Seiring berjalannya waktu, filsafat berkembang menjadi beberapa cabang yaitu epsitemologi, metafisika, logika, etika, estetika, filsafat ilmu, jalinan ilmu antara filsafat dengan agama. Dapat dijabarkan cabang dari filsafat sebagai berikut:
Chapter 01
ILMU DAN FILSAFAT: STRUKTUR ILMU
By:
Fitria Rosmi, S.Pd dan Deddy Mulyono. S.Pd
Cabang-cabang Filsafat
Istilah epistemologi berasal dari dua
buah kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan, dan
logos yang berarti kata, pikiran, dan ilmu. Jadi epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas pengetahuan. Dalam hal ini, yang dibahas asal mula,
bentuk atau struktur, validitas, dan metodologi, yang secara bersama-sama
membentuk pengetahuan manusia, adapun permasalahan yang berkaitan dengan pokok
bahasan tersebut berupa pertanyaan yang mendasar "apakah sumber dan dasar
pengetahuan?" "apakah
pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti?". Sebagai contoh, kita
mengetahui sesuatu, berarti kita memiliki pengetahuan tentang sesuatu itu. Kita
adalah subjek, dan sesuatu itu adalah objek dari pengetahuan. Manusia tidak
dapat mengetahui semua aspek dan objek karena keterbatasan kemampuannya.
Socrates pernah berkata bahwa apa yang saya ketahui adalah bahwa saya tidak
mengetahui apa-apa. Hal ini menegaskan bahwa ada pengetahuan yang pasti.
Metafisika
Istilah ini juga berasal dari Yunani
yaitu kata metaphysika yang artinya "setelah fisika". Cabang filsafat
ini diperkenalkan oleh Andronikos dan Rhodes dari kumpulan buku-buku yang
ditulis oleh Aristoteles tentang hakikat benda-benda yang kita lihat pada dunia
nyata ini. Oleh Andronikos kumpulan tulisan itu ditempatkan setelah kumpulan
tulisan tentang fisika. Metafisika dibagi dalam metafisika umum dan metafisika
khusus. Metafisika umum juga sering disebut ontologi. Secara umum dapat
dikatakan bahwa metafisika adalah cabang atau bagian filsafat yang membahas
seluruh realitas atau segala sesuatu yang ada secara komprehensif.
Logika
Logika adalah cabang atau bagian
filsafat yang menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, sturan-aturan
formal dan prosedur-prosedur normatif, serta kriteria yang sahih bagi penalaran
dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional (Rapar, 1996). Sebagai ilmu, logika berasal dari pandangan Aristoteles
meski ia tidak menyebutnya logika tetapi filsafat analitika. Istilah logika
digunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) dari kata logikos dan
kata ini berasal dari kata logos yang artinya yaitu akal atau pikiran,
sedangkan logikos mempunyai arti sesuatu yang diutarakan dengan akal.
Etika
Etika seringkali dinamakan filsafat
moral karena cabang filsafat ini membahas baik dan buruk tingkah laku manusia,
jadi dalam filsafat ini manusia dipandang dari segi perilakunya. Dapat pula
dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat. Jadi dalam filsafat ini
manusia juga dipandang dari segi peranannya sebagai anggota masyarakat. Pada
hakikatnya, nilai tindakan manusia terikat pada tempat dan waktu , di samping
itu baik dan buruknya perilaku manusia ditentukan oleh sudut pandang
masyarakat. Sebagai contoh, perilaku yang dianggap wajar dalam suatu masyarakat
di daerah tertentu dapat dianggap kurang oleh kalangan masyarakat di daerah
lain.
Estetika
Seni dan keindahan merupakan persoalan
yang ditelaah oleh cabang filsafat estetika ini. Adapun yang ditelaah atau
dibahas mengenai keindahan ialah kaidah maupun sifat hakiki dan keindahan; cara
menguji ke indahan dengan perasaan dan pikiran manusia; penilaian dan apresiasi
terhadap keindahan. Meskipun pada dasarnya estetika sudah di telaah sejak 2500
tahun yang lalu di berbagai daerah seperti Babilonia, Mesir, India, Cina dan
Yunani, istilah estetika sendiri baru di kemukakan oleh Baungarten seorang
filsuf jerman pada tahun 1750.
Plato mengemukakan pendapatnya bahwa
seni adalah keterampilan memproduksi sesuatu. Jadi apa yang disebut hasil seni
adalah suatu tiruan. Dikemukakan sebagai contoh bahwa lukisan tentang suatu
pemandangan alam sesungguhnya adalah tiruan dari pemandangan alam yang pernah
dilihat oleh pelukisnya. Aristoteles sependapat dengan Plato tetapi ia
mengangggap bahwa seni itu penting karena seni berpengaruh besar bagi kehidupan
manusia sedangkan Plato berpendapat bahwa seni itu tidak penting meskipun
karya-karya yang berupa tulisan hingga sekarang dinyatakan orang sebagai karya
seni sastra yang terkenal. Sebagai cabang filsafat, estetika mengalami
perkembangan dari jaman Yunani kuno, jaman Romawi, abad pertengahan hingga abad
ke 20. Bisa dikatakan bahwa setiap periode sejarah dan masyarakat menampilkan
pemikiran tentang estetikanya sendiri. Ahli estetika islam yang terkenal ialah
Abu Nasr al Farabi yang membahas terutama mengenai estetika di bidang musik,
karena selain filsuf dan ahli ilmu kealaman dia juga seorang ahli musik.
Filsafat
Ilmu
Filsafat ilmu kadang disebut sebagai
filsafat khusus yaitu cabang filsafat yang membahas hakikat ilmu, penerapan
berbagai metode filsafat dalam upaya mencari akar persoalan dan menemukan asas
realitas yang dipersoalkan oleh bidang ilmu tersebut untuk mendapatkan
kejelasan yang lebih pasti. Dengan demikian, penyelesaian masalah ilmunya
menjadi lebih terarah. Jadi sesungguhnya setiap disiplin ilmu memiliki filsafat
ilmunya sendiri misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah,
filsafat bahasa, filsafat ilmu kealaman, dan filsafat matematika.
Jalinan
ilmu, Filsafat dan Agama
Filsafat dibangun berbasis hal-hal
yang konkrit yang ada secara material dan yang ada secara ide menyeluruh.
Filsafat berusaha menjawab segala keberadaan yang tidak terbatas berdasarkan
daya nalar manusia yang terbatas. Ilmu dibangun berbasis hal-hal yang konkrit
yang ada secara material dan yang ada secara ide secara parsial. Ilmu
menjelaskan secara kritis-dialektis berdasar sebab akibat keberadaan secara
parsial yang bisa diobservasi dan dinalar. Religi atau agama dibangun berbasis
hal-hal yang konkrit yang ada secara material yang ada secara ide parsial.
Religi menjelaskan keyakinan benar-salah atas sebab akibat keberadaan secara
parsial yang bisa diobservasi dan bisa dinalar.
Ilmu berdasarkan pemikiran filsafat,
(ilmu pengetahuan) digolongkan menjadi dua golongan yaitu: ilmu pengetahuan
real dan ilmu pengetahuan formal. terbentuknya ilmu pengetahuan real dimuali
dari observasi fakta atau kenyataan obyektif. Ilmu pengetahuan formal
mempelajari struktur-struktur tertentu yang tidak berdasarkan inderawi tetapi
berdasarkan kemampuan kerja otak. Filsafat memahami dan menghayati unsur-unsur
ilmu, religi dan agama. ia berusaha memberi penjelasan yang kritis, dialektis
dan radikal terhadap aspek-aspek religi. Dalam manusia berilmu atau ilmuan
dijelaksn secara rasional dalam batasan wilayah ilmu, dimana manusia harus
berfikir empiris dan rasional. bukan dalam batasan wilayah religi. Agama
merupakan pengetahuan dari wahyu yang disajikan dalam kitab suci. Wahyu itu
dari Tuhan diturunkan kepada manusia melalui Nabi. Pengetahuan itu dipercayai
kebenarannya oleh para penganut atau pengikut agama, karena nabi adalah
orang-orang yang jujur, berjuang untuk kaumnya dan keberadaannya nabi
dinyatakan oleh Wahyu (kitab suci) sebagai utusan Tuhan. Agama menunjukan
hubungan manusia dengan sumber keberadaannya atau dengan penciptanya. Setiap
manusia yang mengakui Tuhan sebagai pencipta alam semesta atau pencipta segala
sesuatu yang ada atau disebut manusia agamis. Maka agama hakikatnya adalah
kesadaran manusia terhadap eksistensinya dan Tuhannya, kesadaran yang demikian
ini disebut kesadaran agamis. Asas pokok adanya agama adalah iman yaitu percaya
dan yakin bahwa semesta alam diciptakan oleh Sang Pencipta. Manusia yang agamis
adalah manusia yang percaya kepada Tuhannya. Unsur agama yang lainya ialah
bahwa ia tidak terbatas dengan waktu, jadi agama itu kekal.
Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu,
filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan terhadap
pandangan bahwa satu sama lain merupakan ‘sesuatu’ yang terpisah; di mana ilmu
lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat
keyakinan. Menurut Muhammad Iqbal dalam Recontruction of Religious Thought in
Islam sebagaimana dikutip Asif Iqbal Khan (2002), “Agama bukan hanya usaha
untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi”. Bagi
Iqbal, agama dalam bentuk yang lebih modern, letaknya lebih tinggi dibandingkan
puisi. Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada
realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia. Agama memperbesar
klaimnya dan memegang prospek yang merupakan visi langsung realitas. (Asif
Iqbal Khan, 2002: 15)
Menurut Asif (2002: 16), sekalipun
diekspresikan dalam jargon filsafat kontemporer, tetapi mempunyai tujuan yang
sama dengan para ilmuwan Islam pada abad pertengahan yaitu menyeimbangkan agama
di satu pihak dengan ilmu pengetahuan modern dan filsafat utama sebagaimana
tertuang dalam pendahuluan buku rekonstruksinya, yaitu “untuk merekonstruksi
filsafat religious Islam sehubungan dengan tradisi filsafat Islam dan
perkembangan lebih lanjut berbagai bidang ilmu pengetahuan manusia”. Iqbal
menegaskan dengan optimis, “waktunya sudah dekat bagi agama dan ilmu
pengetahuan untuk membentuk suatu harmoni yang tidak saling mencurigai satu
sama lain”.
Untuk lebih adilnya dalam menilai
hubungan ketiganya, patut dicermati pandangan Endang Saifuddin Anshari (Ilmu,
Filsafat dan Agama, 1979) yang menyebutkan di samping adanya titik persamaan,
juga adanya titik perbedaan dan titik singgung. Baik ilmu maupun filsafat atau
agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu
kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang
alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran,
baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan
karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. (Endang Saifuddin
Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979: 169). Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari
sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede,
vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu
pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research),
pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara
mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral serta
universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh ikatan
tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran
positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan kebenaran filsafat adalah
kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan
eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi
(relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama
adalah wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha
Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi
atau tidak percaya.
Sedangkan agama dimulai dengan sikap
percaya dan iman. Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin
tidak dapat dijawab oleh masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah
satunya. Gambarannya, ada perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan
atau spekulatifnya akal, maka keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula
dengan agama, sekalipun agama banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada
persoalan-persoalan manusia yang tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi,
mungkin dapat menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar