Depdiknas (2003) Ilmu berasal dari bahasa
Arab: ‘alima, ya‘lamu, ‘ilman yang berarti mengerti, memahami
benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia (pengetahuan).
Chapter 07
MATEMATIKA (PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU)
By:
Trio Ardhian, S.Pd dan Siti Nurhaeni, S.Pd
Definisi Ilmu
Depdiknas (2003) Ilmu berasal dari bahasa
Arab: ‘alima, ya‘lamu, ‘ilman yang berarti mengerti, memahami
benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia (pengetahuan). Dalam kamus besar bahasa Indonesia Ilmu diartikan sebagai pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
dibidang pengetahuan.
Ada orang yang menamakannya ilmu, ada yang menamakannya ilmu pengetahuan,
dan ada pula yang menyebutnya saint. Keberagaman istilah tersebut adalah suatu usaha untuk melahirkan padanan (meng-Indonesiakan) kata science yang
asalnya dari bahasa Inggris.
Menurut Bakhtiar (2004), pengertian
ilmu sepanjang yang dibaca dalam pustaka menunjukkan pada sekurang-kurangnya ada tiga hal: pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, Ilmu senantiasa
berarti pengetahuan. Diantara fara filsuf dari berbagai aliran terdapat
pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistimatis dari
pengetahuan yang dihimpun dengan perantaraan metode ilmiah.
Pengetahuan sesungguhnya hanyalah hasil atau produk dari suatu kegiatan
yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian dapatlah dipahami bilamana ada makna tambahan dari ilmu sebagai aktivitas. Menurut Harold H.
Titus (dalam Suriasumantri, 2005) banyak orang telah mempergunakan
istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang
objective dan dapat diperiksa kebenarannya.
Pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode itu bila
ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan
sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara
berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu dan aktivitas itu menghasilkan pengetahuan
yang sistimatis.
Definisi Filsafat
Dalam filsafat ilmu pengetahuan kita harus mempelajari esensi atau hakikat
ilmu pengetahuan tertentu secara rasional. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan
cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan
dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan
kebenaran ilmu tertentu.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan salah satu cabang yang mempersoalkan
mengenai masalah hakikat pengetahuan. Yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu
ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan
tentang hakikat pengetahuan.
Dalam filsafat ilmu dipelajari mengenai ilmu dan matematika. Ilmu tanpa
matematika tidak berkembang, matematika tanpa ilmu tak ada keteraturan.
Dengan pengetahuan manusia dapat mengembangkan mengatasi kelangsungan hidupnya,
memikirkan hal-hal yang baru dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang khas di
muka bumi ini.
Untuk melihat hubungan filsafat ilmu dengan matematika untuk terlebih
dahulu penulis paparkan pengertian filsafat, ilmu, pengertian
matematika, dan terakhir pada makalah ini dibahas peran filsafat dalam pembelajaran matematika.
Menurut
Depag (2001), kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan
kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani ; Φιλοσοφία philosophia.
Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan").
Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Jadi
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh
dengan segala hubungan.
Harold H. Titus (dalam depag, 2001) mengemukakan 4 pengertian falsafat sebagai
berikut: 1) Filsafat ialah ilmu suatu sikap tentang hidup dan tentang dunia
atau alam semesta (philosophy is an
attitude toward life and the universe); 2) Filsafat ialah satu metode
pemikiran reflective dan penyelidikan akliyah (philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry);
3) Filsafat ialah satu perangkat atau kumpulan masalah (philosopy is a group of problem); 4) Filsafat ialah satu perangkat
teori atau system pemikiran (philosopy is
a group system of thought).
Berdasarkan uraian pendapat diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan filsafat adalah satu kesatun dari perjalanan hidup manusia secara
sadar yang mempelajari pola kehidupan yang terjadi dialam dunia dengan berpijak
kepada kebijaksanaan dan kebenaran dalam pengambilan keputusan.
Definisi Matematika
Matematika diambil dari bahasa Yunani, (μαθηματικά – mathēmatiká)
Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science),
secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan,dan
ruang: tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan
dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan
notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.
Menurut
Suriasumantri (2003), beberapa aliran dalam filsafat
matematika: 1) Aliran Logistik, dipelopori oleh Immanuel Kant (1724 – 1804), berpendapat
bahwa matematika merupakan cara logis (logistik) yang salah atau benarnya dapat
ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Matematika
murni merupakan cabang dari logika, konsep matematika dapat di reduksikan
menjadi konsep logika; 2) Aliran
Intuisionis, dipelopori oleh Jan Brouwer
(1881 – 1966), berpendapat bahwa matematika itu bersifat intusionis. Intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak
tentang matematika bilangan. Hakekat sebuah bilangan harus dapat dibentuk
melalui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung; 3) Aliran
Formalis, dipelopori oleh David
Hilbert (1862 – 1943), berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal
dari lambang . Kaum formalis menekankan pada aspek formal dari matematika
sebagai bahasa lambang dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika
sebagai bahasa lambang. Kaum Formalis membantah aliran logistik dan menyatakan bahwa masalah-masalah
dalam logika sama sekali tidak ada hubungan dengan matematika
Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar.
Matematika adalah cara berpikir yang digunakan untuk memecahkan semua jenis
persoalan. Matematika bila ditinjau dari segi epistemology ilmu bukanlah
ilmu. Ia lebih merupakan artificial
yang bersifat eksak, cermat dan terbebas dari rona emosi. Matematika adalah
logika yang telah berkembang, yang memberikan sifat kuantitatif kepada
pengetahuan keilmuan.
Matematika merupakan sarana berfikir deduktif yang amat berguna untuk
membangun teori keilmuan dan menurunkan prediksi-prediksi, dan untuk
mengkomunikasikan hasil-hasil kegiatan keilmuan dengan benar dan jelas serta secara singkat dan jelas. Matematika adalah bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang
matematika mempunyai “artificial” yang baru mempunyai arti setelah
sebuah makna diberikan padanya.
Hakikat Matematika
Matematika
Sebagai Sarana Berpikir
Deduktif
Matematika dikenal dengan ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaan
matematika harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi
berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian (deduktif). Meskipun demikian untuk membantu pemikiran pada
tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus
atau ilustrasi geometris.
Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari kebenaran dalam
matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam, apalagi dengan ilmu
pengetahuan umum. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah
ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif atau
eksperimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan
cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan
harus bisa dibuktikan secara deduktif.
Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil itu belum
dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. Sebagai
contoh, dalam ilmu biologi berdasarkan pada pengamatan, dari beberapa binatang
menyusui ternyata selalu melahirkan. Sehingga kita bisa membuat generalisasi
secara induktif bahwa setiap binatang menyusui adalah melahirkan.
Generalisasi yang dibenarkan dalam matematika adalah generalisasi yang
telah dapat dibuktikan secara deduktif. Contoh: untuk pembuktian jumlah dua
bilangan ganjil adalah bilangan genap. Pembuktian secara deduktif sebagai
berikut : andaikan m dan n sembarang dua bilangan bulat maka 2m+1 dan 2n+1 tentunya
masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan (2m+1) + (2n+1) =
2(m+n+1). Karena m dan n bilangan bulat maka (m+n+1) bilangan bulat,
sehingga 2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu
genap.
Matematika
Bersifat Terstruktur
Menurut Ruseffendi (Tim MKPBM, 2001:25) matematika mempelajari tentang pola
keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Hal ini dimulai dari
unsur-unsur yang tidak terdefinisikan kemudian pada unsur yang didefinisikan,
ke aksioma atau postulat dan akhirnya pada
teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur,
logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks.
Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk
memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun rumah, maka fondasi
harus kokoh. Contohnya konsep bilangan genap. Bilangan genap adalah bilangan
bulat yang habis dibagi dua. Sebelum membahas bilangan genap, siswa harus
memahami dulu konsep bilangan bulat dan pengertian habis dibagi dua sebagai
konsep prasyarat.
Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi itu selanjutnya dapat dibentuk
unsur-unsur matematika yang terdefinisi. Misalnya segitiga adalah lengkungan
tertutup sederhana yang merupakan gabungan dari tiga buah segmen garis.
Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi dan unsur-unsur yang terdefinisi
dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat.
Misalnya: melalui sebuah titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah
garis kesuatu titik yang lain.
Tahap selanjutnya dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi, unsur-unsur yang
terdefinisi, dan aksioma atau postulat dapat disusun teorema-teorema yang
kebenarannya harus dibuktikan secara deduktif dan berlaku umum. Misalnya:
jumlah ukuran ketiga sudut dalam sebuah segitiga adalah 180 derajat.
Matematika
sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu
Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain dan
pada perkembangannya tidak tergantung pada ilmu lain. Dengan kata lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya
bergantung dari matematika. Sebagai contoh banyak teori-teori dan cabang-cabang
dari fisika dan kimia yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus, teori mendel pada Biologi melalui konsep pada probabilitas, dan teori ekonomi melalui konsep fungsi dan sebagainya.
Dari kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan matematika selain tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri juga untuk melayani
kebutuhan ilmu pengetahuan lainnya dalam pengembangan dan operasinya. Cabang
matematika yang memenuhi fungsinya seperti yang disebutkan terakhir itu
dinamakan dengan matematika terapan (applied mathematic).
Matematika
sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika baru mempunyai
arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanyalah
merupakan kumpulan unsur-unsur yang mati. Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu karena
terkadang mempunyai lebih dari satu arti.
Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling
pada matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah
bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara ”artifisial” yakni baru mempunyai
arti setelah sebuah makna diberikan. Dan bersifat individual yaitu berlaku
khusus untuk masalahyang sedang kita kaji.
Matematika
Bersifat Kuantitatif
Matematika
mempunyai kelebihan lain di bandingkan dengan bahasa verbal. Matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila kita bisa membandingkan dua objek yang berlainan umpamanya gajah dan
semut, maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar daripada semut, kalau
ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut, maka
kita mengalami kesulitan dalam mengemukakan hubungan itu, bila ingin mengetahui
secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan
bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa.
Matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran dapat
mengetahui dengan tepat berapa panjang. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan
pernyataan yang bersifat kualitatif. Kita mengetahui bahwa sebatang logam bila
dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan berapa besar pertambahan
panjang logamnya.
Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran,
maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan
berapa pertambahannya bila dipanaskan, Dengan mengetahui hal ini maka
pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bila
dipanaskan akan memanjang, dapat diganti dengan pernyataan matematika yang
lebih eksak umpamanya : P1 = Po (1+n), dimana P1 adalah panjang logam pada
temperatur t, Po merupakan panjang logam pada temperatur nol dan n merupakan
koefisien pemuai logam tersebut.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol
dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat.
Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke
kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita
menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari ilmu.
Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial, agak mengalami kesukaran
dalam perkembangan yang bersumber pada problema teknis dan dalam pengukuran.
Kesukaran ini secara bertahap telah mulai dapat diatasi, dan akhir-akhir ini
kita melihat perkembangan yang menggembirakan, dimana ilmu-ilmu sosial telah
mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitatif. Pada dasarnya matematika
diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan
kontrol dari ilmu tersebut.
Peran Filsafat dalam Pembelajaran
Matematika
Dalam pembelajaran matematika sejak dini siswa sudah di didik untuk
menggunakan logika sehari-hari yang tentunya akan menjadi lebih mudah bagi
siswa dalam menerima dan memahami pelajaran matematika. Penyampaian materi
pelajaran matematika menjadi sangat menarik dan lebih diutamakan dengan
bimbingan guru. Dengan ini siswa mampu menemukan konsep dan rumus-rumus
matematika dasar sehingga siswa sangat menyukai dan menumbuhkan semangat
eksplorasi dunia angka, bilangan dan konsep matematika yang lebih rumit.
Penyampaian suatu materi pelajaran matematika akan menjadi
sedikit lebih lama dibandingkan penyampaian materi dengan metode biasa
(konvensional). Namun, dengan implementasi filsafat sebagai latar belakang
lahirnya suatu konsep
matematika, maka setiap siswa diharapkan mampu dan mau mempelajarinya sampai
tuntas dan mencintai matematika dengan lebih mendalam. Menurut Bakhtiar
(2004) manfaat yang ditimbulkan dari implementasi filsafat matematika pada
pelajaran matematika di sekolah yaitu nilai pelajaran matematika akan
meningkat. Bukan itu saja, kecintaan siswa pada pelajaran matematika menjadi
lebih nyata dan jauh dari abstrak (bisa menjawab soal tapi tidak memahami
konsepnya).
Anak dari
berbagai usia berpikir sesuai dengan tingkat usianya. Matematika adalah subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berpikir anak dimulai dari
usia dini, usia pendidikan kelas awal (pendidikan dasar), pendidikan menengah, pendidikan lajutan dan bahkan sampai mereka berada di bangku
perkuliahan. Hal ini diberikan untuk mengetahui dan memakai prinsip matematika
dalam kehidupan sehari-hari baik itu mengenai perhitungan, pengerjaan soal,
pemecahan masalah kehidupan di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan
masyarakat.
Khusus untuk
siswa, matematika sangat berguna sekali bagi mereka untuk mengembangkan proses
berpikir mereka mulai dari hal-hal yang sederhana sampai kepada hal-hal yang
rumit. Tahapan dimana siswa sudah bisa mempraktekkan matematika
dalam kehidupan sehari-hari yang tentunya juga ditunjang oleh berbagai cara
serta metode pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan
tingkat perkembangan anak kelas yang cenderung bermain dan belajar.
Tidak bisa
dipungkiri, siapapun akan bangga jika punya anak pintar matematika atau paling tidak nilai matematikanya selalu bagus. Sehingga orang tuapun
tidak segan-segan untuk memberikan atau mengikutkan anak-anak mereka les
tambahan untuk mata pelajaran matematika dengan harapan anak-anak mereka
mendapatkan nilai yang bagus. Padahal nilai bagus yang didapatkan oleh anak-anak
mereka dalam berhitung saja tidak cukup kalau tidak bisa menganalisis atau
merubah dari soal cerita ke bahasa matematika dan mengembalikan lagi ke dalam
soal cerita atau kalau tidak bisa menggunakan matematika dalam kehidupan
sehari-hari (Problem Solving). Maka tidak jarang anak-anak yang bagus nilainya
di kelas awal akan mengalami kesulitan atau turun nilainya pada tahap kelas
tinggi, menengah, atas dan kuliah.
Matematika
merupakan cabang mata pelajaran yang luas cakupannya dan bukan hanya sekedar bisa berhitung atau mensubtitusikan ke rumus saja tetapi mencakup
beberapa kompetensi yang menjadikan siswa tersebut dapat memahami dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Belajar matematika juga
membutuhkan kemampuan bahasa, untuk bisa mengerti soal-soal atau mengerti
logika, juga imajinasi dan kreativitas. Dan sekiranya dipergunakan dalam
lingkungan sekolah , yaitu antara guru dan siswa maka kuncinya adalah mengambil
contoh dalam hidup sehari-hari dan dibuat semenarik mungkin.
Agar
tercapainya semua itu maka peranan guru sangat penting dalam pembelajaran ini.
Keterampilan mengajar merupakan kompetensi professional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan
menyeluruh. Ada delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan
menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi
penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran,
membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok
kecil atau perorangan.
Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus untuh dan terintegrasi.
Dipandang dari segi lain seorang guru harus mempunyai pendekatan dan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan dan memilih metode-metode pembelajaran yang efektif serta berusaha memberikan variasi dalam metode
pembelajaran agar tidak kelihatan atau menyebabkan siswa atau peserta didik
jenuh. Jika hal ini diterapkan, maka dituntut sekali inisiatif guru untuk
melakukan variasi dan kreativitas guru. Guru merupakan seorang figur yang
menjadi tauladan dan pedoman bagi siswa dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Guru
merupakan nara sumber yang akan memberikan dan menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa, terutama
sekali dalam hal pemahaman dan penyelesaian mata pelajaran matematika. Tetapi
hal tersebut kemungkinan besar tidak sampai pada tahap yang diharapkan. segala macam bentuk persoalan yang akan diberikan kepada siswa harus
menggambarkan persoalan yang ditemui sehari-hari atau dengan kata lain yang
berdekatan dengan pengalaman empiris peserta didik di lapangan. Jadi dengan
adanya kegiatan pembelajaran yang mengaitkan langsung dengan kehidupan nyata
peserta didik akan dengan mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik.
Filsafat
merupakan ilmu yang mempelajari semua yang ada di dunia ini. Filsafat mempunyai
cakupan yang sangat luas, sehingga banyak sekali yang dapat kita pelajari di
dalam filsafat. Ketika kita melakukan aktivitas sehari-hari, kita tak luput dari belajar tentang filsafat. Menurut Depag (2001) filsafat dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atutan-aturan atau norma dalam
kehidupan. Mempelajari filsafat adalah belajar tentang hidup, bagaimana hidup
kita bisa berguna untuk diri sendiri dan juga orang lain.
Di perguruan
tinggi filsafat menjadi salah satu maka kuliah yang dipelajari. Menurut
Bakhtiar (2004) filsafat di perguruan tinggi berbeda dengan filsafat dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat yang dibahas di sini filsafat bersifat lebih khusus. Misalnya
dalam pendidikan matematika, filsafatnya adalah filsafat pendidikan matematika.
Dalam pendidikan matematika, belajar filsafat adalah belajar pikiran para
filsuf. Dengan kita mempelajari pikiran para filsuf, kita akan memahami tentang
filsafat itu. Selain itu berfilsafat adalah berpikir dalam koridor spiritual,
etik dan estetika. Setinggi-tinggi orang berfilsafat adalah sopan santun
terhadap ruang dan waktu. Dalam filsafat yang kita pelajari mencakup yang ada
dan yang mungkin ada.
Filsafat
yang dipelajari di perguruan tinggi akan membantu guru untuk dapat menerapkan filsafat dalam pembelajaran di sekolah. Menurut Ebbutt dan Straker (1995)
hakekat matematika sekolah mencakup 4 hal yaitu: 1) Kegiatan penulusuran pola
atau hubungan; 2) Kegiatan problem
solving; 3) Kegiatan investigasi; 4) Kegiatan komunikasi.
Penerapan
hakekat matematika sekolah tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam
pembelajaran di sekolah. Dengan
hakekat matematika sekolah tersebut diharapkan
siswa akan dapat membangun matematikanya sendiri. Siswa dituntut untuk lebih
kreatif dan aktif dalam proses
pembelajaran sehingga guru hanya berperan sebagai pendamping dalam
pembelajaran, sedangkan siswa mengkonstruksikan matematikanya sendiri.
Filsafat
sebagai ilmu dari segala ilmu, maka penerapan filsafat dalam pembelajaran di
sekolah menjadi salah satu hal yang menarik perhatian. Mengapa demikian? Karena
biasanya filsafat hanya ada di perguruan tinggi, namun pada zaman sekarang filsafat juga ada di sekolah. Walaupun hanya sebagai pelengkap
dalam pembelajaran, namun filsafat memberikan pengaruh yang besar dalam
pembelajaran di sekolah. Filsafat adalah kegiatan berpikir, sehingga dalam
setiap pembelajaran siswa melakukan kegiatan filsafat.
Dengan
penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah, maka proses belajar mengajar
akan berjalan dengan efektif dan efisien. Filsafat memberikan keuntungan bagi guru dan
juga siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat, maka guru akan lebih
memahami karakter dari siswa-siswanya. Belajar filsafat
adalah berpikir, sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pola pikir
siswa-siswanya dalam memahami matematika. Pada pelajaran filsafat, pendidikan
karakter juga tercakup di dalamnya. Pendidikan karakter meliputi material,
formal, normatif dan spiritual. Dan dalam pembelajaran di sekolah, keempat
faktor tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam pembelajaran di
sekolah.
Bagi siswa,
filsafat memberikan pengetahuan yang baru. Mungkin sebelum-sebelumnya mereka belum pernah mendengar dan mengetahui tentang filsafat dan pada
kesempatan ini siswa belajar tentang filsafat. Dengan belajar filsafat, siswa
menjadi pribadi yang mandiri. Siswa belajar untuk mengkonstruksikan
matematikanya sendiri dengan bantuan guru. Dengan demikian pemahaman siswa yang
satu dengan siswa yang lain tidak sama, tergantung dari kemampuan mereka
masing-masing.
Hubungan
Ilmu dan Matematika
Matematika
sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam
mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil
pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi matematis.
Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan di antaranya kalkulus dan statistika,
meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai penerapannya, bahkan
bidang “murni” seperti teori
bilangan dan topologi.
Tanpa
matematika maka pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang
tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalaran lebih jauh. Oleh karena maka
dapat dikatakan bahwa ilmu tanpa matematika tidak berkembang.Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan
bahwa pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan.
Sebagian
yang lainnya tidak menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan
uji-uji eksperimental pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua
anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna untuk menggambarkan atau menjelaskan alam semesta telah
menjadi isu utama bagi filsafat matematika.
Hubungan
Filsafat dengan Matematika
Ditinjau
dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih
lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan
alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan
filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang
mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga
definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam
perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang
secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya,
berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan
demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan
kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh
Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem
yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat
benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas
dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak
F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir
bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual
maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul
menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat
hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas
antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk
mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu
bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh
karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini
senada dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan
disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan
manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999)
menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih
lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau
ilmu merupakan “a higher
level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya
ilmu pengetahuan. Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada
komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu:
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat
bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia
sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat
dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu
tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip
ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu
kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan
persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak
mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan
landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Jujun
S. Suriasumantri (2003), dengan meminjam pemikiran Will Durant, menjelaskan hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan
mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang berhasil merebut pantai
untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai
pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat
berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan
merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat
diandalkan.
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu, ada baiknya
kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah
ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992).
Ilmu
|
Filsafat
|
§
Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti.
§
Obyek penelitian yang terbatas tidak menilai obyek dari
suatu sistem nilai tertentu.
§
Bertugas memberikan jawaban
|
§
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban.
§
Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi
pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan
keseluruhan.
§
Keseluruhan yang ada menilai obyek renungan dengan
suatu makna, misalkan, religi, kesusilaan, keadilan dsb.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar