Kamis, 17 Desember 2015

Chapter 06 Beberapa Konsep dalam Ilmu

Dalam kamus besar bahasa indonesia kata ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan).









Chapter 06
BEBERAPA KONSEP DALAM ILMU: KLASIFIKASI, PERBANDINGAN, KUANTITATIF DAN PELUANG
By: Faisal Azmi Bakhtiar, S.Pd dan Utari Friva, S.Pd

Dalam kamus besar bahasa indonesia kata ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan). Di dunia ini, ilmu merupakan salah satu pengetahuan yang selalu berkembang dari masa ke masa. Keperadaan imu bukanlah satu-satunya kebenaran yang ada di dunia melainkan masih terdapat falsafah, seni dan agama. Teoritikus terbesar dalam bidang ilmu alam, Albert Einstein tentang ilmu dan agama dia pernah berkata bahwa “Ilmu tanpa agama akan buta, dan agama tanpa ilmu akan lumpuh”. Hal tersebut menunjukan bahwa antara ilmu, falsafah, seni dan agama tidak berjalan sendiri melainkan saling mengisi. Ilmu membawa kita kepada zaman dimana kita bisa berfikir tentang kehidupan, alam semesta bahkan surga dan neraka.Dalam makalah ini akan dijabarkan secara singkat mengenai konsep ilmu dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya Jujun S. Surisumantri (2012:194) menyebutkan bahwa konsep ilmu dapat dibagi ke dalamtiga golongan yakni klasifikasi, perbandingan, dan kuantitatif.
Klasifikasi dalam Ilmu
Awal mula perkembangngan konsep klasifikasi dalam ilmu yaitu pada abad sekitar 1860 dengan tokoh terkemuka yang bernama aristoteles dengan logikanya yaitu logika aristoteles. Dalam bukunya yang berjudul logika, aristoteles mengemukakan analisis bahasa yang didasarkan atas silogisme yang terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama yang disebut premis mayor, kalimat kedua premis minor, dan kalimat ketiga kesimpulan.
·         Premis mayor: Semua manusia akan mati
·         Premis minor: Socrates seorang manusia
·         Kesimpulan : Socrates akan mati
Logika dalam silogisme merupakan jalan pemikiran deduktif: jika premis mayor dan minor benar maka kesimpulannya juga benar. Dengan demikian logika deduktif mengandung sifat pasti, bahkan kepastian mutlak.  Bila kita teliti kalimat di atas, maka kalimat tersebut berkisar pada satu sifat tertentu, yaitu sifat: “hidup yang akan mati”. Dengan demikian dapat diketahui bahwa disamping ada golongan  “hidup yang akan mati” tentunya ada golongan yang “tidak hidup yang tidak mati” seperti air, batu, pasir, api, dan lain-lain. Sifat yang muncul dari penjelasan diatas yaitu “hidup dan mati” menjadi dasar bahwa semua yang ada di dunia dapat dibagi habis kedalam dua kelas, yaitu kelas yang hidup dan kelas yang mati. Pembagian sampai habis ke dalam dua kelas yang dilandaskan pada stu sifat seperti ini disebut pembagian dikotomis. Logika ini disebut juga dengan logika kelas atau yang sekarang ini disebut dengan konsep klasifikasi[1].
Konsep klasifikasi adalah suatu konsep yang meletakkan obyek yang sedang ditelaah dalam suatu kelas tertentu. Misalnya saja sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa sebuah obyek adalah makhluk hidup. kemudian bila dikaitkan lebih lanjut, “obyek itu adalah binatang”, dan lebih lanjut lagi, “obyek itu adalah vertebrata”, dan demikian selanjutnya, maka kelas itu semakin lama semakin sempit, mamalia, kucing, anggora, dst. Maka keterangan yang diberikan tentang obyek itu makin lama akan semakin meningkat, meskipun tetap relatif kecil. Klasifikasi adalah konsep yang paling dikenal oleh kita semua. Kata-kata yang paling mula sekali dipelajari anak seperti “anjing”, “kucing”, “pohon” pada dasarnya adalah klasifikasi.
Perbandingan dalam Ilmu
Sebuah konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan, seperti “lebih panas” atau “lebih dingin”, mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut dalam norma yang mencakup pengertian lebih atau kurang, dibandingkan dengan objek lain.
Konsep perbandingan adalah konsep yang dianggap lebih efektif dalam penyampaian informasi ketimbang konsep klasifikasi. Konsep ini berperan sebagai perantara antara konsep klasifikasi dan konsep kuantitatif. Contoh , terdapat 35 orang yang sedang melamar suatu pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tertentu, dan perusahaan yang akan menerima pegawai tersebut mempunyai seorang ahli psikologi yang harus menetapkan cara-cara para pelamar tersebut dalam memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Ahli psikologi tersebut umpamanya dapat memutuskan bahwa ilmu orang dari pelamar mempunyai imajinasi yang baik, 10 orang mempunyai imajinasi yang agak rendah, dan sisanya tak tergolong baik atau rendah. Ahli psikologi itu juga akan mampu membuat klasifikasi yang kasar berdasarkan keterampilannya, kemampuan di bidang matematika, stabilitas emosional, dan sebagainya. Konsep-konsep ini dapat dipakai sebagai konsep perbandingan meskipun merupakan konsep yang lemah.
Dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai “imajinasi yang baik” adalah lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai “imajinasi yang buruk”. Hal ini mengembangkan suatu metode perbandingan  yang mampu menempatkan ke 35 orang tersebut dalam suatu urutan berdasarkan kemampuannya masing-masing.
Kuantitatif dalam Ilmu
Konsep selanjutnya adalah konsep kuantitatif. Tiap konsep kuantitatif mempunyai pasangan yang berhubungan dengan konsep komparatif,dimana dalam perkembangannya sebuah bidang keilmuan, biasanya berfungsi sebagai langkah pertama terhadap kuantitatif.
Perbedaan antara kualitatif dan kuantitatif  adalah perbedaan dalam bahasa. Bahasa kualitatif dibatasi predikat (umpamanya “rumput adalah hijau”), sedangkan bahasa kuantitatif mempergunakan apa yang disebut simbol pemberi fungsi yakni simbul fungsi yang mempunyai nilai bilangan. Kenyataan ini adalah penting, karena terdapat dua hakekat dalam alam, yakni kuantitatif dan kualitatif.
Metode kuantitatif yang lebih mudah dan lebih asasi yakni metode menghitung. Jika sebelumnya kita tak dapat menghitung maka kita tak akan mampu mengukur. Contoh dengan suatu kelas yang terbatas, katakanlah umpamanya kelas semua kursi dalam sebuah ruangan , maka menghitung adalah suatu metode untuk menentukan bilangan kardinal dari kelas tersebut. Yang penting adalah, bahwa dalam menghitung sebuah kelas yang terdiri dari sejumlah objek, sebenarnya kita menghitung sesuatu yang lain di luar obyek itu, serangkaian kejadian. Lalu mengambil kesimpulan berdasarkan isomorfisme dan menyatakan bahwa angka kardinal dari serangkaian kejadian adalah angka kardinal dari kelas tersebut.
Peluang Statistika dalam Ilmu
Kebenaran suatu kesimpulan induksi tak pernah pasti. Ketidakpastian ini bukanlah disebabkan karena kesimpulannya didasarkan pada premis yang kebenarannya tidak diketahui secara pasti. Karenapun jika premisnya dapat dianggap benar, dan kesimpulan yang ditarik adalah kesimpulan deduktif yang syah, masih juga terdapat kemungkinan bahwa kesimpulan itu mungkin salah. Bahwa didasarkan pada premis tertentu, kesimpulan yang ditarik mempunyai peluang untuk benar. Logika induktif mengajari kita bagaimana caranya kita menghitung nilai peluang tersebut.
Hukum deterministik adalah hukum yang menyebutkan bahwa dengan syarat-syarat tertentu maka suatu kejadian akan berlaku. Hukum ini dapat dinyatakan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Singkatnya, hukum tersebut mengekspresikan hubungan fungsional nilai-nilai dari dua besaran atau lebih. Hukum statistika hanya menyatakan distribusi kemungkinan dari nilai suatu besaran dalam kasus-kasus individual. Dia hanya memberikan harga rata-rata dari sebuah besaran dalam sebuah kelas yang mempunyai anggota yang banyak.
Contoh, jika sebuah dadu dilemparkan 60 kali maka permukaan dadu yang tertentu diharapkan akan muncul sebanyak 10 kali. Hukum itu hanya menyatakan bahwa jika jumlah lemparan dadu itu banyak sekali maka tiap muka dadu dapat diharapkan untuk muncul sama seringnya. Karena dadu terdiri dari 6 sisi maka peluang untuk melempar satu sisi dadu adalah 1/6. peluang disini adalah dalam pengertian statistik, artinya frekuensi relatif dalam jangka panjang , dan bukan dalam pengertian logis atau induktif.
Umpamanya jika kita mengukur semua besaran yang relevan dalam jatuhnya sebuah dadu, posisi yang tepat ketika ia meninggalkan tangan, kecepatan yang tepat yang diberikan, berat dan elastisitasnya, bentuk permukaan di mana dia memantul, dan sebagainya adalah mungkin untuk meramalkan dengan tepat bagaimana dadu tersebut akan berhenti. Karena mesin untuk melakukan pengukuran semacam itu sekarang belum terdapat maka kita harus puas dengan hukum statistik yang menggambarkan frekuensi jangka panjang.


[1] Conny R. Semiawan, etc. 2004. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. P.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...