Bidang kajian filsafat meliputi Ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga kajian ini merupakan dasar untuk memperoleh pengetahuan. Untuk lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut.
Chapter 01
ILMU DAN FILSAFAT: STRUKTUR ILMU
By:
Fitria Rosmi, S.Pd dan Deddy Mulyono. S.Pd
Bidang Kajian Filsafat
Ontologi
Ontologi merupakan salah satu diantara
lapangang-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal pemikiran
barat sudah menunjukan munculnya perenungan dibidang ontologi. Yang tertua
diantara segenap filsuf Barat yang kita kenal ialah orang Yunani yang bijak dan
arif yang bernama Thales, atas perenungannya terhadap air yang terdapat
dimana-mana, ia sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan subtansi terdalam
yang merupakan asal mula dari segala sesuatu.
Kebenaran yang ada, the being, menjadi
masalah ontologi. Filsafat metafisika membahas the being. Filsafat empirisme
membahas tentang being pula. Obyek formal ontologi adalah hakekat realitas.
Bagi pendekatan kuantitatif matematik realitas tampil dalam kuantitas atau
jumlah telaahannya akan menjadi monisme, paralelisme, atau prilarisme. Bagi
pendekatan kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,
idealisme, naturalisme, atau phylomorphisme. Yang penting bagi kita
sesungguhnya bukanlah ajaran-ajarannya yang mengataka iar itu itulah asal mula
segala sesuatu, melainkan pendirianya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari
satu subtansi belaka. Thales merupakan orang pertama yang berpendirian sangat
berbeda ditengah-tengah pandangan umum yang berlaku saat itu. Ontologi terbagi
atas: Ontologi bersahaja, ontologi kuantitatif dan kualitatif, dan ontologi monistik.
Adapun istilah-istilah dalam bidang ontologi yaitu: yang-ada (being), kenyataan (reality), eksistensi (existane),
perubahan (change), tunggal (one), dan jamak (many).
Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” berarti perkataan, pikiran atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal
dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan.
Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang
mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya,
dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi berupaya mencari kebenaran (truth)
berdasarkan fakta. Kebenaran
dibangun dengan logika dan diketahui dengan uji coba konfirmasi tentang data
yang dihimpun. Epistemologi berupaya menghimpun empiri yang relevan untuk
dibangun secara rasional menjadi kebenaran ilmu.
Epistemologi sering juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan
konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain
sebagainya. Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada
epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan
epistemoogi adalah
D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang
memiliki pengetahuan.
M. Arifin merinci ruang lingkup
epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad
merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan
sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi
mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa
sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita
ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat
menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara
ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat.
Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk
menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu. Dalam pembahasa-pembahsan
epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar
dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan
epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek
lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa
seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi
asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan
Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang
membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru
diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat
perhatian yang layak. Namun penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi
memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali
sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin
mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya
memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi
epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen
yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
Aksiologi
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan. di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan
dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti: ekonomi, estetika, etika,
filsafat, agama dan epistemologi. Epistemologi bersangkutan dengan masalah
kebenaran. Etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (dalam arti kesusilaan)
dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.
Kebenaran aksiologi adalah kebenaran
the right. aksiologi membangun kebenaran dalam makna the right or the wrong.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah
istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau
wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John
Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu
sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah
sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut
masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap
tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral
suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
malahan menimbulkan bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar