Gagasan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran orang yang belajar dengan dasar struktur-struktur kognitif yang ada merupakan dasar teoritis bagi perbedaan antara belajar bermakna dan belajar menurut hafalan menurut Ausubel. Dalam belajar bermakna pengetahuan baru dikaitkan pada konsep-konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif (otak kita) (Usman Samatowa, 2016:20-21).
Konsep adalah kategori yang mengelompokkan objek, kejadian, karakteristik berdasarkan bentuk-bentuk yang sama (John W. Santrock, 2011:03). Konsep adalah elemen kognisi yang membantu kita menyederhanakan dan merangkum informasi. Senada dengan hal tersebut Anita Woolfolk menjelaskan bahwa konsep merupakan sebuah kategori umum dari ide-ide, objek-objek, orang-orang atau pengalaman-pengalaman yang anggota-anggotanya memiliki properti-properti tertentu yang sama (Anita Woolfolk,2009:60).
Konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah menjelaskan dan meramalkan (S. Sagala, 2003:71). Konsep juga membantu proses mengingat menjadi lebih efisien. Murid-murid membentuk konsep melalui pengalaman langsung dengan objek dan kejadian dalam dunia mereka.
Guru dapat membimbing murid untuk mengenali dan membentuk konsep dimulai dengan mempelajari ciri-ciri konsep serta mendefinisikan konsep dan memberikan contoh(John W. Santrock, 2011:04). Pembentukan konsep merupakan proses yang mengaharuskan siswa menentukan fondasi dasar saat mereka akan melakukan kategorisasi, maka pencapaian konsep mengharuskan mereka menggambarkan sifat-sifat dari suatu kategori yang sudah terbentuk dalam pikiran orang lain dengan cara membandingkan dan membedakan contoh-contoh (Miftahul Huda, 2013:81).
Cara siswa membangun pengertian bermakna sebagai upaya-upaya yang dilakukan siswa menata pengetahuan yang diperolehnya selama proses pembelajaran. Dengan demikian dapar berarti bahwa proses pembelajaran berpengaruh terhadap cara siswa membentuk pengetahuannya sendiri. Sebab pada hakikatnya proses pembelajaran merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Pengaitan-pengaitan ini akan membentuk suatu struktur kognitif baru (I Nyoman Sudana Degeng, 1989:05). Struktur kognitif merupakan struktur yang terorganisasi yang ada dalam ingatan seseorang, yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual (Yusufhadi Miarso & I Nyoman Sudana Degeng, 1993:06).
Struktur kognitif berkembang dan berubah melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skemata, melainkan mengembangkan skemata. Apabila informasi baru sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada, maka siswa akan mengadakan akomodasi, yaitu membentuk skema yang cocok dengan informasi baru atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan informasi baru itu. Bila siswa mempunyai informasi baru yang berbeda dengan skema yang dimilikinya, maka siswa dapat melakukan dua hal, (1) menciptakan skema baru atau (2) mengubah, memperluas, atau menyempurnakan skema yang telah ada sehingga persepsi, konsep, pengalaman bar atau perangsang baru dapat diasimilasikan ke dalam skema yang telah ada. Setelah terjadi keserasian antara asimilasi dan akomodasi maka akan tercapai keseimbangan (equilibrium) sehingga interaksi antara siswa yang sedang berkembang dengan lingkungan dapat terjamin (Paul Suparno, 1997:31). Keutamaan berikutnya adalah bahwa dengan mengetahui bagaimana cara siswa menata isi pengetahuan yang diserapnya, guru memiliki informasi yang utuh tentang kesiapan belajar siswa, terutama terkait dengan apakah siswa sudah menguasai konsep yang dipelajari sehingga dapat dilanjutkan untuk konsep berikutnya; atau pada bagian konsep yang mana penguasaan siswa masih lemah sehingga diperlukan perlu diadakan remedial atau reorganisasi terhadap penyajian dan pengolahan sajian bahan ajar.
Dalam pendidikan sains, konsep (pengetahuan dasar) adalah faktor yang mempengaruhi belajar, seperti yang dikatakan oleh Clipton dan Slowaczek dalam Muhibin Syah menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk memahami dan mengingat informasi penting bergabung apada apa yang mereka telah ketahui dan bagaimana pengetahuan tersebut diatur (Muhibin Syah, 2004:23).
Penguasaan konsep IPA merupakan kemampuan untuk mengatasi konsep-konsep dasar IPA pada ranah kognitif sesuai dengan klasifikasi Bloom yaitu:
1.Tingkat pengetahuan (knowledge)
Pada level ini menuntut siswa untuk mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya. Pertanyaan pengetahuan biasanya dimulai dengan kata mendefinisikan, mendeskripisikan, mengidentifikasi, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan, mereproduksi.
2.Tingkat pemahaman (comprehension)
Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pertanyaan pengetahuan biasanya dimulai dengan kata mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan.
3.Tingkat penerapan (application)
Kemampuan untuk menggunakan/menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan pengetahuan biasanya dimulai dengan kata mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, memodifikasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
4.Tingkat analisis (analysis)
Kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen/elemen, suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis/kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi. Pertanyaan pengetahuan biasanya dimulai dengan katam merinci, menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan, memisahkan, membagi.
5.Tingkat sintesis (synthesis)
Kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. Pertanyaan pengetahuan biasanya dimulai dengan kata mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, membuat desain, memodofikasikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali, merekonstruksi, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menceritakan.
6.Tingkat evaluasi (evaluation)
Mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu (Martinis Yamin, 2005:27-29). Pertanyaan pengetahuan biasanya dimulai dengan kata menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan. Penguasaan konsep IPA dapat diukur melalui penguasaaan kurikulum konsep IPA sesuai tingkatannya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep dasar pada ranah kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi, dimana konsep tersebut akan berpengaruh terhadap pengguasaan konsep berikutnya.
Referensi:
- Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2016)
- John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011)
- Anita Woolfolk, Educational Psychology Active Learning Edition,Edisi Sepuluh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
- S. Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003)
- Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013)
- I Nyoman Sudana Degeng, Ilmu Pembelajaran Taksonomi Variabel, (Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK, 1989)
- Yusufhadi Miarso & I Nyoman Sudana Degeng, Terapan teori Kognitif dalam Desain Pembelajaran, (Jakarta: Depdikbud, 1993)
- Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)
- Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)
- Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar