Pasal 88D,   UMt+1 yaitu upah minimum yang akan ditetapkan. UMt yaitu upah minimum tahun berjalan. %PEt yaitu besaran pertumbuhan Produk Domestik Bruto wilayah provinsi.

Pasal 92A,   Peninjauan upah dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi  kerja, perkembangan, dan  kemampuan perusahaan.

Kurang tepat jika UU Cipta Kerja bermaksud untuk memeratakan Upah Minimum secara nasional mengingat terdapat formula dan peninjauan upah yang tentunya disesuaikan dengan masing-masing provinsi.

 

UU Cipta Kerja Kontroversi 3

Pasal 88D Cipta Kerja, tingkat inflasi dan biaya hidup tidak lagi menjadi pertimbangan dalam menetapkan upah minimum.

Faktanya:

Dalam UU Cipta kerja pasal 88 ayat 1) dan 2) menyebutkan bahwa:

1)    Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2)    Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3)    Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a.  upah minimum; b.  struktur dan skala upah; c.  upah kerja lembur; d.  upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; e.  bentuk dan cara pembayaran upah; f.  hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan g.  upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Pada UU Cipta Kerja Pasal 88A Ayat 3) dan 4) berbunyi:

3)    Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan.

4)    Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam UU Cipta kerja Pasal 88D ayat 1) dan 2) menyebutkan bahwa:

1)    Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum.

2)    Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

Dari ayat di atas jelas upah minimum disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak dan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, artinya inflasi atau perkembangan ekonomi dan kebutuhan hidup sebagai kriteria menentukan upah masih ada dalam UU Cipta kerja.

 

 UU Cipta Kerja Kontroversi 4

Pasal 91 dalam UU Ketenagakerjaan dihapus yang memuat tentang kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja dengan gaji yang sesuai dengan standar upah minimum dalam peraturan perundang-undangan.

Faktanya:

Memang pasal 91 dihapus dalam UU Cipta kerja, namun isinya termuat dalam pasal UU Cipta Kerja Pasal 88E, yaitu:

(1)  Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan.

(2)  Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Artinya para pengusaha memiliki kewajiban memberikan upah dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang sudah dirancang oleh pemerintah. Dan pemerintah merancang berdasarkan perkembangan ekonomi dan kebutuhan hidup.


UU Cipta Kerja Kontroversi 5

Pasal 93 yang memuat tentang upah ketentuan cuti dan perizinan dalam UU ketenagakerjaan tahun 2003 diubah dan menghapus cuti khusus dan perizinan.

Faktanya:

Memang Pasal 93 di ayat 2 UU Cipta Kerja tidak membahas mendetail tentang cuti dan perizinan yang mendapatkan upah, di situ tertulis:

(1)  Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila:

a.    pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan;

b.    pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya dan telah mendapatkan persetujuan pengusaha;

c.    pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan  tetapi pengusaha tidak  mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha  sendiri atau halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; atau

d.    pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.

(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bisa dibilang UU Cipta Kerja di Pasal 93 ayat 2 disederhanakan isinya. Yang perlu diperhatikan adalah Pasal 93 UU Cipta kerja ayat 3, disitu menyebutkan bahwa  Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Artinya dalam Peraturan Pemerintah sudah dijabarkan mendetail tentang cuti dan perizinan yang berhak mendapatkan upah yang dijelaskan di pasal 93 ayat 2 UU cipta kerja. Lihat di PP RI No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan Pasal 24.

 

Sumber Gambar: 

  • https://jakselnews.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-61808203/beredar-di-masyarakat-ini-12-hoaks-soal-uu-cipta-kerja-dan-faktanya

Sumber Data:

  • tirto.id yang berjudul Daftar Pasal Bermasalah dan Kontroversi Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Yang ditulis oleh Yuanita Debora dan di publish pada tanggal 05 Oktober 2020.
  • UU Cipta Kerja Final
  • UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003
  • PP RI No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...