Obyek filsafat ialah gejala/ peristiwa
alam dan sosial atau segala sesuatu yang ada didunia. yang ada di dunia ialah
alam dan manusia. Interaksi manusia dengan alam mengakibatkan manusia berpikir
tentang alam kemudian melahirkan pengetahuan, teori, dan ilmu manusia. Obyek
filsafat direfleksi secara keseluruhan, ia memikirkan dan mendiskusikan gejala/
peristiwa: Alam, social dan hasil pemikiran itu sendiri.
Chapter 01
ILMU DAN FILSAFAT: STRUKTUR ILMU
By:
Fitria Rosmi, S.Pd dan Deddy Mulyono. S.Pd
Obyek Studi dan Metode Filsafat
Secara keseluruhan ia merupakan cara
berpikir yang mempertanyakan segala yang ada (kritis), menyeluruh, saling
hubungan, konflik, perubahan, dan perkembangan serta mengupas segala sesuatu
sedalam-dalamnya sampai pada keakar-akarnya. Dialektik berarti semua obyek
adalah saling hubungan satu dengan yang lainnya, kontradiksi, berubah, dan
berkembang. Adapun obyek filsafat yakni dapat diuraikan dalam bentuk gambar
dibawah ini:
Berdasarkan gambar diatas, filsafat merupakan induk ilmu
pengetahuan karena membahas tentang apa itu secara keseluruhan dan parsial.
Pemikiran alam dan sosial secara keseluruhan bertumpu pada saling hubungan
unsur-unsur alam dan sosial yang menghasilkan hukum kontradiksi sebagai dasar
perubahan dan perkembangan alam dan sosial itu sendiri. Sedangkan pemikiran
alam dan sosial secara parsial itu bertumpu pada sebab-akibat, bentuk isi,
gejala hakikat, yang menghasilkan teori dan ilmu alam serta sossial. Ilmu
tersebut menjadi pedoman untuk mengelola lingkungan untuk kesejahteraan umat
manusia. Aktivitas yang demikian itu dikemas dalam dunia pendidikan formal dan
prosesnya adalah memaduka ilmu dengan praktek agar ilmu tersebut tidak statis. Salah
satu tugas dunia formal adalah mengembangkan ilmu berdasarkan perkembangan
praktek. Tanpa dipraktekan ilmu itu akan menjadi barang dagangan kaum ilmuan di
“menara gading” sekolah dan universitas.
Metode berasal dari bahasa Yunani methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau
mengusut, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar
kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan
suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan
sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang
merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan
menjamin kebenaran yang diraih. Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan
harus mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan
itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu
metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan.
Filsafat pun memiliki metode sendiri,
namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode
tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini.
Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat
banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai
sekarang ini.
1.
Metode
Zeno : Reductio ad Absurdum
Zeno adalah seorang murid
Parmenides yang termasyhur, yang terkenal sebagai filsuf metafisika Barat yang
pertama. Sejak usia muda, ia telah menulis banyak buku yang terkenal, tetapi sayangnya
semua telah hilang. Kemayshurannya bukan hanya diakui oleh Plato, melainkan
juga oleh Aristoteles, murid Plato yang hidup sekitar seratus tahun sesudah
Zeno. Memang Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil
mengembangkan metode untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan
premis-premis lawan, yang caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu
kontradiksi sehingga konklusinya pun menjadi mustahil ( reduction ad absurdum
).
Zeno sependapat dengan
Parmenides yang mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya di alam semesta ini
hanya satu. Untuk mempertahankan monisme dari serangan plularisme, dengan
metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik
yang terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui
adanya suatu jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di
antara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa
orang dapat berjalan dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat
dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang menyatakan bahwa ada banyak
titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas
bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.
Parmenides juga pernah
mengatakan bawha tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak
berada dalama ada yang lain karena yang ada senantiasa mengisi seluruh tempat.
Parmenides pun pernah mengatakan bahwa jika ruang kosong itu tidak ada, berarti
bahwa gerak pun tidak ada. Untuk membuktikan kebenaran ajaran gurunya itu, Zeno
mengemukakan empat contoh sebagai berikut :
a. Dikotomi
paradox.
b. Akhilles,
si juara lari.
c. Anak
Panah.
d. Benda
yang bergerak bertentangan.
Metode Zeno member nilai
abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun pernyataam yang melahirkan
pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang dikembangkan oleh Zeno sangat
berguna dalam suatu perdebatan karena dengan metode itu ia telah member dasar
yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang rasional dan logis. Zeno juga
dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik, dalam arti
mencari kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
2.
Metode
Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
Sokrates ( 470-399 SM )
hanya dikenal lewat berbagai karya tulis murid-muridnya, yakni Aristophanes,
Xenophon, Plato dan karya tulis murid Plato, Aristoteles. Ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan Sokrates yang ditampilkan oleh keempat orang itu pun tak
begitu jelas dan tidak lengkap. Saat ini, pada umumnya para ahli menggunakan
keempat sumber yang tersedia itu, namun ada kesepakatan bersama yang menunjukan
bahwa pemikiran-pemikiran Sokrates hampir lengkap ditemukan lewat berbagai
karya tulis Plato, teristimewa dalam dialog-dialog yang pertama, yang disebut
dialog-dialog Sokratik. Lewat berbagai karya tulis Plato, yang terlihat jelas
ialah bahwa pemikiran-pemikiran Sokrates terpusat kepada manusia. Dengan kata
lain, manusia menjadi titik perhatian paling utama dalam filsafat Sokrates.
Bagi Sokrates, kebenaran
objektif yang hendak digapai bukanlah semata-mata untuk membangun suatu ilmu
pengetahuan teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih kebajikan karena,
menurut Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan itu
harus tampak lewat tingkah laku manusianyang pantas, yang baik dan terpuji.
Untuk menggapai kebenaran objektif itu, Sokrates menggunakan suatu metode yang
dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.Sokrates begitu
yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap
orang sejak masa praeksistensinya.
Karena itu, Sokrates tidak
pernah mengajar tentang kebenaran itu, melainkan berupaya untuk menolong untuk
mengungkapkan apa yang memang ada dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates
merasa terpanggil utnuk melakukan tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah
bidan), maka cara yang digunakannya pun disebutnya maieutika tekne (teknik
kebidanan).
Sokrates mempraktekan teknik kebidanan itu lewat
percakapan. Lewat percakapan demikian itulah ia melihat dengan jelas adanya
kebenaran-kebenaran individual yang ternyata bersifat universal. Dengan
demikian, ia telah memperkokoh dasar berpikir induktif yang kemudian akan
dikembangkan oleh para pemikir lainnya. Lewat dialog-dialog kritis , Sokrates
menggiting orang untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Karena Sokrates
selalu mengajak orang untuk bercakap-cakap, metode yang digunakannya disebut
metode dialektik.
3.
Metode
Plato : Deduktif Spekulatif Transendental
Plato memusatkan
perhatiannya pada pada bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu
pengetahuan. Dari berbagai ilmu pengetahuan yang diminatinya itu, eksaktalah
bidang ilmu yang memperoleh tempat istimewa. Pada umumnya para ahli membagi
dialog-dialog Plato ke dalam tiga periode :
a. periode
dialog-dialog awal, disebut juga sebagai oeriode penyelidikan (inquiry).
b. periode
dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode spekulasi/pemikiran (speculation).
c. periode
dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme, penilaian dan
aplikasi (critism, appraisal, and
application).
Inti dan dasar dari seluruh
filsafat Plato ialah ajaran-ajaran tentang ide-ide. Plato percaya bahwa ide
yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata daripada objek-objek material yang
terlihat oleh mata. Hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan
abadi. Dunia indrawi adalah suatu realitas yang tetap dan berubah-ubah, dan
itulah yang dialami manusia hinc et nunc.
Apa yang disebut
pengetahuan sebenarnya hanya merupakan ingatan terhadap apa yang telah
diketahuinya di dunia ide-konon sebelum berada di dunia indrawi, manusia pernah
berdiam di dunia ide. Jelas bahwa dunia ide itu berada di luar pengalaman
manusia di dunia, mengatasi realitas yang tampak, dan keberadaannya terlepas
dari dunia indrawi. Karena itu, system pemikiran Plato bersifat transcendental.
Karena itu pula, secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa metode filsafat Plato
adalah metode deduktif spekulatif transcendental.
4.
Metode
Aristoteles: Silogistis Deduktif
Aristoteles mengatakan
bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi
memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu disebut metode
induktif dan metode deduktif. Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat
umum dari hal-hal khusus. Deduktif adalah cara menarik konklusi yang bertolak
dari sifat umum ke khusus. Baik deduksi maupun induksi, keduanya dipaparkan
oleh Aristoteles di dalam logika.
Sebenarnya istilah logika
tidak pernah dikemukakan oleh Aristoteles. Untuk meneliti berbagai argumentasi
yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, ia memakai istilah
analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari
proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, ia memakai istilah dialektika.
Istilah logika diperkenalkan oleh Alexander Aphrodisias pada awal abad ke-3 SM.
Inti logika adalah
silogisme. Silogisme merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk menarik
konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi Aristoteles,
metode deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi mencapai
kebenaran dan pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal sebagai metode
silogistis deduktif.
5.
Metode
Plotinos : Kontemplatif-Mistis
Plotinos merupaka filsuf
neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato, khususnya mengenai
ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat Plato. Karena Plotinos
menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan dasar-dasar pemikiran Plato,
filsafat Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi tidak berarti ia hanya
mempelajari filsafat Plato, ia mempelajari berbagai filsafat lainnya. Filsafat
Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang mendahuluinya walaupun
memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat dominan.
Ide kebaikan atau yang
sangat baik, selaku ide tertinggi bagi Plato, oleh Platinos disebut ‘to hen’
atau yang esa/the one. Yang esa itu adalah yang awal atau yang pertama, yang
paling baik, paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa itu adalah pusat daya dan
kekuatan. Seluruh realitas merupakan pancaran dari yang esa. Proses yang
mengalir keluar disebut emanasi. Walaupun emanasi terjadi, tetapi yang esa itu
tidak pernah berkurang atau berubah.
Dalam proses emanasi, yang
pertama kali keluar merupakan ‘nous’. Nous sangat sulit diterjemahkan. Ada yang
menerjemahkannya dengan budi, akal, dan juga roh. Nous itu berada paling dekat
dengan ‘to hen’. Nous merupakan gambaran atau baying-bayang dari ‘to
hen’.Kemudian dari nous, keluar yang Platinos sebut ‘psykhe’ atau jiwa. Psykhe
merupakan sesuatu yang memiliki tingkat lebih rendah daripada nous. Psykhe
berada di antara nous dan materi. Oleh sebab itu psykhe dapat dikatakan sebagai
penghubung antara roh dan materi, lalu melahirkan suatu tubuh, yang pada
hakikatnya berlawanan dengan nous dan to
hen.
Hal itu merupakan
penyimpangan dari semestinya. Penyimpangan dari semestinya itu berarti
penyimpangan dari kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali ke
to hen dan menyatu dengannya. Itulah yang menjadi tujuan hidup manusia.
Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan
tujuan seluruh realitas, termasuk manusia. Menurutnya filsafat bukan hanya
merupakan doktrin melainkan juga merupakan suatu jalan kehidupan. Karena itu
metode Plotinos disebut metode kontemplatif-mistis.
6.
Metode
Descartes: Skeptis
Filsafat Descartes yang
paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Bagi
Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional
demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu,
rasio harus berperan semaksimal mungkin. Cara untuk mencapai kebenaran dengan
pasti, membutuhkan keraguan. Apabila melalui keraguan yang begitu radikal ada
suatu kebenaran yang saggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya,
maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah meragukan segala
sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat diragukan,
yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya
sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada.
Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan
segala sesuatu.
Descartes menciptakan
metode ini, tetapi ia bukan penganut skeptisisme yang menyangsikan
segala-galanya dan mengatakan bahwa apa yang dinamakan pengetahuan itu tidak
ada. Keraguan Descartes hanya keraguan metodis.
7.
Metode
Francis Bacon: Induktif
Secara umum dapat dikatakan
bahwa pandangan-pandangan Bacon bersifat praktis, konkret, dan utilitaris.
Untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu, dibutuhkan penelitian-penelitian
yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu
sangat penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena hanya dengan
pengetahuanlah manusia sanggup menaklukka alam kodrat.
Menurut Bacon, logika
silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan penemuan-penemuan empiris. Ia
mengatakan bahwa logika silogistis tradisional hanya dapat membantu mewujudka
konsekuensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan
itu berkembang dan memperoleh pengetahuan baru, metode deduktif harus
ditinggalkan dan diganti dengan metode induktif. Metode induktif adalah
penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon memang
bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan
metode itu melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan
eksperimentasi yang cermat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar