Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
untuk memecahkan suatu masalah dengan metode ilmiah.[1]Artinya,
kegiatan meneliti adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan berdasarkan
langkah-langkah tertentu, yang logis dan sistematis.
Chapter 13
PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH
By: Fajar Isnaeni, S.Pd dan Destri
Paramita, S.Pd
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
untuk memecahkan suatu masalah dengan metode ilmiah.[1]Artinya,
kegiatan meneliti adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan berdasarkan
langkah-langkah tertentu, yang logis dan sistematis. Oleh karena itu, hal yang
penting yang harus diketahui oleh seorang peneliti adalah teknik pelaksanaan
penelitian tersebut. Selain itu, terdapat juga hal lain yang lebih penting
dalam sebuah penelitian yaitu memahami dasar pikiran yang melandasi penelitian
tersebut. Dasar pemikiran merupakan rambu-rambu pikiran yang merupakan tema
pokok sebuah proses penelitian.
Tema pokok merupakan hal yang harus dikuasai oleh
seorang peneliti. Penguasaan tema pokok dengan baik akan mudah dalam
mengembangkan variasi dari tema pokok tersebut. Oleh karena itu, pembahasan
tema pokok tersebut akan dijabarkan secara kronologis dari metode keilmuan.
Dengan demikian, seorang peneliti akan mengetahui struktur penelitian tersebut.
Penulisan
karya ilmiah menjadi tahap akhir penelitian ilmiah sebagai tugas fungsional sosialisasi ilmu
pengetahuan untuk dikomunikasikan terutama kepada masyarakat akademik dalam satuan
disiplin ilmu. Hal ini sesuai dengan asas keterbukaan ilmu untuk ditanggapi,
dikoreksi atau duji lebih lanjut oleh peminat sementara. Mungkin juga
merangsang peneliti lain untuk mengeksplorasi
hal-hal yang belum terjawab secara tuntas sebagaimana yang diisyaratkan dalam
rekomendasi peneliti. Segi lain yang tak
kalah pentingnya adalah mengkomunikasikan segi manfaat praktis yang dapat diterapkan oleh konsumen yang
berminat.
Dalam kegiatan keilmuan, khususnya penelitian ilmiah,
peneliti tidak hanya harus menguasai struktur dan teknik penelitian yang benar,
tetapi peneliti juga harus mampu mengomunikasikan penelitian tersebut secara
tertulis. Penulisan ini disebut dengan penulisan keilmuan atau penulisan
ilmiah. penulisan ilmiah tentunya harus mengikuti aturan-aturan ilmiah. Dalam
makalah ini akan dibahas dua hal, yaitu bagaimana struktur penelitian ilmiah
dan bagaimana penulisan ilmiah dari penelitian tersebut.
Apa yang dikemukakan di atas sesungguhnya menyangkut
karya ilmiah seperti tesis
atau desertasi yang dituntut mempunyai sumbangan yang seimbang antara nilai
manfaat praktis dengan nilai pengembangan ilmiah. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, terdapat tiga hal yang tak dapat dipisahkan dari keterpaduan
penguasaan struktur ilmu pengetahuan, struktur penelitian ilmiah dan struktur
penulisan ilmiah. Demi kelengkapan dan keutuhan bobot mutu serta efektifitas
dan efisiensi komunikasi, maka sarana berpikir ilmiah, yaitu logika, bahasa,
matematika dan statistika adalah faktor yang tak kalah pentingnya dalam integritas penulisan karya ilmiah. Adapun
struktur ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan penulisan karya ilmiah berfungsi dalam menggambarkan citra penulis dari segi pembaca bahwa ia menguasai konsep, istilah, definisi, teori,
hukum atau dalil yang menjadi ciri khas disiplin ilmu yang bersangkutan.
Pengajuan Masalah
Penelitian dilakukan untuk memecahkan suatu masalah.[2] Berdasarkan hal tersebut, suatu penelitian berangkat
dari adanya sebuah masalah. Suatu masalah tidak dapat berdiri
sendiri karena ia merupakan latar belakang dari masalah lainnya. Oleh karena itu, pengajuan masalah melakukan langkah
pertama yang terdapat dalam suatu penelitian ilmiah.
Secara kronologis terdapat enam kegiatan yang harus
dilakukan oleh peneliti dalam langkah pengajuan masalah. Keenam kegiatan
tersebut ialahlatar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.
Berikut akan diuraikan mengenai kegiatan tersebut, yaitu:
Latar Belakang Masalah
Suatu gejala baru
dapat dikatakan sebuah masalah bila gejala tersebut terdapat dalam situasi
tertentu. Misalnya, sebuah mobil yang dengan tenang parkir di sebuah garasi bukan masalah, tapi jika mobil itu
berhenti di tengah jalan karena mogok akan menimbulkan masalah. Hal itu
dikarenakan bisa mengganggu lalu lintas. Begitu pula dengan bahasa Syahrini, jika
bahasa ini digunakan dalam bahasa sehari-hari tentu tidak akan menjadi sebuah
masalah. Hal itu dikarenakan bahasa tersebut
masih bersifat komunikatif. Akan tetapi, pengunaan bahasa tersebut tentu akan
menjadi sebuah masalah ketika kita menggunakannya dalam sebuah karya
ilmiah.
Pada
hakikatnya sebuah masalah tidak pernah berdiri sendiri. Sebuah masalah
terisolasi dari faktor-faktor lain. Ia selalu terdapat konstelasi yang
merupakan latar belakang dari suatu masalah tersebut. oleh karena itu, dalam
penulisan sebuah karya ilmiah perlu diuraikan latar belakang masalah
dilakukannya suatu penelitian. Dalam menetapkan latar belakang masalah,
hendaknya peneliti ilmiah memperhatikan beberapa hal berikut yaitu: a) penetapan
masalah yang diuji kepastian aktualitas dan relevansinya. Kemudian dirumuskan
berupa tema sentral masalah/problem issue, sebagai gambaran ringkas secara
kondisional dan situasional fenomena yang dihadapi, sehingga menggugah untuk
dilakukan penelitian dalam waktu cepat atau dekat. Ini berarti mempertajam
status tingkat kerawanan tema sentral masalah sebagai justifikasi kebenaran
pemberian dukungan urgensi penelitian. Rumusan tema sentral masalah ditampilkan
sebagai kalimat pertama dalam halaman pertama latar belakang penelitian; b) Risalah
berupa argumentasi dukungan data empiris yang melandasi pendeskripsian proses
timbulnya fenomena yang dihadapi. Artinya peneliti sudah mempunyai persepsi
ilmiah tentang apa-apa yang harus diperhatikan dalam rangka pendekatan
masalahnya; c) Kalimat penutup berupa gambaran apa yang diharapkan dari hasil
penelitian, seperti yang dipersepsikan berupa segi dampak positifnya sebagai
pencanangan nilai manfaat praktis dan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu.
Identifikasi Masalah
Suatu hal yang kelihatannya paradoks, bila ditinjau
sepintas lalu, pemecahan sebuah masalah akan menimbulkan masalah baru.
Misalnya, pengembangan sebuah metode baru dalam pengajaran
bahasa akan menimbulkan berbagai
masalah lainnya juga,seperti tingkat efisiensi metode baru tersebut dengan
metode lama, bagaimana penerapan metode baru tersebut, apakah diperlukan
berbagai media tertentu, dan juga apakah pengembangan metode baru tersebut akan
menimbulkan manfaat dalam semua proses pengajaran bahasa. Begitulah suatu
faktor baru akan menjalin suatu hubungan sebab akibat dengan berbagai faktor
yang telah ada.
Secara operasional, suatu gejala baru dapat
dinyatakan sebagai masalah bila gejala itu
terdapat dalam situasi tertentu. Dalam konstelasi yang situasional inilah, kita
dapat melakukan identifikasi obyek yang menjadi masalah. Ketika melakukan
identifikasi masalah, berlaku asas “kuantitas jawaban tidak menentukan mutu
keilmuan suatu penelitian melainkan kualitas jawabannya”.
Identifikasi
masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah di mana
suatu obyek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat kita kenali sebagai
suatu masalah.[3] Identifikasi
masalah merupakan penjabaran dari tema sentral masalah menjadi beberapka
submasalah yang spesifik, yang dirumuskan berupa kalimat-kalimatnya. Hal
iniberarti bahwa identifikasi masalah mengandung unsur acuan-acuan tertentu
yang mengarahkan pengungkapan data empiris melalui persiapan penelitian. Sesuai
dengan metode ilmiah, ada upaya untuk mengenal faktor-faktor yang terlibat,
karakteristik pengaruh asing-masing faktor terhadap fenomena, dan hubungan
faktor satu dengan yang lain dalam pengaruhnya terhadap fenomena.
