Kamis, 15 Juni 2017

Pendekatan Mathematics Realistic

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. ”Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. 




Pengertian RME 

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. ”Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.  Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa” (Zulkardi: 2000).
“...mathematics must be connected to reality and sees 'mathematics as a human activity'. The word reality not just refers to the real world but also to problem situations which are real to pupils. It is using this that the pupils can develop and apply mathematics to problem that makes sense to them. Van Den Heuvel- Panhuizen (2005:03). The way in which RME works is that first the pupil is given a context- linked problem; the pupil then develops a mathematical tool and understanding to solve the problem…”. (Talaty: 2004).

Dari wacana di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik mengharuskan matematika dikaitkan dengan kenyataan dan memandang matematika sebagai aktivitas manusia. Maksud real world disini tidak hanya dunia nyata namun lebih pada menciptakan masalah nyata pada siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat membangun dan menerapkan matematika pada masalah sehari-hari yang dapat meningkatkan wawasan /pandangan bagi siswa. Dari awal siswa diberikan suatu konteks masalah yang berhubungan dengan lingkungan sekitar, kemudian siswa membuat model matematika yang membantu untuk memahami materi yang sedang dipelajari dan memecahkan masalahnya. Kemudian model ataupun strategi siswa dalam memecahkan masalah ini dibawa pada suatu situasi kelas yang interaktif, terakhir siswa membawa pada masalah yang berbeda dalam konteks yang sama yang berada dalam tingkatan yang sama ataupun pada konteks masalah yang lebih tinggi.

Menurut Zulkardi (2001), ”pendekatan matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan ”process of doing mathematics”. Berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.”


Karakteristik RME

Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998) dalam Zulkardi (2001).
  1. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”  pertama siswa disuguhkan dengan situasi nyata (real konteks) dengan siswa mengeksplorasi lingkungan disekitarnya kegiatan yang menunjukkan dua proses matematisasi dunia nyata (matematisasi horizontal dan vertikal) tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.  Dalam RME, pembelajaran di awali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.  Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit.  Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization).  Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000);
  2. Menggunakan Model-model (Matematisasi. Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models).  Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.  Pertama adalah model  situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa;
  3. Menggunakan Produksi dan Konstruksi. Streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.  Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal;
  4. Menggunakan Interaktif, Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa;
  5. Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment). Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial.  Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah.  Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.


Prinsip-prinsip RME

Dalam Turmudi (2001:8), terdapat lima prinsip utama dalam kurikulum matematika realistik yaitu.
  1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika;
  2. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema dan Simbol-simbol;
  3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri (student’s own production) dan mengkontruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma, atau strategi penyelesaian siswa) sehingga dapat membimbing siswa dari level matematika informal menjadi matematika formal;
  4. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika;
  5. Intertwinning’ (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan atau antar ‘Strand’.

Dalam falsafah realistik, dunianya digunakan sebagai titik pangkal dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika. Suherman dkk (2001: 129) mengemukakan bahwa ”masalah kontekstual dalam kurikulum realistik, berguna untuk mengisi sejumlah fungsi:

  1. Pembentukan konsep, dalam fase pertama pembelajaran, para siswa diperkenalkan untuk masuk kedalam matematika secara alamiah dan termotivasi;
  2. Pembentukan model, masalah-masalah kontekstual memasuki fondasi siswa untuk belajar operasi, prosedur, notasi, aturan, dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model lain yang kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berpikir;
  3. Ketertepatan, masalah kontekstual menggunakan Reality sebagai sumber dan domain untuk terapan;
  4. Praktek dan latihan dari kemampuan spesifik dalam situasi terapan.
Dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendekatan matematika realistik. Berikut ini merupakan rambu-rambu penerapannya:
  1. Bagaimana guru menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting point pembelajaran;
  2. Bagaimana guru menstimulasi, membimbing, dan mamfasilitasi agar prosedur, algoritma, simbol, skema dan model, yang dibuat oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal;
  3. Bagaimana guru memberi atau mengarahkan kelas, kelompok, maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem kontekstual, sehingga tercipta berbagai macam pendekatan atau metoda penyelesaian  atau algoritma;
  4. Bagaimana guru membuat kelas bekerja secara interaktif di antara mereka atau siswa dengan siswa dalam kelompok kecil, dan antar anggota-anggota kelompok dalam presentasi umum, serta antar siswa dengan guru;
  5. Bagaimana guru membuat jalinan antara topik dengan topik lain, antara konsep dengan konsep lain, dan antara satu simbol dengan simbol lain di dalam rangkaian topik matematika.

Sumber:
  • Suherman. E. (2001). Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
  • Zulkardi (2000) How to Design Mathematics Lessons based on the Realistic Approach? http://www.geocities.com/ratuilma/rme.html (diakses di 5 Februari 2016)
  • Marja Van Den Heuvel-Panhuizen. (2005). The Role Of Contexts In Assessment Problems In Mathematics. Jurnal. Canada: Flm Publishing Associationcuniversity Of Albertac382 Education Southcedmonton
  • Talati, A. (2004). Teaching and learning RME. Retrieved July 21, 2013 from http://www.partnership.mmu.ac.uk/cme/Student_Writings/TS1/Afsana/Afsana.
  • Zulkardi. 2001. Realistic Mathematics Education (RME). Teori, contoh pembelajaran, dan teman belajar di internet. Makalah disajikan dalam seminar sehari tentang Realistic Mathematics Education tanggal 4 April 2001. Bandung : Tidak Diterbitkan.
  • Cinzia Bonotto. (2000). Mathematics in and Out of School: Is it Possible Connet these Contexts ? Exemplication from an in Primary Schools.  http//www.nku.edu/cheffield/bonottopbyd.htm
  • Streefland, L. (1991). Fractions in realistic mathematics education. A paradigm of developmental research. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. doi:10.1007/978-94-011-3168-1
  • Turmudi, ( 2001 ). Pendekatan Matematika dalam Pembelajaran Matematika Bandung : Makalah Seminar Sehari di Parteve Bumi Siliwangi UPI Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...