Senin, 05 Oktober 2015

Chapter 01 Obyek Studi dan Metode Filsafat


Obyek filsafat ialah gejala/ peristiwa alam dan sosial atau segala sesuatu yang ada didunia. yang ada di dunia ialah alam dan manusia. Interaksi manusia dengan alam mengakibatkan manusia berpikir tentang alam kemudian melahirkan pengetahuan, teori, dan ilmu manusia. Obyek filsafat direfleksi secara keseluruhan, ia memikirkan dan mendiskusikan gejala/ peristiwa: Alam, social dan hasil pemikiran itu sendiri.





 Chapter 01
ILMU DAN FILSAFAT: STRUKTUR ILMU
By: Fitria Rosmi, S.Pd dan Deddy Mulyono. S.Pd
Obyek Studi dan Metode Filsafat


Secara keseluruhan ia merupakan cara berpikir yang mempertanyakan segala yang ada (kritis), menyeluruh, saling hubungan, konflik, perubahan, dan perkembangan serta mengupas segala sesuatu sedalam-dalamnya sampai pada keakar-akarnya. Dialektik berarti semua obyek adalah saling hubungan satu dengan yang lainnya, kontradiksi, berubah, dan berkembang. Adapun obyek filsafat yakni dapat diuraikan dalam bentuk gambar dibawah ini:

 Berdasarkan gambar  diatas, filsafat merupakan induk ilmu pengetahuan karena membahas tentang apa itu secara keseluruhan dan parsial. Pemikiran alam dan sosial secara keseluruhan bertumpu pada saling hubungan unsur-unsur alam dan sosial yang menghasilkan hukum kontradiksi sebagai dasar perubahan dan perkembangan alam dan sosial itu sendiri. Sedangkan pemikiran alam dan sosial secara parsial itu bertumpu pada sebab-akibat, bentuk isi, gejala hakikat, yang menghasilkan teori dan ilmu alam serta sossial. Ilmu tersebut menjadi pedoman untuk mengelola lingkungan untuk kesejahteraan umat manusia. Aktivitas yang demikian itu dikemas dalam dunia pendidikan formal dan prosesnya adalah memaduka ilmu dengan praktek agar ilmu tersebut tidak statis. Salah satu tugas dunia formal adalah mengembangkan ilmu berdasarkan perkembangan praktek. Tanpa dipraktekan ilmu itu akan menjadi barang dagangan kaum ilmuan di “menara gading” sekolah dan universitas.
Metode berasal dari bahasa Yunani  methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusut, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan menjamin kebenaran yang diraih. Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan.
Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai sekarang ini.
1.    Metode Zeno : Reductio ad Absurdum
Zeno adalah seorang murid Parmenides yang termasyhur, yang terkenal sebagai filsuf metafisika Barat yang pertama. Sejak usia muda, ia telah menulis banyak buku yang terkenal, tetapi sayangnya semua telah hilang. Kemayshurannya bukan hanya diakui oleh Plato, melainkan juga oleh Aristoteles, murid Plato yang hidup sekitar seratus tahun sesudah Zeno. Memang Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan metode untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi sehingga konklusinya pun menjadi mustahil ( reduction ad absurdum ).
Zeno sependapat dengan Parmenides yang mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya di alam semesta ini hanya satu. Untuk mempertahankan monisme dari serangan plularisme, dengan metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di antara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa orang dapat berjalan dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.
Parmenides juga pernah mengatakan bawha tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalama ada yang lain karena yang ada senantiasa mengisi seluruh tempat. Parmenides pun pernah mengatakan bahwa jika ruang kosong itu tidak ada, berarti bahwa gerak pun tidak ada. Untuk membuktikan kebenaran ajaran gurunya itu, Zeno mengemukakan empat contoh sebagai berikut :
a.    Dikotomi paradox.
b.    Akhilles, si juara lari.
c.    Anak Panah.
d.    Benda yang bergerak bertentangan.
Metode Zeno member nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun pernyataam yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan metode itu ia telah member dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang rasional dan logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik, dalam arti mencari kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
2.    Metode Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif           
Sokrates ( 470-399 SM ) hanya dikenal lewat berbagai karya tulis murid-muridnya, yakni Aristophanes, Xenophon, Plato dan karya tulis murid Plato, Aristoteles. Ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan Sokrates yang ditampilkan oleh keempat orang itu pun tak begitu jelas dan tidak lengkap. Saat ini, pada umumnya para ahli menggunakan keempat sumber yang tersedia itu, namun ada kesepakatan bersama yang menunjukan bahwa pemikiran-pemikiran Sokrates hampir lengkap ditemukan lewat berbagai karya tulis Plato, teristimewa dalam dialog-dialog yang pertama, yang disebut dialog-dialog Sokratik. Lewat berbagai karya tulis Plato, yang terlihat jelas ialah bahwa pemikiran-pemikiran Sokrates terpusat kepada manusia. Dengan kata lain, manusia menjadi titik perhatian paling utama dalam filsafat Sokrates.
Bagi Sokrates, kebenaran objektif yang hendak digapai bukanlah semata-mata untuk membangun suatu ilmu pengetahuan teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih kebajikan karena, menurut Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan itu harus tampak lewat tingkah laku manusianyang pantas, yang baik dan terpuji. Untuk menggapai kebenaran objektif itu, Sokrates menggunakan suatu metode yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.Sokrates begitu yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya.
Karena itu, Sokrates tidak pernah mengajar tentang kebenaran itu, melainkan berupaya untuk menolong untuk mengungkapkan apa yang memang ada dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates merasa terpanggil utnuk melakukan tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah bidan), maka cara yang digunakannya pun disebutnya maieutika tekne (teknik kebidanan).
Sokrates  mempraktekan teknik kebidanan itu lewat percakapan. Lewat percakapan demikian itulah ia melihat dengan jelas adanya kebenaran-kebenaran individual yang ternyata bersifat universal. Dengan demikian, ia telah memperkokoh dasar berpikir induktif yang kemudian akan dikembangkan oleh para pemikir lainnya. Lewat dialog-dialog kritis , Sokrates menggiting orang untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Karena Sokrates selalu mengajak orang untuk bercakap-cakap, metode yang digunakannya disebut metode dialektik.
3.    Metode Plato : Deduktif Spekulatif Transendental
Plato memusatkan perhatiannya pada pada bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Dari berbagai ilmu pengetahuan yang diminatinya itu, eksaktalah bidang ilmu yang memperoleh tempat istimewa. Pada umumnya para ahli membagi dialog-dialog Plato ke dalam tiga periode :
a.    periode dialog-dialog awal, disebut juga sebagai oeriode penyelidikan (inquiry).
b.    periode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode spekulasi/pemikiran (speculation).
c.    periode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme, penilaian dan aplikasi (critism, appraisal, and application).
Inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato ialah ajaran-ajaran tentang ide-ide. Plato percaya bahwa ide yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata daripada objek-objek material yang terlihat oleh mata. Hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan abadi. Dunia indrawi adalah suatu realitas yang tetap dan berubah-ubah, dan itulah yang dialami manusia hinc et nunc.
Apa yang disebut pengetahuan sebenarnya hanya merupakan ingatan terhadap apa yang telah diketahuinya di dunia ide-konon sebelum berada di dunia indrawi, manusia pernah berdiam di dunia ide. Jelas bahwa dunia ide itu berada di luar pengalaman manusia di dunia, mengatasi realitas yang tampak, dan keberadaannya terlepas dari dunia indrawi. Karena itu, system pemikiran Plato bersifat transcendental. Karena itu pula, secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa metode filsafat Plato adalah metode deduktif spekulatif transcendental.
4.    Metode Aristoteles: Silogistis Deduktif
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan metode deduktif. Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal khusus. Deduktif adalah cara menarik konklusi yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Baik deduksi maupun induksi, keduanya dipaparkan oleh Aristoteles di dalam logika.
Sebenarnya istilah logika tidak pernah dikemukakan oleh Aristoteles. Untuk meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, ia memakai istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, ia memakai istilah dialektika. Istilah logika diperkenalkan oleh Alexander Aphrodisias pada awal abad ke-3 SM.
Inti logika adalah silogisme. Silogisme merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi Aristoteles, metode deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi mencapai kebenaran dan pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal sebagai metode silogistis deduktif.
5.    Metode Plotinos : Kontemplatif-Mistis
Plotinos merupaka filsuf neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato, khususnya mengenai ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat Plato. Karena Plotinos menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan dasar-dasar pemikiran Plato, filsafat Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi tidak berarti ia hanya mempelajari filsafat Plato, ia mempelajari berbagai filsafat lainnya. Filsafat Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang mendahuluinya walaupun memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat dominan.
Ide kebaikan atau yang sangat baik, selaku ide tertinggi bagi Plato, oleh Platinos disebut ‘to hen’ atau yang esa/the one. Yang esa itu adalah yang awal atau yang pertama, yang paling baik, paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa itu adalah pusat daya dan kekuatan. Seluruh realitas merupakan pancaran dari yang esa. Proses yang mengalir keluar disebut emanasi. Walaupun emanasi terjadi, tetapi yang esa itu tidak pernah berkurang atau berubah.
Dalam proses emanasi, yang pertama kali keluar merupakan ‘nous’. Nous sangat sulit diterjemahkan. Ada yang menerjemahkannya dengan budi, akal, dan juga roh. Nous itu berada paling dekat dengan ‘to hen’. Nous merupakan gambaran atau baying-bayang dari ‘to hen’.Kemudian dari nous, keluar yang Platinos sebut ‘psykhe’ atau jiwa. Psykhe merupakan sesuatu yang memiliki tingkat lebih rendah daripada nous. Psykhe berada di antara nous dan materi. Oleh sebab itu psykhe dapat dikatakan sebagai penghubung antara roh dan materi, lalu melahirkan suatu tubuh, yang pada hakikatnya berlawanan dengan nous dan to hen.
Hal itu merupakan penyimpangan dari semestinya. Penyimpangan dari semestinya itu berarti penyimpangan dari kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali ke to hen dan menyatu dengannya. Itulah yang menjadi tujuan hidup manusia. Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan seluruh realitas, termasuk manusia. Menurutnya filsafat bukan hanya merupakan doktrin melainkan juga merupakan suatu jalan kehidupan. Karena itu metode Plotinos disebut metode kontemplatif-mistis.
6.    Metode Descartes: Skeptis
Filsafat Descartes yang paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Bagi Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus berperan semaksimal mungkin. Cara untuk mencapai kebenaran dengan pasti, membutuhkan keraguan. Apabila melalui keraguan yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang saggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan segala sesuatu.
Descartes menciptakan metode ini, tetapi ia bukan penganut skeptisisme yang menyangsikan segala-galanya dan mengatakan bahwa apa yang dinamakan pengetahuan itu tidak ada. Keraguan Descartes hanya keraguan metodis.
7.    Metode Francis Bacon: Induktif
Secara umum dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Bacon bersifat praktis, konkret, dan utilitaris. Untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu, dibutuhkan penelitian-penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu sangat penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena hanya dengan pengetahuanlah manusia sanggup menaklukka alam kodrat.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan memperoleh pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti dengan metode induktif. Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...