Diambil sebuah contoh mengenai mobil yang mogok,
dengan mudah kita mengenalinyasebagai masalah. Demikian pula dalam
lingkup peningkatan pemerataan kesempatan menikmati pendidikan, inovasi seperti
pendidikan nonformal merupakan sebuah masalah yang dapat muncul dalam berbagai
bentuk pertanyaan, seperti contoh berikut: (1) mampukah pendidikan nonformal
berperan sebagai bentuk alternatif bagi pendidikan?; atau (2)apakah
memungkinkan pendidikan nonformal diterapkan dalam situasi sekarang?; atau
(3)apakah pendidikan nonformal dapat dipertanggungjawabkan mutu lulusannya?;
dan sebagainya. Begitulah langkah-langkah seorang peneliti dalam melakukan
identifikasi masalah.
Pembatasan Masalah
Pada subbab sebelumnya, identifikasi masalah
memberikan kepada peneliti sejumlah pertanyaan yang begitu banyak. Padahal
sebuah penelitian yang baik, lebih baik menghasilkan dua atau tiga hipotesis
yang teruji daripada sejumlah penemuan yang kurang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, langkah berikutnya dalam
pengajuan masalah adalah membatasi masalah.
Permasalahan yang akan diteliti harus dibatasi
terlebih dahulu ruang lingkupnya. Pembatasan
masalah merupakan suatu upaya dalam menetapkan batas-batas
permasalahan dengan jelas untuk menghindari kemungkinan penelitian yang
merengkuh terlalu banyak pertanyaan, namun tidak menghasilkan satu jawabanpun
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pembatasan masalah memungkinkan kita untuk
mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk dalam lingkup permasalahan.[4] Misalnya, kita memilih studi perbandingan dilihat dari
efektivitas prestasi belajar. Efektivitas prestasi belajar harus dibatasi
masalahnya, sebab kita tidak mungkin meneliti efektivitas seluruh mata
pelajaran atau membatasi pada beberapa mata pelajaran saja. Dengan pembatasan
masalah, peneliti akan mendapatkan fokus masalah yang memungkinkan untuk dapat
merumuskan masalah penelitian dengan baik.
Perumusan Masalah
Kegiatan keempat dalam tahap pengajuan masalah adalah
merumuskan masalah. Perumusan
masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya.[5]Perumusan
masalah dijabarkan dari identifikasi dan pembatasan masalah. Dengan kata lain,
perumusan masalah merupakan pernyataan lengkap dan terperinci mengenai ruang
lingkup permasalahan yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan
masalah.
Tujuan Penelitian
Setelah masalah dirumuskan dengan baik, maka seorang
peneliti menyatakan tujuan penelitiannya. Tujuan penelitian merupakan pernyataan mengenai ruang
lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang telah
dirumuskan.
Kegunaan Penelitian
Setelah dibahas tujuan penelitian, maka kegiatan
terakhir dalam langkah pengajuan masalah adalah kegunaan penelitian. Kegunaan
penelitian merupakan manfaat yang dapat dipetik dari pemecahan masalah yang
didapat dari penelitian.
Berdasarkan uraian tersebut, dengan
demikian, secara logis dan kronologis dapat disimpulkan enam kegiatan dalam
langkah pengajuan masalah, yaitu sebagai berikut: a) latar
belakang masalah; b) identifikasi
masalah; c) pembatasan masalah; d) perumusan masalah; e) tujuan penelitian; f) kegunaan penelitian[6]
Keseluruhan
langkah dalam kegiatan keilmuan terpadu secara utuh dalam suatu logika ilmiah. Hal penting yang harus
menjadi fokus peneliti bukanlah
sekadar mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan, melainkan
mengetahui dasar pikiran yang melatarbelakangi langkah-langkah tersebut. Dengan
kata lain, logika berpikir ilmiah harus didahulukan karena akan mempengaruhi
struktur penulisan yang mencerminkan alur jalan berpikir peneliti. Jangan
sampai peneliti terpukau oleh suatu format tanpa mengetahui hakikat dan fungsi
dari format tersebut.
Penyusunan Kerangka Teoretis
Penyusunan kerangka teoretis dilakukan setelah
pengajuan masalah. Pada tahap ini, proses penelitian dilakukan dengan mencari
teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan
landasan teoretis. Selanjutnya, pengajuan hipotesis menjadi landasan dalam
penyusunan kerangka berpikir. Hipotesis yaitu dugaan sementara terhadap
permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis dapat dipandang sebagai usul
mengenai kaitan yang mungkin ada diantara fakta-fakta baik yang aktual maupun
yang masih dibayangkan. Menurut Cohen dan Nagel, hipotesis berfungsi
mengarahkan penyelidikan kita untuk mencari tata hubungan antar fakta.
Pemikiran-pemikiran yang dirumuskan sebagai hipotesis dapat merupakan pemecahan
persoalan itu.[7]Dalam
perumusan hipotesis, peran analogi sangatlah penting untuk membantu menemukan
hipotesis yang memuaskan sehingga dapat dijadikan titik tolak bagi penyelidikan
lebih lanjut terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian.
Dalam memecahkan permasalahan, terdapat dua cara antara
lain cara ilmiah dan non-ilmiah. Dalam penelitian ilmiah tentu saja pemecahan
masalah harus dilakukan dengan cara ilmiah. Cara ilmiah ini dijadikan sebagai
dasar argumentasi untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian.Sebagai
contoh masalah dalam penelitian berikut ini, peneliti ingin melihat
perbandingan dalam prestasi belajar bahasa inggris disekolah formal dan sekolah nonformal. Maka, untuk
memecahkan masalah tersebut digunakan pengetahuan ilmiah yang relevan tentang
hakikat dari pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pengajaran bahasa
Inggris. Proses analisis yang digunakan untuk permasalahan tersebut yaitu berupa
pengkajian teoretis. Upaya yang
perlu dilakukan untuk pemecahan persoalan tersebut dengan cara sebagai berikut:
Pertama,
peneliti mencoba mengkaji
berdasarkan pengetahuan ilmiah mengenai karakteristik pendidikan formal dan
nonformal antara lain: (1) apakah yang disebut pendidikan formal dan nonformal itu?, (2) bagaimana
cara pendidikan dilakukan?, (3) apakah prasarana dan sarana yang dipergunakan?,
(4) bagaimana caranya mengembangkan kurikulum?, (5) bagaimana caranya melakukan
bimbingan?, (6) teknik evaluasi apa yang digunakan?. Dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memudahkan peneliti dalam men-segmentasikan
masalah-masalah, sehingga penjabarannya akan jelas.
Kedua,
dengan cara membandingkan antara pendidikan formal dan nonformal. Upaya yang dapat dilakukan yakni membandingkan perbedaan
karakteristik yang ada pada masing-masing jenis pendidikan tersebut. Peneliti
berusaha melihat, apakah perbedaan yang bersifat karakteristik dalam proses
belajar mengajar? Adakah perbedaan dalam pemberian bimbingan? Adakah perbedaan
dalam peranan guru? Berbedakah aktivitas murid dalam proses belajar tersebut?
Serta di mana letak perbedaan dalam pelaksanaan penilaian?
Berdasarkan kedua upaya tersebut peneliti mencoba
mengidentifikasi perbedaan diantara keduanya. Jika terdapat perbedaan prestasi
belajar dari kedua bentuk pendidikan tersebut maka, terkait juga dengan
perbedaan karakteristik dari kedua bentuk sekolah. Setelah mengalami beberapa
proses di atas, maka dapat dibentuk kesimpulan yakni, bentuk pendidikan manakah
yang akan menghasilkan pretasi belajar bahasa Inggris yang lebih
baik? Argumentasi manakah yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan
hal itu?. Kesimpulan tersebut merupakan hipotesis yang membutuhkan analisis
yang dilakukan dengan tidak asal-asalan.
Pada dasarnya metode ilmiah dapat disimpulkan dengan dua
cara antara lain sebagai berikut: 1) Pengajuan hipotesis yang merupakan kerangka teoretis
secara deduktif; 2) Pengumpulan data secara empiris untuk menguji apakah
kenyataan yang sebenarnya mendukung atau menolak hipotesis.
Jujun S.Sumantri di dalam bukunya mencantumkan
semboyan ilmiah yang pada hakikatnya harus dijunjung tinggi oleh peneliti: “Yakinkan
secara logis dengan kerangka teoretis ilmiah dan buktikan secara empiris dengan
pengumpulan fakta yang relevan”.[8] Kutipan tersebut mengandung maksud tentang hakikat
peneliti yang seharusnya dilakukan. Seorang ilmuwan boleh tidak menerima hasil
penelitian jika kerangka teoretis dalam pengajuan hipotesisnya belum
meyakinkan.
Adapun kerangka teoretis yang dapat menguatkan
argumentasi maka perlu memenuhi beberapa syarat yakni, teori yang digunakan haruslah
merupakan teori pilihan dari sejumlah teori yang telah dikuasai secara lengkap
dengan mencakup perkembangan-perkembangan yang mengikuti teori tersebut. Perlu
disadari bahwa ilmu terus berkembang dan teori yang dianggap efektif bisa jadi
sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Hal ini tentu saja menjadi faktor penting
bagi peneliti sebelum meneliti lebih lanjut. Pada suatu disiplin kelimuan,ini
disebut “the state of the art”.
Memiliki pengetahuan teori secara filsafati sangatlah
penting karena pikiran-pikaran dasar yang melandasi teori tersebut seperti
postulat dan asumsi sering kurang mendapat perhatian dalam proses belajar
mengajar. bagi peneliti yang akan menulis tesis atau disertasi seharusnya
mengetahui secara benar pikiran-pikiran dasar dari teori yang akan
dipakai. Hal inilah yang membedakan pendidikan di pascasarjana
dengan pendidikan strata satu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam menyusun
kerangka pemikiran dibutuhkan teori-teori ilmiah yang menjadi dasar argumentasi
sehingga membuahkan hipotesis. Adapun kriteria utama agar kerangka pemikiran
dapat menguatkan para ilmuwan lain yaitu dengan alur-alur pikiran yang logis.
Alur pikiran logis disini yakni menggunakan teori yang sudah di paparkan pada
kerangka berpikir sebagi landasan dalam penelitian. Tidak sedikit tesis atau
disertasi dimana teori-teori yang termaktub di dalamnya hanya sebagai pajangan
belaka. Seharusnya teori-teori tersebut menjadi landasan yang kuat dalam
membangun kerangka berpikir.
Metodologi Penelitian
Setelah perumusan hipotesis selesai dilakukan maka,
tahap selanjutnya adalah menguji hipotesis tersebut secara empiris. Pada tahap
inilah penggunaan metodologi suatu penelitian dibutuhkan. Metodologi adalah
pengetahuan tentang berbagai metode, sedangkan metodologi penelitian merupakan
pengetahuan tentang metode-metode yang digunakan dalam suatu penelitian,
misalnya metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.[9]
Setiap penelitian memiliki metode penelitian
masing-masing. Pada tahap ini, tujuan penelitian harus dinyatakan secara
lengkap, seperti variabel-variabel yang akan diteliti serta
karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diuji. Berdasarkan tujuan
penelitian tersebut, peneliti dapat memilih metode penelitian apa yang tepat
dengan masalah penelitian beserta teknik yang ingin digunakan.
Metode adalah prosedur tertentu yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu sedangkan teknik adalah cara yang spesifik yang
digunakan dalam penelitian untuk memecahkan masalah dengan
prosedur tertentu. Jadi, teknik-teknik tercakup dalam metode
penelitian seperti, teknik pengambilan contoh, teknik pengukuran, teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data.
Adapun hal penting yang perlu diingat adalah pada
proses verifikasi data dimana kesimpulan yang ditarik kemudian dibandingkan
dengan hipotesis untuk menentukan hipotesis ditolak atau diterima. Oleh karena
itu, teknik yang dipilih dalam metode penelitian harus sesuai dengan perumusan
hipotesis.
Pada teknik pengumpulan data, variabel-variabel dalam
penelitian harus dinyatakan kemudian sumber data mengenai keterangan variabel
tersebut didapatkan. Dalam proses pengumpulan data diperlukan instrumen.
Instrumen perlu diuji keabsahan (validity)
dan keandalannya (reliability)
sebelum digunakan. Instrumen harus memenuhi persyaratan secara a priori.
Maka, instrument dicantumkan secara singkat dalam metode penelitian.
Secara ringkas, langkah-langkah dalam
penyusunan metodologi penelitian mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) tujuan
penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pernyataan yang memuat
identifikasi variabel-variabel penelitian serta karakteristik hubungan yang
akan diteliti; 2) tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan
generalisasi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti; 3) metode
penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat
generalisasi yang diharapkan; 4) teknik pengambilan contoh yang relevan dengan
tujuan penelitian, tingkat keumuman dan metode penelitian; 5) teknik
pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan,
sumber data, teknik pengukuran, instrumen dan teknik perolehan data; 6) teknik
analisis data yang mencakup langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan
yang ditetapkan berdasarkan pengajuan hipotesis.[10]
Hasil Penelitian
Setelah melakukan sejumlah tahap penelitian yang telah
dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, langkah selanjutnya yakni pada hasil
dari penelitian itu sendiri.Dalam membahas hasil penelitian, yang
perlu diingat adalah bahwa tujuan utama peneliti adalah membandingkan
kesimpulan yang ditarik dari data yang telah dikumpulkan dengan hipotesis yang
diajukan secara sistematik dan terarah. Namun sebuah penelitian tidak terhenti
pada kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak melainkan dilengkapi
dengan evaluasi mengenai kesimpulan tersebut, dan sebuah pernyataan ilmiah yang
baik selalu mengandung tingkat kepercayaan yang dimiliki pernyataan tersebut.
Secara singkat hasil penelitian dapat dilaporkan dalam kegiatan sebagai berikut: 1) Menyatakan variabel-variabel yang diteliti; 2) Menyatakan
teknik analisis data; 3) Mendeskripsikan hasil analisis data; 4) Memberikan
penafsiran terhadap kesimpulan analisis data; 5) Menyimpulkan pengujian
hipotesis apakah ditolak atau diterima.[11]
Ringkasan dan Kesimpulan
Kesimpulan penelitian merupakan sintesis dari
keseluruhan aspek penelitian yang terdiri dari masalah, kerangka teoritis,
hipotesis, metodologi penelitian,
dan penemuan penelitian. Sintesis ini membuahkan kesimpulan yang ditopang oleh
suatu kajian yang bersifat terpadu dengan meletakkan berbagai
aspek penelitian dalam perspektif yang menyeluruh. Untuk itu bagian ini disebut
ringkasan dan kesimpulan yang pada dasarnya mencerminkan hakikat kesimpulan
yang disingkapkan oleh penelitian. Berikut langkah-langkah menyusun ringkasan
dan Kesimpulan: 1) Deskripsi singkat mengenai masalah,
kerangka teoritis, hipotesis, metodologi dan penemuan penelitian; 2) Kesimpulan
penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan keseluruhan aspek tersebut di
atas; 3) Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan
terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang relevan; 4) Mengkaji
implikasi penelitian; 5) Mengajukan saran.[12]
Abstrak
Seluruh
laporan penelitian kemudian disarikan dalam sebuah ringkasan (maksimal tiga
halaman) yang disebut abstrak. Abstrak disajikan sebagai sebuah esai yang utuh
tanpa dibatasi oleh subjudul, dan mencakup keseluruhan pokok pernyataan
penelitian sesuai dengan langkah-langkah
kegiatan penelitian,
yaitu mengenai
masalah, hipotesis, metodologi dan kesimpulan penelitian. Kerangka pemikiran
dalam abstrak dituangkan secara singkat dan dinyatakan dalam bentuk proposisi
yang bersifat pokok saja sehingga dapat mengkomunikasikan dengan baik hasil apa
yang hendak disampaikan peneliti.
Daftar Pustaka
Sebuah laporan penelitian ilmiah dilengkapi dengan
daftar/tinjauan pustaka yang memuat sumber referensi seluruh kegiatan penelitian ilmiah. Pada hakikatnya
daftar pustaka merupakan inventarisasi dari seluruh publikasi ilmiah maupun nonilmiah yang dipergunakan sebagai dasar bagi pengkajian yang
dilakukan.
Tinjauan
kepustakaan sebaiknya disusun dalam suatu kerangka yang mencakup ruang lingkup
dan aksentuasi penelitian. Bertitik
tolak dari situ, maka masing-masing aspek diulas berdasarkan kepustakaan yang
tersedia, lengkap dengan tokoh-tokoh pakarnya, tahun pernyataannya, dan esensi
pernyatannya. Di samping itu dilakukan pula sorotan kritik analitik sebagai
sikap dan pandangan pribadi dan mencoba
menemukan dalam hal apa dan mengapa dijumpai perbedaan pandangan di antara
sementara pakar atau kelompok pakar. Berarti menjelaskan pula mengapa peneliti
berpihak kepada yang mana.
Perlu
dikemukakan bila tinjauan kritis tidak dilakukan maka khawatir peneliti akan
dielompokkan sebagai ‘gudang ilmu’ atau ‘pengecer ilmu” . artinya apa saja yang
perlu diketahui, dikuasai penuh dan terinci, bukan menurut sikap dan pandangan
pribadi. Disamping memberi bobot tertentu kepada peneliti, tinjauan kepustakaan
mempunyai fungsi yang penting yaitu sebagai landasan pembanding hasil
penelitian sendiri.
Cakupan
tinjauan kepustakaan harus menyentuh publikasi ilmiah tahun terakhir, sesuai
dengan tahun penyusunan karya ilmiah peneliti (sekarang). Teknik notasi ilmiah
seperti menyitir esensi hasil penelian seorang pakar baik secara langsung dari
karya ilmiahnya maupun melalui pensitiran
yang dilakukan oleh pakar lain.
Riwayat Hidup
Sebuah tulisan ilmiah mencantumkan sumber utama yaitu
penelitinya melalui sebuah bagian yang disebut dengan riwayat hidup. Riwayat
hidup merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan peneliti
yang mempunyai hubungan dengan penulisan karya ilmiah yang disampaikan. Semua
hal yang bersifat penting tentang latar belakang penulis diringkaskan dalam
sebuah penjelasan yang cukup padat.
Usulan Penelitian
Sebuah usulan penelitian mengandung seluruh langkah-langkah
penelitian tanpa hasil penelitian. Dengan demikian usulan penelitian hanya
mencakup langkah pengajuan masalah, penyusunan kerangka teoritis, dan pengajuan
hipotesis serta metodologi penelitian.Usulan
penelitian dapat pula dilengkapi dengan jadwal kegiatan, personalia peneliti,
serta aspek-aspek penelitian lain yang berhubungan seperti pembiayaan, dan
sebagainya.
Lain-lain
Bagian
ini merupakan informasi pendahuluan yang bersifat pengantar sebelum pembaca
memasuki tubuh utama laporan sebuah tulisan penelitian ilmiah, seperti: halaman
judul, kata pengantar, daftar isi/tabel/gambar/grafik, lembar persetujuan
pembimbing/promotor yang ditulis dengan nomor halaman mempergunakan angka Latin
yang ditulis dengan huruf kecil, contoh: i, ii, dan iii.
Mengkomunikasikan gagasan-gagasan dalam cara-cara yang
dapat diterima oleh bidang-bidang keilmuan itulah yang merupakan jiwa dari
sebuah karya ilmiah.Langkah-langkah dalam penelitian ilmiah yang telah
dijelaskan di atas dapat dijadikan
sebagai kerangka pembahasan yang lebih mendalam mengenai filsafat ilmu. Kegunaan yang diperoleh dari
penelitian dapat dikaitkan dengan aksiologi keilmuan yang membahas nilai
kegunaan ilmu sekaligus membahas berbagai aspek moral dan sosial. Pembahasan
filsafat ilmu diharapkan memungkinkan berkembangnya pengkajian filsafat yang
berorientasi kepada ilmu dengan menekankan kepada aspek-aspek filsafat yang
penting sekaligus menyaring yang kurang penting.
Teknik Penulisan Ilmiah
Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek bahasan,
yaitu dari segi gaya penulisan dalam
membuat pernyataan ilmiah serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber pengetahuan ilmiah yang dipergunakan dalam
penulisan. Berikut ini adalah beberapa poin penting yang perlu dicermati
peneliti menyangkut gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah, yaitu: 1) Komunikasi
ilmiah harus bersifat jelas dan tepat yang memungkinkan proses penyampaian
pesan bersifat reproduktif dan impersonal: a) Komunikasi ilmiah harus bersifat
reproduktif (tidak terjadi multitafsir) dan memuat proposisi yang bersifat ilmiah (dimana
pernyataan mengandung penilaian apakah materi yang dikandung benar atau salah);
b) Komunikasi ilmiah harus bersifat impersonal, dimana kata ganti perorangan
hilang dan ditempati oleh kata ganti universal yakni “ilmuwan”; 2) Bahasa
penulisan yang digunakan harus jelas dimana pesan mengenai obyek yang ingin
dikomunikasikan mengandung informasi yang disampaikan sedemikian rupa sehingga
subyek dapat memahami isi pesan tersebut; 3) Penulis ilmiah harus menggunakan
bahasa yang baik dan benar karena tata bahasa merupakan ekspresi dari logika
berpikir; tata bahasa yang tidak cermat merupakan pencerminan logika berpikir
yang tidak cermat pula; 4) Dalam memberikan penjelasan, terutama mengenai
termoniogi suatu kata, harus sepadan dengan tujuan komunikasi agar tidak
terjadi penumpukan informasi yang tidak diperlukan sehingga menyebabkan
melemahnya argumentasi yang sedang disusun; 5) Pembahasan ilmiah mengharuskan
peneliti berpaling kepada pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam
setiap argumentasi yang diberikan dalam penulisan ilmiah. Adapun pernyataan
ilmiah yang dipergunakan dalam penulisan ilmiah harus mencakup beberapa hal,
yaitu sebagai berikut: a) harus dapat diidentifikasi orang yang membuat
pernyataan tersebut; b) harus dapat diidentifikasi media komunikasi ilmiah
dimana pernyataan itu disampaikan; c) harus dapat diidentifikasi lembaga yang
menerbitkan publikasi ilmiah tersebut beserta domisili dan waktu penerbitan
dilakukan
Ketiga
hal tersebut dapat dicantumkan oleh peneliti setelah peneliti mempelajari mengenai teknik notasi ilmiah.
Terdapat beberapa teknik notasi ilmiah namun pada intinya seorang peneliti
boleh memilih yang mana saja selama teknik tersebut dilaksanakan secara
konsisten agar pembaca tidak mengalami kebingungan.
Urgensi Alur Pemikiran Filsafati yang Terdapat dalam
Penelitian Ilmiah: Kaitannya dengan Proses Penulisan Ilmiah
Terdapat banyak sekali bentuk dan cara penulisan
keilmuan yang dapat ditemui dalam berbagai pedoman penulisan ilmiah. Bentuk
luarnya bisa berbeda namun jiwa dan penalarannnya adalah sama. Hal penting
dalam penulisan dan penelitian ilmiah bukan saja mengenai mengetahui
teknik-teknik pelaksanaannya melainkan juga memahami dasar pikiran yang melandasinya. Pemilihan
bentuk dan cara penulisan dari khasanah yang tersedia merupakan persoalan
selera dan preferensi individu dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya
seperti masalah apa yang sedang dikaji, siapakah pembaca tulisan, dan dalam
rangka kegiatan keilmuan apa karya ilmiah tersebut disampaikan.
Seorang peneliti yang telah menguasai tema pokok
dengan baik tentu saja akan dengan mudah mengembangkan berbagai variasi dari
tema pokok tersebut, seperti seorang penyanyi yang melakukan improvisasi terhadap not-not musik di dalam lagu yang dinyanyikannya. Namun harus disadari bahwa
improvisasi yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa mengenal tema pokok serta
teknik-teknik dasar untuk pengungkapan secara kreatif. Baik penelitian maupun
penulisan ilmiah sama-sama memerlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat
keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya
secara tertulis dengan baik sesuai kaidah-kaidah keilmuan.
Seorang peneliti ilmiah yang paham hakikat keilmuan,
baginya tidaklah menjadi soal darimana penelitian maupun penulisan ilmiahnya
akan ia mulai, atau sesudah itu hendak melangkah kemana, sebab penguasaan
tematis dan teknik yang dimilikinya akan menjamin tercapainya keseluruhan kegiatan ilmiah dalam bentuk yang
utuh. Demikian pula dalam merumuskan hipotesis, tidak menjadi masalah apakah
hipotesis akan ditulis langsung setelah perumusan masalah, ataukah di tempat
mana akan dinyatakan postulat, asumsi, atau prinsip, sebab telah mngetahui
dengan benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut dalam keselutuhan struktur
penulisan ilmiah.
Hal tersebut berbeda dengan mereka yang belum
menguasai logika penalaran ilmiah secara baik yang cenderung memperlakukan
bentuk dan cara penulisan ilmiah secara kaku. Bagi orang-orang dalam kelompok
ini, materi dalam pedoman merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, urutan dan langkahnya adalah
harga mati. Kemudian muncullah yang disebut dengan keharusan-keharusan
penulisan, yang sebenarnya adalah logis dan imperatif, namun dalam hal yang
lain kadang-kadang menjadi dipaksakan padahal sesungguhnya tidak begitu
diperlukan.
Menurut Nuchelmans, struktur penelitian dan penulisan
ilmiah secara logis dan kronologi mencerminkan kerangka penalaran ilmiah.
Dengan mengenal kerangka berpikir yang filsafati, maka peneliti secara lebih
mudah akan menguasai hal-hal yang bersifat teknis.[13]
Oleh sebab itu, maka yang harus benar-benar dipahami bukanlah sekadar
mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan, melainkan mengetahui dasar
pemikiran yang melatarbelakangi langkah-langkah tersebut. Logika berpikir ilmiah
harus didahulukan sehingga dengan demikian maka struktur penulisannya otomatis
mencerminkan alur berpikir ilmiah. Yang ingin digarisbawahi di sini adalah
bahwa jangan sampai sebagai peneliti hanya terpukau oleh suatu format tanpa
mengetahui hakikat dan fungsi dari format tersebut.
[1]Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan,
(Jakarta:PT Grafindo, 2008), h. 3
[2]Jujun S.
Suriasumantri, FIlsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), h.309
[3]Ibid, h.309
[7]John Ziman, dkk.,
Ilmu Pengetahuan dan Metodenya,
(Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1988), h.110
[8]Jujun S.
Suriasumantri, Op.Cit., h.318
[9]Sutrisno dkk, Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian,(Yogyakarta: Penerbit C.V.
Andi Offset, 2007), h. 21
[10]Jujun S.
Suriasumantri, Op.Cit., hh.332
[13]G. Nuchelmans, Berfikir
Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan
Oleh Soejono Soemargono, (Yogyakarta: UGM Yogyakarta, 1982), h.11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar