Kamis, 26 Mei 2022

Komunikasi yang Memberdayakan

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah, dimana ada peran pemberi pesan dan penerima pesan.




Dalam bukunya Beck, Benet dan Wall mendeskripsikannya sedemikian: Komunikasi adalah tentang diri kita, berawal dari dalam kita dan melalui kita. Komunikasi merepresentasikan keinginan diri kita untuk memiliki arti dan memberikan arti bagi kehidupan. Makna komunikasi menjadi lebih luas dan dalam ketika ada keinginan dari dalam diri manusia yang mendorong komunikasi mereka untuk menjadi lebih berdampak bagi kehidupan baik sang pemberi pesan ataupun penerima pesan, yakni komunikasi yang memberdayakan potensi setiap pihak sehingga dapat menghasilkan perubahan arti kehidupan. Komunikasi yang sedemikian dapat membentuk relasi, menciptakan kenyamanan, dan menghasilkan kreativitas serta kemerdekaan.

Komunikasi menurut Filsuf Jerman, Jurgen Habermas merupakan hubungan yang simetris atau timbal balik. Komunikasi selalu terjadi di antara pihak yang sama kedudukannya. Komunikasi justru bukan hubungan kekuasaan, melainkan hanya dapat terjadi apabila kedua belah pihak saling mengakui kebebasannya dan saling percaya. Komunikasi merupakan interaksi yang diantarkan secara simbolis, menurut Bahasa, dan mengikuti norma-norma. Bahasa harus dapat dimengerti, benar, jujur dan tepat. Keberlakuan norma-norma itu hanya dapat dijamin melalui kesepakatan dan pengakuan bersama bahwa kita terikat olehnya. Komunikasi tidak mengembangkan keterampilan, melainkan kepribadian orang. Kita menjadi ahli komunikasi melalui internalisasi peran-peran sosial (Frans Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, 2005, hal 186-188).

4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:

  • Hubungan saling mempercayai

Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita peduli pada kualitas belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi kita bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan jalan dua arah.

  • Menggunakan data yang benar

Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan dinamika yang sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah yang sedang dibahas, maka kesan subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi.

  • Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi

Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan bicara kita untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi yang ada akan membuat dampak pada jangka yang lebih panjang.

  • Rencana tindak lanjut atau aksi

Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi. Hal ini sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang bertujuan positif dan efektif.


Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita.

  1. Komunikasi asertif
  2. Pendengar aktif
  3. Bertanya efektif
  4. Umpan balik positif

Penjelasan masing-masing aspek komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:


Komunikasi Asertif

Dalam proses berkomunikasi dengan orang lain, tidak selalu apa yang kita harapkan akan berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan yang datang dan seringkali hasil komunikasi tersebut tidak dapat memuaskan semua orang. Hal ini dapat terjadi karena sikap berkomunikasi yang berbeda satu sama lain, dan tidak semua orang dapat secara mudah mengungkapkan apa yang ada di benaknya dengan tepat. Kita perlu memahami tipe umum manusia berkomunikasi agar kita dapat memberikan respon yang tepat.

Langkah-langkah yang perlu dipelajari untuk menjadi komunikator yang asertif adalah:

  1. Jadilah pendengar yang baik.
  2. Berani menyampaikan perbedaan pendapat.
  3. Selalu hargai orang lain.
  4. Hindari merasa bersalah.
  5. Tetap tenang saat berbicara.
  6. Hindari penggunaan kalimat agresif.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:

1.   Menyamakan kata kunci

  • Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi.
  • Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya.
  • Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.

2.  Menyamakan bahasa tubuh

Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya. Coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung pada apa yang disampaikan coachee dengan senyum atau dengan anggukan. Jika coachee kita sedang bersandar ke lengan kursi misalnya, coach juga dapat mengikuti gerakannya. Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan  mengikutinya. Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan halus dan tidak kentara agar coachee tidak merasa ditiru.

3. Menyelaraskan emosi

Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.



Pendengar aktif

I know that you believe you understand what you think I said but I am not sure you realise that what you think you heard and it is not what I meant ~ Alan Green (Saya tahu bahwa anda percaya diri bahwa anda memahami apa yang anda pikir saya katakan, namun saya tidak yakin bahwa anda menyadari bahwa apa yang anda pikir sudah didengar, dan ini bukanlah yang saya maksudkan). Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengar. Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada dipikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

Active listening atau mendengarkan aktif berarti mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang dikatakan oleh pembicara atau lawan bicara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan saling pengertian dan memungkinkan orang untuk menarik informasi yang tidak diungkapkan secara eksplisit melalui ucapan. Ini dilakukan dengan mengamati dan mengajukan pertanyaan secara memadai.

Untuk menjadi pendengar yang baik (active listener), seseorang juga perlu mengindentifikasi sejumlah hambatan (blocks) dalam mendengarkan. Berikut akan disajikan daftar hambatan dalam mendengarkan yang secara sengaja maupun tidak sengaja sering dilakukan namun berpengaruh pada kemampuan atau latihan untuk menjadi pendengar yang baik.

  1. Membandingkan: mendengarkan menjadi sulit ketika kita sibuk membandingkan: “Siapa yang lebih cerdas?”, “Siapa yang lebih beruntung?”, “Siapa yang lebih bekerja keras? Kamu atau saya?”, dst.
  2. Membaca pikiran: Seorang pembaca pikiran tidak sungguh-sungguh menaruh perhatian pada orang yang diajak bicara bahkan pada pa yang dibicarakan oleh orang tersebut. Dia mencoba mencari tahu apa yang sungguh-sungguh dipikirkan dan dirasakan oleh orang tersebut
  3. Mengulang-ulang: Anda tidak akan punya waktu untuk mendengarkan ketika anda mengulang/melatih apa yang akan anda katakan. Pikiran anda mempersiapkan komentar anda selanjutnya.
  4. Menyaring: tidak ada pesan yang utuh diterima jika pendengar menyaring isi pembicaraan.
  5. Mendakwa: hambatan ini adalah kecenderungan yang paling sering dilakukan karena ada stereotype tertentu pada orang yang kita ajak bicara.
  6. Berimajinasi: pendengar yang tidak sungguh-sungguh mendengarkan biasanya akan cepat dan mudah untuk melamun dan berimajinasi tentang hal-hal lain sementara pembicaraan terus berlangsung.
  7. Mengindentifikasi: beberapa pokok pembicaraan se-ring sama dengan identitas pembicara dan seringkali mengganggu pendengar jika dia dengan sengaja mengindentifikasikan hal tersebut dengan dirinya.
  8. Menasehati: dalam hal ini pendengar bertindak seolah-olah sebagai `problem solver’ yang paling hebat, selalu siap dengan saran, masukan, tips dsb tanpa mendengarkan baik-baik karena pendengar sibuk menyiapkan nasehat jitu. Anda tidak dapat mendengarkan perasaan-perasaan klien jika hanya terdorong memberikan nasehat.
  9. Bertengkar: kadangkala, karena tidak mendengarkan sungguh-sungguh kita cenderung untuk mengajak orang lain berdebat bahkan bertengkar. Ini berarti kita tidak bersedia membuka hati untuk mendengarkan apa maksud si pembicara.
  10. Membenarkan diri: masih ada kaitannya dengan bertengkar, kecenderungan untuk mendengarkan diri sendiri berakibat pada keinginan untuk membenarkan diri dan akhirnya kehilangan momentum untuk menangkap inti pesan yang sesungguhnya dari orang yang sedang diajak bicara.
  11. Mengalihkan topik: karena kita tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh maka kita akan bosan, kebosanan tersebut akan semakin mem-buat kita mudah untuk mengalihkan topik.
  12. Mendamaikan: artinya, menghibur orang yang kita ajak bicara dengan cepat supaya tidak masuk ke inti pembicaraan yang lebih dalam karena kita tidak ingin mendengarkan lebih jauh.


Yang harus dilakukan agar dapat mendengarkan secara aktif, yaitu:

  1. Memfokuskan perhatian pada subjek dengan menghentikan semua kegiatan yang tidak relevan sebelumnya sehingga dapat berorientasi dengan pembicara atau topik;
  2. Mengkaji ulang secara mental apa yang sudah kita ketahui tentang subjek dan atur terlebih dahulu materi yang relevan untuk mengembangkannya lebih lanjut;
  3. Menghindari gangguan dengan duduk tepat dekat dengan pembicara dan menghindari jendela atau rekan yang banyak bicara; 
  4. Menyisihkan prasangka atau opini apa pun dan bersiap untuk mendengarkan apa yang pembicara katakan; 
  5. Fokus pada pembicara; 
  6. Membiarkan presentasi berjalan sebelum menyetujui atau tidak setuju; 
  7. Secara aktif menanggapi pertanyaan.


Ketika kita mendengarkan lawan bicara kita, hal-hal yang kita dengar dari mereka antara lain:

  1. Pesan yang disampaikan, baik yang terungkap langsung ataupun yang tersirat
  2. Emosi dan perasaannya
  3. Pikirannya
  4. Bahasa tubuh dan mimik wajah
  5. Nila-nilai yang menghidupi diri mereka
  6. Usaha dan hasil yang dicapai
  7. Materi lainnya yang disampaikan


5 Teknik mendengarkan aktif

1. Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan. 

  • Pesan yang disampaikan bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal. Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen diri pada awal sesi untuk hadir sepenuhnya selama coaching berlangsung.

2. Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.

  • Bahasa tubuh dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap pesan yang disampaikan.

Contoh bahasa tubuh dan respon kecil yang menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan secara aktif:

    1. Respon singkat – ‘oh’ , ‘iya’, ‘hm…”
    2. Anggukan kecil – tanda mengerti apa yang disampaikan
    3. Raut wajah positif – senyum
    4. Kontak mata – jaga kontak mata
    5. Postur tubuh – condong ke arah rekan bicara kita dan hindari melipat tangan di depan dada
    6. Gerakan tubuh – hindari menggoyangkan jari atau kaki

3. Menanggapi perasaan dengan tepat

  • Nada positif dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang disampaikan. Contoh: “Saya merasakan apa yang kamu alami saat ini.”, “Sepertinya kamu telah menangani masalahmu dengan cukup baik.”, “Saya kagum dengan usahamu.”

4. Parafrase 

  • Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan kalimat kita sendiri.

Contoh:

Murid: “Saya kecewa orang tua saya tidak pernah mau mengurusi sekolah saya.”

Anda: “Jadi kamu merasa kecewa sama Bapak Ibumu karena mereka tidak acuh dan tidak mengurusi sekolah mu ya?”

5. Bertanya

  • Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan berikutnya.

Bertanya Efektif

Apa sulitnya ya bertanya? Tiap hari kita mengajukan pertanyaan, baik kepada orang lain di sekeliling kita dan kepada diri kita sendiri. Coba kita pikirkan bersama, mengapa keterampilan bertanya perlu untuk dipelajari?

Dalam melaksanakan coaching ketrampilan kunci yang diperlukan adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak. Pertanyaan seorang coach diharapkan ‘ dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

beberapa bentuk pertanyaan yang sebaiknya dihindari dalam proses coaching karena bentuk pertanyaan tersebut dapat menghambat keberhasilan coachee dalam proses coaching.


1. Pertanyaan tertutup

Jenis pertanyaan ini hanya akan membuat coachee menjawab dengan Ya dan Tidak, atau hanya berespon dengan 1 kata. Jika pertanyaan Coach seperti demikian maka pikiran coachee akan kurang atau bahkan tidak terstimulasi. Coachee akan mendapatkan hambatan dalam mengeksplorasi pilihan dan potensi mereka untuk bergerak maju dan membuat aksi.

JIka kita bertanya: “Apa kamu akan melanjutkan pendidikan ke universitas negeri?”, Murid kita akan cenderung menjawab ”Ya” atau hanya mengangguk.

Namun jika kita bertanya, “Apa yang sudah kamu rencanakan untuk studimu setelah lulus SMA?”, murid kita akan terstimulasi untuk memberikan jawaban yang terelaborasi.


2. Pertanyaan yang mengarahkan

Pertanyaan ini seperti menyiratkan jawaban yang kita harapkan keluar dari respon coachee. Kecenderungan seorang guru dalam bertanya adalah dengan memberikan arahan sehingga murid kita mampu menjawab sesuai yg diharapkan. Dalam menerapkan pendampingan dengan pendekatan  coaching di sekolah, peran yang sedemikian harus kita tanggalkan.

Ingat bahwa dalam coaching, tugas coach adalah memfasilitasi coachee untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, bukan yang coach inginkan.

  • Contoh pertanyaan mengarahkan: “Sepertinya kita perlu mendiskusikan jadwal pelaksanaan kegiatan sosial yang kamu rancang.”

Pertanyaan alternatif: “Dari kegiatan-kegiatan yang akan kita diskusikan saat ini, mana yang perlu kita bahas terlebih dahulu?”

  • Contoh lainnya: “Kamu tidak jadi mengambil kursus memasak kan?”

Pertanyaan alternatif: “Apa manfaat yang akan kamu dapat jika kamu mulai kursus memasak?”



Umpan Balik Positif


Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.

Dorongan positif diperlukan agar coachee meneruskan hasil coaching ini sampai pada tahap aksi. Bentuk umpan balik dapat disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut (Pramudianto, 2015):

1.    Langsung diberikan saat komunikasi.

  • Contoh: “Wah bagus ucapanmu yang baru saja kamu sampaikan.”

2.    Spesifik – fokus pada apa yang dikatakan

  • Contoh: “Hal ini sepertinya belum diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini lebih lagi. Ini dapat menjadi alternatif lain untukmu.”

3.    Faktor emosi – mengikutsertakan emosi yang dirasakan

  • Contoh: “Ah.. saya ikut gembira mendengar pencapaian mu dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar sulit. Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan alternatif dari situasi ini.”

4.    Apresiasi – menyertakan motivasi positif

  • Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu pasti bisa menjalankan komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan ini.”


Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang menjadi keunikan coaching.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep dan Komponen Modul Ajar

Modul ajar merupakan salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk membantu mengarahkan proses pembela...