Raden
Saleh adalah salah seorang pelukis terkenal dari Indonesia
yang dilahirkan sekitar 1811 di Terboyo (Semarang). Ibunya bernama Mas Adjeng
Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun,
ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda
atasannya di Batavia.
Tahun 1829,
nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal
Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai
Saleh belajar ke Belanda.
Ia
dianggap saingan berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para
pelukis muda itu mulai melukis bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya
itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti, beberapa kumbang serta
kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai kalimat
ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden saleh menyingkir.
Ketakmunculannya
selama berhari-hari membuat teman-temannya cemas. Muncul praduga, pelukis
Indonesia itu berbuat nekad karena putus asa. Segera mereka ke rumahnya dan
pintu rumahnya terkunci dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan didobrak.
Tiba-tiba mereka saling jerit. "Mayat Raden Saleh" terkapar di lantai
berlumuran darah. Dalam suasana panik Raden Saleh muncul dari balik pintu lain.
"Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan kupu-kupu, tetapi gambar saya
bisa menipu manusia", ujarnya tersenyum. Para pelukis muda Belanda itu pun
kemudian pergi.
Saat
masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh
tinggal lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde
(ilmu pasti, ukur tanah, dan pesawat), selain melukis. Beberapa tahun kemudian
ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya Dresden,
Jerman.
Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.
Di Jerman Raden Saleh di elu-elukan sebagai seorang Bangsawan dari Jawa dan
menjadi Tamu kehormatan dari Ernst I, Grand Duke dari Saxe-Coburg-Gotha. Para
Ningrat Belanda, Jerman dan Belgia, mengagumi pelukis RS, yang selalu tampil unik
dengan berpakaian adat bangsawan Jawa lengkap dengan blangkon. selama lima
tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema
pemandangan dari Andries Schelfhout.
Krusseman adalah pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah Belanda
dan keluarga kerajaan. Dari Schelfhout-lah Pangeran Raden Saleh mempelajari
ketrampilan menjadi seniman lukis lansekap.
Pada
tahun 1839, Raden Saleh melukis satu dari karya agungnya berjudul “Singa dan
Ular”, yang merupakan simbolisasi peperangan abadi antara yang baik dan jahat. Raden
Saleh juga beberapa kali berkunjung ke Paris, antara lain pada saat berlangsung
Revolusi Februari 1848.
Pada
tahun 1851 Raden Saleh pulang ke Hindia (Indonesia) bersama istrinya, wanita
Belanda yang kaya raya dan di Batavia Raden Saleh melukis potret keluarga
keraton dan pemandangan. Ia bercerai dengan istri terdahulu lalu menikahi gadis
keluarga ningrat keturunan Keraton Solo. Raden Saleh membangun sebuah
rumah di kawasan Cikini, dengan gaya neo gothic. Tahun 1875 ia berangkat lagi ke
Eropa bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa tahun 1878. Selanjutnya, ia
menetap di Bogor
sampai wafatnya pada 23 April 1880 siang hari, konon karena diracuni pembantu yang dituduh
mencuri lukisannya. Namun dokter membuktikan, ia meninggal karena trombosis
atau pembekuan darah. Tertulis pada nisan makamnya di Bondongan, Bogor,
"Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wolanda".
Kalimat di nisan itulah yang sering melahirkan banyak tafsir yang memancing
perdebatan berkepanjangan tentang visi kebangsaan Raden Saleh.
Ciri
romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks.
Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas)
sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis
pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini
diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang
membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Wajar
bila muncul pendapat, meski menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak sungkan
mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Ini diwujudkannya dalam
lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Meski
serupa dengan karya Nicolaas Pieneman, ia
memberi interpretasi yang berbeda. Lukisan Pieneman menekankan peristiwa
menyerahnya Pangeran Diponegoro yang berdiri dengan wajah
letih dan dua tangan terbentang. Hamparan senjata berupa sekumpulan tombak
adalah tanda kalah perang. Di latar belakang Jenderal de
Kock berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta tahanan seolah
memerintahkan penahanan Diponegoro.
Berbeda
dengan versi Raden Saleh, di lukisan yang selesai dibuat tahun 1857 itu pengikutnya tak
membawa senjata. Keris di pinggang, ciri khas Diponegoro pun tak ada. Ini
menunjukkan, peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan.
Maknanya, Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik. Namun, perundingan
gagal. Diponegoro ditangkap dengan mudah, karena Jenderal de Kock tahu musuhnya
tak siap berperang di bulan Ramadhan. Di lukisan itu Pangeran Diponegoro tetap
digambarkan berdiri dalam pose siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris keras
tampak menahan marah, tangan kirinya yang mengepal menggenggam tasbih.
Lukisan
tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jendral De Cock pada
tahun 1830
yang terjadi di rumah kediaman Residen Magelang. Dalam lukisan itu tampak Raden
Saleh menggambarkan dirinya sendiri dengan sikap menghormat menyaksikan suasana
tragis tersebut bersama-sama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain. Jendral De
Kock pun kelihatan sangat segan dan menghormat mengantarkan Pangeran Diponegoro
menuju kereta yang akan membawa beliau ke tempat pembuangan. Pada saat
penangkapan itu, beliau berada di Belanda. Setelah puluhan tahun kemudian
kembali ke Indonesia dan mencari informasi mengenai peristiwa tersebut dari
kerabat Pangeran Diponegoro.
DAFTAR
PUSTAKA
Katherina
Achmad. 2012. Kiprah, Karya, dan Misteri Kehidupan RADEN SALEH. Pustaka
Narasi
Harsja W. Bachtiar, Peter B.R. Carey
& Onghokham. 2009. Raden Saleh Anak Belanda, Mooi Indie &
Nasionalisme.
http://tsarindanbukulangka.blogspot.com/2012/09/raden-saleh-anak-belanda-mooi-indie.html. Diakses hari senin, 3 November
2012 pukul 16.42 WIB.
http://lisadybud.blogspot.com/.
Diakses hari sabtu, 1 November 2012 pukul 19.50
WIB.
http://mengenangradensaleh.wordpress.com/mekanisme-menulis/.
Diakses sabtu, 8 November 2012 pukul
20.00 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Raden_Saleh_Syarief_Bustaman.
Diakses hari minggu, 9 November 2012 pukul 11.00 WIB
Diusun Oleh: Dian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar