Dalam
kamus besar bahasa indonesia kata ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan).
Chapter 06
BEBERAPA KONSEP DALAM
ILMU: KLASIFIKASI, PERBANDINGAN, KUANTITATIF DAN PELUANG
By: Faisal Azmi Bakhtiar, S.Pd dan Utari Friva, S.Pd
Dalam
kamus besar bahasa indonesia kata ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan). Di dunia ini, ilmu
merupakan salah satu pengetahuan yang selalu berkembang dari masa ke masa.
Keperadaan imu bukanlah satu-satunya kebenaran yang ada di dunia melainkan
masih terdapat falsafah, seni dan agama. Teoritikus terbesar dalam bidang ilmu
alam, Albert Einstein tentang ilmu dan agama dia pernah berkata bahwa “Ilmu
tanpa agama akan buta, dan agama tanpa ilmu akan lumpuh”. Hal tersebut
menunjukan bahwa antara ilmu, falsafah, seni dan agama tidak berjalan sendiri
melainkan saling mengisi. Ilmu membawa kita kepada zaman dimana kita bisa
berfikir tentang kehidupan, alam semesta bahkan surga dan neraka.Dalam makalah
ini akan dijabarkan secara singkat mengenai konsep ilmu dalam penerapannya di
kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya Jujun S. Surisumantri (2012:194)
menyebutkan bahwa konsep ilmu dapat dibagi ke dalamtiga golongan yakni klasifikasi,
perbandingan, dan kuantitatif.
Klasifikasi dalam Ilmu
Awal
mula perkembangngan konsep klasifikasi dalam ilmu yaitu pada abad sekitar 1860
dengan tokoh terkemuka yang bernama aristoteles dengan logikanya yaitu logika aristoteles. Dalam
bukunya yang berjudul logika, aristoteles mengemukakan analisis bahasa yang
didasarkan atas silogisme yang terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama yang
disebut premis mayor, kalimat kedua premis minor, dan kalimat ketiga
kesimpulan.
·
Premis mayor: Semua manusia akan mati
·
Premis minor: Socrates seorang manusia
·
Kesimpulan : Socrates akan mati
Logika
dalam silogisme merupakan jalan pemikiran deduktif: jika premis mayor dan minor
benar maka kesimpulannya juga benar. Dengan demikian logika deduktif mengandung
sifat pasti, bahkan kepastian mutlak.
Bila kita teliti kalimat di atas, maka kalimat tersebut berkisar pada
satu sifat tertentu, yaitu sifat: “hidup yang akan mati”. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa disamping ada golongan
“hidup yang akan mati” tentunya ada golongan yang “tidak hidup yang
tidak mati” seperti air, batu, pasir, api, dan lain-lain. Sifat yang muncul
dari penjelasan diatas yaitu “hidup dan mati” menjadi dasar bahwa semua yang
ada di dunia dapat dibagi habis kedalam dua kelas, yaitu kelas yang hidup dan
kelas yang mati. Pembagian sampai habis ke dalam dua kelas yang dilandaskan
pada stu sifat seperti ini disebut pembagian dikotomis. Logika ini disebut juga
dengan logika kelas atau yang sekarang ini disebut dengan konsep klasifikasi[1].
Konsep
klasifikasi adalah suatu konsep yang meletakkan obyek yang sedang ditelaah
dalam suatu kelas tertentu. Misalnya saja sebuah pernyataan yang menyatakan
bahwa sebuah obyek adalah makhluk hidup. kemudian bila dikaitkan lebih lanjut,
“obyek itu adalah binatang”, dan lebih lanjut lagi, “obyek itu adalah
vertebrata”, dan demikian selanjutnya, maka kelas itu semakin lama semakin
sempit, mamalia, kucing, anggora, dst. Maka keterangan yang diberikan tentang
obyek itu makin lama akan semakin meningkat, meskipun tetap relatif kecil.
Klasifikasi adalah konsep yang paling dikenal oleh kita semua. Kata-kata yang
paling mula sekali dipelajari anak seperti “anjing”, “kucing”, “pohon” pada
dasarnya adalah klasifikasi.
Perbandingan dalam Ilmu
Sebuah
konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan objek
tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan, seperti “lebih panas”
atau “lebih dingin”, mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut dalam norma
yang mencakup pengertian lebih atau kurang, dibandingkan dengan objek lain.
Konsep
perbandingan adalah konsep yang dianggap lebih efektif dalam penyampaian
informasi ketimbang konsep klasifikasi. Konsep ini berperan sebagai perantara
antara konsep klasifikasi dan konsep kuantitatif. Contoh , terdapat 35 orang yang
sedang melamar suatu pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tertentu, dan
perusahaan yang akan menerima pegawai tersebut mempunyai seorang ahli psikologi
yang harus menetapkan cara-cara para pelamar tersebut dalam memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan.
Ahli
psikologi tersebut umpamanya dapat memutuskan bahwa ilmu orang dari pelamar
mempunyai imajinasi yang baik, 10 orang mempunyai imajinasi yang agak rendah,
dan sisanya tak tergolong baik atau rendah. Ahli psikologi itu juga akan mampu
membuat klasifikasi yang kasar berdasarkan keterampilannya, kemampuan di bidang
matematika, stabilitas emosional, dan sebagainya. Konsep-konsep ini dapat
dipakai sebagai konsep perbandingan meskipun merupakan konsep yang lemah.
Dapat
dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai “imajinasi yang baik” adalah lebih
baik dibandingkan mereka yang mempunyai “imajinasi yang buruk”. Hal ini
mengembangkan suatu metode perbandingan
yang mampu menempatkan ke 35 orang tersebut dalam suatu urutan
berdasarkan kemampuannya masing-masing.
Kuantitatif dalam Ilmu
Konsep
selanjutnya adalah konsep kuantitatif. Tiap konsep kuantitatif mempunyai
pasangan yang berhubungan dengan konsep komparatif,dimana dalam perkembangannya
sebuah bidang keilmuan, biasanya berfungsi sebagai langkah pertama terhadap
kuantitatif.
Perbedaan
antara kualitatif dan kuantitatif adalah
perbedaan dalam bahasa. Bahasa kualitatif dibatasi predikat (umpamanya “rumput
adalah hijau”), sedangkan bahasa kuantitatif mempergunakan apa yang disebut
simbol pemberi fungsi yakni simbul fungsi yang mempunyai nilai bilangan.
Kenyataan ini adalah penting, karena terdapat dua hakekat dalam alam, yakni
kuantitatif dan kualitatif.
Metode
kuantitatif yang lebih mudah dan lebih asasi yakni metode menghitung. Jika
sebelumnya kita tak dapat menghitung maka kita tak akan mampu mengukur. Contoh
dengan suatu kelas yang terbatas, katakanlah umpamanya kelas semua kursi dalam
sebuah ruangan , maka menghitung adalah suatu metode untuk menentukan bilangan
kardinal dari kelas tersebut. Yang penting adalah, bahwa dalam menghitung
sebuah kelas yang terdiri dari sejumlah objek, sebenarnya kita menghitung
sesuatu yang lain di luar obyek itu, serangkaian kejadian. Lalu mengambil
kesimpulan berdasarkan isomorfisme dan menyatakan bahwa angka kardinal dari serangkaian
kejadian adalah angka kardinal dari kelas tersebut.
Peluang Statistika dalam Ilmu
Kebenaran
suatu kesimpulan induksi tak pernah pasti. Ketidakpastian ini bukanlah
disebabkan karena kesimpulannya didasarkan pada premis yang kebenarannya tidak
diketahui secara pasti. Karenapun jika premisnya dapat dianggap benar, dan
kesimpulan yang ditarik adalah kesimpulan deduktif yang syah, masih juga
terdapat kemungkinan bahwa kesimpulan itu mungkin salah. Bahwa didasarkan pada
premis tertentu, kesimpulan yang ditarik mempunyai peluang untuk benar. Logika
induktif mengajari kita bagaimana caranya kita menghitung nilai peluang
tersebut.
Hukum
deterministik adalah hukum yang menyebutkan bahwa dengan syarat-syarat tertentu
maka suatu kejadian akan berlaku. Hukum ini dapat dinyatakan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Singkatnya, hukum tersebut mengekspresikan
hubungan fungsional nilai-nilai dari dua besaran atau lebih. Hukum statistika hanya menyatakan
distribusi kemungkinan dari nilai suatu besaran dalam kasus-kasus individual.
Dia hanya memberikan harga rata-rata dari sebuah besaran dalam sebuah kelas
yang mempunyai anggota yang banyak.
Contoh,
jika sebuah dadu dilemparkan 60 kali maka permukaan dadu yang tertentu
diharapkan akan muncul sebanyak 10 kali. Hukum itu hanya menyatakan bahwa jika
jumlah lemparan dadu itu banyak sekali maka tiap muka dadu dapat diharapkan
untuk muncul sama seringnya. Karena dadu terdiri dari 6 sisi maka peluang untuk
melempar satu sisi dadu adalah 1/6. peluang disini adalah dalam pengertian
statistik, artinya frekuensi relatif dalam jangka panjang , dan bukan dalam
pengertian logis atau induktif.
Umpamanya
jika kita mengukur semua besaran yang relevan dalam jatuhnya sebuah dadu,
posisi yang tepat ketika ia meninggalkan tangan, kecepatan yang tepat yang
diberikan, berat dan elastisitasnya, bentuk permukaan di mana dia memantul, dan
sebagainya adalah mungkin untuk meramalkan dengan tepat bagaimana dadu tersebut
akan berhenti. Karena mesin untuk melakukan pengukuran semacam itu sekarang
belum terdapat maka kita harus puas dengan hukum statistik yang menggambarkan
frekuensi jangka panjang.
[1] Conny R. Semiawan, etc. 2004. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. P.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar