Ilmu
Pengetahuan (science) adalah seperangkat pengetahuan tentang suatu obyek yang
tersusun secara sistematis dengan mempertanggung jawabkan obyeknya
ialah dengan menunjukkan sebab-sebab terdalam. Ciri-ciri ilmu pengetahuan adalah
universal, abstrak, pemikiran dan teori. Ilmu pengetahuan merupakan hasil
cipta, karya, karsa manusia.
Chapter 09
HUBUNGAN ETIKA DENGAN
ILMU
By: Dona Syafriana, S.Pd dan Maharani Ramadhanti, S.Pd
Ilmu
Pengetahuan (science) adalah seperangkat pengetahuan tentang suatu obyek yang
tersusun secara sistematis dengan mempertanggung jawabkan obyeknya
ialah dengan menunjukkan sebab-sebab terdalam. Ciri-ciri ilmu pengetahuan adalah
universal, abstrak, pemikiran dan teori. Ilmu pengetahuan merupakan hasil
cipta, karya, karsa manusia. Manusia ialah makhluk berfikir yang dengan itu
menjadikan dirinya ada. R.F. Beerling, seoranng profesor Belanda mengemukakan
teorinya tentang manusia bahwa manusia itu adalah mahluk yang suka bertanya.
Dengan berfikir dan bertanya manusia menjelajahi pengembaraannya, mulai dari
dirinya sendiri dan kemudia lingkungannya bahkan samapai pada hal lain yang
enyangkut asal mula atau mungkin akhir dari semua yang dilihatnya sehingga
hanya pada diri manusialah proses terjadinya pengertian menjadi Ilmu
pengetahuan.
Perkembangan
ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan manusia tidak terlepas dari
kehidupan manusia itu sendiri. Kehidupan bermasyarakat, bernegara, hingga
pergaulan hidup tingkat internasional, diperlukan suatu sistem yang mengatur
bagaimana seharusnya manusia itu bergaul untuk menjaga kepentingan masing –
masing serta agar perbuatan yang tengah dilakukannya sesuai denagn adat
kebiasaan yang berlaku. Hal itu lah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di
masyarakat kita.
Pengertian Etika
Etika
( entimologi ) berasal dari bahasa
Yunani “ethos” yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan ( custom).
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang meupakan istilah
dari bahasa latin, yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup
seseoranng dengan melakukan perbuatan yanng baik dan menghindari tindkan-
tindakan yang buruk. Dalam kegiatan sehari – hari terdapat perbedaan, yaitu moral
untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika yaitu untuk
pengkajian sistem nilai - nilai yang berlaku. Dalam bahasa Indonesia etika
berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlaq (moral).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
diartikan sebagai : (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral ( akhlak ); (2) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak ; dan (3) nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suat
golongan atau masyarakat.
Pengertian Ilmu
Ilmu
yaitu istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu scientia, atau dalam kaidah bahasa Arab “ilm”. Ilmu adalah pengkajian sejumlah pernyataan yang terbukti
dengan fakta dan ditinjau yang disusun secara sistematis dan terbentuk menjadi
hukum umum yang dapat diterima oleh semua pihak.
Menurut
Jhon G. Kenedy dalama The Liang Gie ( 2005 ) mengatakan , ilmu adalah seluruh
pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah ( all knowledge collected by means of the scientifik mothod ). Sedangkan
pengetahuan diartikan secara luas, yang mencakup segenap apa yang kita tahu
tentang objek tertentu. Secara garis besar, pengetahuan dapat digolongkan
menjadi tiga kategori utama. Pertama,
pengetahuan tentang apa yang baik dan buruk ( etika ). Kedua, pengetahuan tentang apa yang indah dan jelek ( estetika ). Ketiga, pengetahuan apa yang benar dan
salah ( logika ).
Sejatinya
ilmu pengetahuan merupakan warisan bersama umat manusia, yang mengarahkan
kecerdasan menuju kebahagian dunia dan akhirat, melakukan pengkajian tak kenal
lelah dan teperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang
mendeasarinya, dan mengikuti metode yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Hubungan Etika dan Ilmu
Pengetahuan
Manusia
adalah mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, mulia,karena di karunia oleh
Allah SWT akal, perasaan dan kehendak.Ilmu pengetahuan adalah buah karya
manusia yang memiliki sifat dan makna yang sangat multi dimensi, dalam
perkembangannya selalu berintikan nilai tentang kebenaran. Keberadaan ilmu
timbul karena adanya penelitian pada objek yang sifatnya empiris / fakta yang
dapat dilihat. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi
sentral persoalan.
Etika
keilmuan merupakan etika normatif yang
merupakan prinsip – prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional dan dapat dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika
keilmuan yaitu agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip – prinsip moral,
yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalamperilaku
keilmuannya.Persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu pada “ elemen” kaidah
moral , yaitu hati nurani kebebasan dan bertanggung jawab nilai dan norma yang
bersifat utilitaristik ( kegunaan ). Pengaruh etika dapat di rasakan dalam ilmu
pengetahuan dengan adanya rasa cinta, adanya pemikiran yang sistematis,
mencegah egois, berpikir bijaksana dan bertanggung jawab.
Pada
hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Hati nurani ini berhubunngan
dengan perilaku manusia itu sendiri. Hubungan etika dengan ilmu menurut Jujun
S. Suriasumantri (1999; 233-236) yaitu :
Fase
empiris rasional
Menurut
Aristoteles ilmu itu tidak mengabdi
kepada pihak lain. Ilmu digulati oleh manusia demi ilmu itu sendiri. Sebagai
latar belakang dikenal ucapan : Primum
vivere, deinde philosophari yang artinya kira – kira : berjuang dulu untuk
hidup, baru lah boleh berfilsafat. Menurut faham Yunani bentuk tertinggi dari
ilmu adalah kebijakan. Bersama itu terlihat suatu sikap etika. Zaman Yunani
etika dan politik berjalan erat. Saat itu ilmu tak dapat mengubah apa- apa,
ilmu hanya sekdar apa yang dicapai; ilmu tak dirasakan sebagai suatu tantangan.
Tugas suatu generasi terbatas pada pencapaian ilmu untuk diteruskan kegenerasi
selanjutnya. Belum ada tuntutan sebelum ilmu diteruskan harus terlebih dahulu
dikembangkan. Baru sejak abad ke -17
ilmu giat dikembangkan di Eropa; orang juga mencari apa tujuan dari
ilmu. Saat ini lah fase empiris mulai bergeser ke fase eksperimental rasional.
Sifat progresif ini menunjukan bahwa ilmu bukan sekedar tujuan bagi dirinya
sendiri melainkan suatu sarana untuk mencapai sesuatu.
Faham
Pragmatis
Pandangan
manusia terhadap tujuan dari ilmu sangat beraneka ragam. Ilmu sebagi sesuatu
yang abstrak, melainkan yang kongkret kita hayati. Ilmu yang memunculkan diri
berdampingan dengan gejala kerumitan, spesialisasi, rutin kerja, krisis
ekonomi, teknik perang modern, aneka gangguan rohani dan dehumanisasi. Hakekat
ilmu saat manusia mnyentuh nilai terdalam saat itu terdorong bersikap hormat
terhadap ilmu. Sebenarnya nilai dari ilmu terletak pada penerapannya. Ilmu
mengadi masyarakat sehingga ia menjadi sarana kemajuan. Boleh saja orang
mengatakan ilmu itu mengejar kebenaran dan kebenaran itu merupakan inti etika
ilmu, tetapi jangan dilupakan bahwa kebenaran itu ditentukan oleh derajat
penerapan praktis dari ilmu. Padangan demikian itu termasuk faham prakmatis
tentang kebenaran. Disitu kebenaran merupakan suatu ide yng berlandasaskan efek
–efek yang praktis.
Logos
dan Ethos
Van Peursen
sehubungan dengan ini menunjukan pada sifat ilmu yang tak akan selesai. Ilmu
berorientasi dalam ruang yang tak terbatas. Kegiatan berisi dengan ketegangan
dan gerak yang penuh dengan keresahan. Tulis Van Peursen : keresahan itu
keinginan yang tak dapat dipenuhi atau jarak prinsipil ke kebenaran.
Martin Heidegger
mengatakan bahwa jika kita sebut manusia itu memiliki logos, itu berarti bukan
sekedar manusia itu ditabiati oleh akal. Ditunjukan bahwa logos bertali dengan
kata kerja legein yang artinya macam
– macam, dari berbicara sampai membaca kemudian diluaskan menjadi
memperhatikan, menyimak, mengumpulkan makna, menyimpan dalam batin, berhenti
untuk menyadari. Dalam arti yang disebut terakhir itu, logos bertemu dengan
ethos dan ethos ini dapat berarti
penghentian, rumah, tempat tinggal, endapan sikap. Kemudian arti ethos
selanjutnya : sikap hidup yang menyadari sesuatu, sikap yang mengutamakan tutup
mulut untuk berusaha mendengar, dengan mengorbankan berbicara lebih. Sehubungan
ini Karl Jaspers menullis bahwa ilmu adalah usaha manusia untuk
mendengarkan jawaban – jawaban yanng keluar dari dunia yang dihuninya.
Kebenaran
dan Keilmuan
Batas
dari ilmu sesungguhnya bukanlah suatu garis. Batasnya justru suatu perspektif
baru yang membukakan diri, sebagai petunjuk bahwa manusia siap untuk
mendengarkan. Dengan demikian, tak akan ada pertentangan antara antara masalah
dan rahasia, antara pengertian dan keajaiban, antara ilmu dan agama. Kebenaran
intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu
dengan bidang – bidang kehidupan.
Pengabdian ilmu secara netral, tak berwarna, dapat melunturkan pengertian
kebenaran, sehingga ilmu terpaksa menjadi steril.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar